Penjaja terompet mengais rejeki tahunan, di penghujung tahun menyabut rayaan tahun baru. Masa edar bisnis terompet ini mungkin hanya seminggu. musuhnya hujan, dan produknya hanya dipakai beberap jam atau bahkan menit, menjelang detik-detik pergantian tahun. konon lebih sering modal tak balik alias merugi, tetapi herannya setiap akhir tahun selalu muncul pedagang terompet
Nama aslinya aku tak tahu, tetapi kami memanggilnya Pak Becak. Seingatku Pak Becak sudah sejak 1995-an mangkal di depan komplek perumahan kami. Dari wajahnya tampak sudah lebih dari 60 tahunan, tetapi semangatnya mengais rejeki dari menarik becar tak kelihatan surut. Pelanggannya semakin menyusut, sebagian besar sudah beralih ke kendaraan pribadi, mobil atau motor. Ada satu dua pelanggan setia yang minta diantarkan sampai ke ujung di pinggir jalan raya. rutenya memang hanya jalan raya ke depan pintu gerang komplek perumahan, hanya sekitar 500 meter saja, sekali jalan.
Kadang terpikir, berapa penghasilannya sehari? atau apakah tak pernah mencoba profesi lain? atau kapan akan berhenti menarik becak?
Dia biasa memanggilku Pak Haji, aku memanggilnya Pak Boss, lantaran dia lebih suka bergaya "Botak Selalu". kami kenal sejak keluargaku tinggal di komplek Taman Rempoa Indah, dan dia menawarkan jasa antar koran setiap pagi. itu terjadi di 1993, waktu itu penghuni komplek masih bisa dihitung dengan jari tangan. Rajin dan setiap pagi hadir dengan beberapa koran yang kami langgan. rajin pula menagih uang langganan setiap minggu kedua awal bulan. hebatnya tak pernah dia tak kembalikan sisa uang pembayaran.
Aku melihatnya sering masuk keluar komplek, mengunjungi warung yang dibukan oleh warga di dalam komplek. dengan sepeda motor yang di belakangnya ditaruhi barang dagangan dalam kotak, geraknya sering terlihat gesit, meliuk di antara mobil. Keluar komplek masuk lagi ke gang dan berhenti di beberapa warung pinggir jalan, menitipkan dagangannya. Inilah Pak Kanvaser bersepda motor. ketika kuambil gambar ini beberapa bulan lalu dia baru saja selesai beristirahat dan hendak melanjutkan perjalanannya lagi.
"Sol Sepatu!! Sol Sepatu!! begitu teriaknya setiap kali melintas di dalam komplek perumahan kami. dengan suaranya yang dibuat ngebas dan panjang, Pak Soltu (demikian saya memberi dia nama untuk saya sendiri) menawarkan jasanya ke segenap warga yang kebetulan sepatunya bermasalah. Sayang kualitas pekerjaannya kurang berkualitas, sehingga tak lebih sebulan sepatu dipakai tiga kali sol sudah kembali seperti kondisi semula. jadi mereka yang mementingkan kualitas pekerjaan barangkali lebih suka beranjak ke "Stop n Go". ironis memang, di satu sisi dengan memberikan pekerjaan kepada Pak Soltu dia akan terbantu ekonominya, namun di tengah zaman yang mengagungkan kualitas dan efisiensi, rasanya nasib kesetiaan pada profesi perbaikan sol septu dipertanyakan.