T: Tanya
J; Jawab
T: Krisis sepertinya belum berakhir. Bagaimana outlook bisnis telekomunikasi di Indonesia tahun depan? apakah lebih baik atau lebih terpuruk tahun ini?
J: Anda benar, krisis belum berakhir, bahkan baru dimulai. Secara umum saya memperkirakan bisnis telekomunikasi Indonesia tahun depan tetap ada pertumbuhan walaupun nominalnya rata – rata satu digit alias di bawah 10%. Jika dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya tentu tidak lebih baik, namun di tengah kondisi krisis yang bila tidak diantisipasi dengan cermat dapat membuat perekonomian semakin memburuk, masih meraih pertumbuhan – walau hanya 10% - saya kira masih lebih baik dibandingkan stagnan.
T: Review tahun ini sendiri seperti apa?
J: Sebagaimana kita saksikan bersama, hampir semua operator telekomunikasi masih mampu melakukan ekspansi meningkatkan Network Coverage and Capacity (NCC). Ada yang sudah mencapai hampir 90% dari kewajiban membangun coverage nasional, namun ada juga yang baru di beberapa pulau besar dan padat penduduk saja.
Pertumbuhan pelanggan juga masih mencapai di atas 20%, bahkan ada yang mendekati 100% terutama operator baru. Walau jumlah pelangan dan daerah layanan meningkat, namun tingkat rata – rata pendapatan per pelanggan (ARPU) dan rata – rata margin laba per pelanggan (AMPU) pada umumnya semakin rendah. Hal ini dapat dimengerti karena laju pertumbuhan pelanggan lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan. Artinya, biaya untuk mendapatkan dan melayanai pelanggan sudah mendekati pendapatan yang berasal dari pelanggan. Penyebabnya? Kompetisi.
Kompetisi yang semakin rame dan cenderung brutal mewarnai industri telekomunikasi tahun 2008.
T: Kekurangan apa yang dialami tahun ini, dan sektor mana yang perlu diperbaharui tahun depan? bagaimana dengan perang tarif, apakah operator tidak melewati batas bersaing secara fair?
J: Dari pihak operator, beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain kesantunan dalam aktivitas pemasaran khususnya iklan dan promosi. Praktik pemasaran yang ditunjukkan rekan – rekan operator sepanjang tahun 2008 seolah menunjukkan mereka tidak menghormati tata krama periklanan, bahkan menghormati pelanggan.
Dari aspek operasional, saya melihat menjelang akhir tahun semakin banyak pelangan menerima sms yang dapat digolongkan sebagai SPAM. Saya berpendapat, operator terkesan membiarkan promosi melalui sms ini, yang bagi banyak pelanggan terasa merugikan. Mengapa mereka membiarkan? Tentu karena mereka mendapat pembayaran dari aktivitas pengiriman sms promosi ini. Jadi kenyamanan pelanggan dikorbankan demi untuk menambah revenue.
Sebagaimana saya sampaikan di atas, tahun 2008 adalah tahun perang tarif telekomunikasi Indonesia. Secara bersamaan beberapa operator kehilangan dan sekaligus kelebihan kepercayaan dirinya sehingga dalam menawarkan tarif takut kalah dari operator lain, namun merasa seolah atau tidak mau tahu bahwa penurunan tarif yang tajam, cenderung menjadi boomerang bagi perusahaan dan pada gilirannya bagi pelanggan dan industri.
T: ARPU operator terkena dampak perang tarif serta krisis, bagaimana pertumbuhan telekomunikasi bisa dipacu?
J: Kinerja operator tidak hanya dilihat dari ARPU. Di tengah iklim krisis, pertumbuhan masih dapat dipacu dengan menerapkan survival strategy. Menunda ekspansi, atau jika harus membangun jaringan baru gunakan skala prioritas berdasarkan urgency dan tingkat kekuatan pasar dalam menyerap jasa yang akan ditawarkan, hal ini tercermin dari cepat-lambat atau kecil-besarnya revenue yang dihasilkan segera setelah network di bangundi suatu wilayah. Meningkatkan efisiensi operasional, dengan cara stream lining proses operasi jaringan dan pelayanan pelanggan sehingga mengurangi total biaya operasi. Melakukan inovasi menghasilkan produk – produk baru (konten, bundling services, dll) dengan tujuan meningkatkan utilisasi fasiltas jaringan, sekaligus meningkatkan revenue. Mengakuratkan sistem penagihan (billing systems) dan meningkatkan collectibilitas. Dan last but not least, mengubah strategi pemasaran dari yang semula mengandalkan kepada massive advertising, beralih kepada atau ditambah dengan intensive personalization service kepada pelanggan, guna meingkatkan loyalitas dan jumlah penggunaan layanan telekomunikasi.
Bila sebagian besar operator telekomunikasi melaksanakan strategi tersebut di atas, niscaya secara agregat pertumbuhan telekomunikasi masih dapat dipacu.
T: Dengan jumlah operator yang sangat banyak, apakah operator bisa berekspansi dengan agresif? apakah perlu dibatasi? apakah operator perlu merger untuk menyediakan kualitas layanan terbaik? atau kondisi sekarang justru menguntungkan bagai konsumen?
J: Dalam kondisi krisis, yanag akan kita alami di tahun 2009, strategi ekspansi secara agresif saya kira tidak tepat. Jika ada operator yang tetap melakukan hal tersebut, pada hemat saya hanya ada tiga kemungkinan: manajemennya bodoh, sehingga tidak tahu prioritas utama yang harus dilakukan agar perusahaan tetap eksis; atau perusahaan memiliki likuiditas yang sangat besar, sehingga krisis tidak berpengaruh terhadap rencana investasi; atau manajemen melakukan dengan sengaja untuk kepentingan sendiri (principal – agents problem).
Krisis yang sudah dimulai, pada hemat saya merupakan moment terbaik bagi kalangan industri telekomunikasi Indonesia untuk mulai melakukan konsolidasi pasar. Bagi operator kecil, saya membayangkan mereka melakukan merger dengan operator yang lebih besar atau sesama yang kecil dengan teknologi yang serupa. Bagi operator besar konsolidasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan network, organisasi, dan operasional.
Dalam jangka panjang konsolidasi akan menguntungkan industri termasuk konsumen.
T: Soal Wimax bagaimana supaya layanan ini tidak tumpang tindih dengan 3G?
J: Kekhawatiran bahwa layanan WimAx akan menjadi pengganti (substitusi) terhadap 3G yang sudah terlebih dahulu eksis, saya kira kurang beralasan. Dalam hal tertentu keduanya saling berkompetisi, namun keduanya dapat pula eksis dan saling mendukung (complement).
Jadi saya kira, tinggal bagaimana Pemerintah mengatur alokasi pemanfaatan kedua teknologi tersebut agar manfaat keduanya bagi masyarakat mejadi optimal, yang tercermin dari semakin mudah dan murahnya untuk mendapatkan layanan akses informasi.
T: Selama ini 3G lebih sukses di bidang data, apakah kehadiran Wimax tidak akan menjadi ancaman?
J: Seperti saya kemukakan di atas , bagi operator 3G, Wimax dapat diperlakukan sekaligus sebagai kompetitor dan mitra. Jadi, Wimax akan menjadi ancaman 3G bila operator yang bersangkutan tidak mampu membangun kerja sama dengan operator layanan telekomunikasi berbasis Wimax. Demikian juga sebaliknya, Operator Wimax perlu menjalin kerja sama erat dengan operator 3G.
T: Apakah Wimax ini benar-benar bisa memperluas akses internet secara besar?
J: Sebagai produk teknologi Wimax itu netral. Sama netralnya dengan teknologi lain seperti CDMA, GSM, 3G. Banyak aspek yang perlu diperhatikan dan disediakan agar teknologi telekomunikasi (termasuk Wimax) mampu memberi kekuatan sebagai sarana akses internet secara besar. Tidak hanya aspek teknis, namun juga aspek regulasi, pendanaan, sdm, dan kesiapan perangkat penerima serta pelanggan dan calon pelanggan.
T: Soal tarif Wimax,apakah nanti bisa ditekan dengan melihat investasinya lebih rendah dibanding penyediaan akses internet yang lain?
J: Karena belum ada satupun perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia yang sudah diberi lisensi untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi berbasis Wimax, saya belum bisa memproyeksikan apakah nantinya tarif wimax lebih murah sama atau lebih mahal dari penyediaan akses internet yang lain.
Secara normatif, sebagai pendatang baru, strategi terbaik bagi operator wimax termasuk menawarkan jasa dengan harga yang lebih menarik dari jasa lain yang sudah terlebih dahulu eksis.*****