Ada satu fakta, misalnya sebuah gelas berisi air setengah tinggi gelas. Orang bijak menyuruh para muridnya memberi komentar tentang gelas dan air tersebut. Murid pertama, mengatakan gelas tersebut tidak bisa diisi air lagi, kalau ditambah gelasnya pecah. Murid kedua bilang, mengaku baru saja meminum separo, tadinya penuh. Murid ketiga setengah curiga berkata, jangan-jangan air itu ada racunnya. Murid keempat bilang, gelas dan air itu milikku tapi diminum sebagian oleh murid kedua tanpa seizinku, murid kedua mencuri airku. Murid kelima
mengatakan, airnya memang tinggal separo, tapi bisa ditambah lagi bila murid keempat mau, tadi memang murid kedua bilang dia haus.
Nah teman, fakta yang netral ternyata dapat ditanggapi dengan berbagai komentar yang jumlahnya hampir tidak berbatas. Mereka yang pola pikirnya negatiif cenderung melihat fakta netral dari kacamata negatif, demikian sebaliknya yang pola pikirnya positif. Miurid pertama cenderung bersifat pesimis, orang seperti ini selalu dirasuki ketakutan, was-was, tidak percaya diri. Dokter psikolog mengatakan orang yang sifatnya seperti ini cenderung sering sakit fisik.
Tidak pesimis, namun tidak pula positif, cenderung cuek, tidak memedulikan orang lain, egois, tetapi berani jujur pada diri sendiri dan orang lain, itulah sifat murid kedua. Banyak orang yang sifatnya seperti murid kedua ini. Meski jujur, tapi acap merugikan pihak lain, tanpa dia menyadarinya. Orangnya easy going. Banyak kawan, tetapi tidak sedikit yang membencinya. Padahal bagi dia semua orang dianggapnya teman.
Murid ketiga, ada gejala paranoia. Cenderung suka menyalahkan orang lain, bahkan dirinya sendiri. Orang lain dikatakannya tidak bermoral, tidak tahu budi pekerti, padahal mereka orang beragama. Sifat seperti murid ketiga ini juga suka mengingkari, dan suka membalikkan fakta, cenderung fitnah. Francis Fukuyama, menyebut kelompok masyarakat yang majoritasnya punya sifat seperti ini disebut low trust society.
Tahu, memiliki, namun tidak berdaya menghadapi aksi orang lain yang dianggapnya lebih berkuasa, itulah sifat murid keempat. Inilah cermin rakyat yang seringkali haknya diambil penguasa. Pasrah.
Optimis dan berpikir positif, itulah sifat murid kelima. Dia tahu murid kedua yang meminum air murid keempat, dan tahu alasan mengapa air itu diminum. Untuk sebuah harmoni hubungan sosial disarankannya air untuk ditambah, agar murid keempat dapat minum dan murid kedua minta maaf. Bagi orang seperti murid kelima, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, dan penyelesaiannyapun dipilih dengan cara yang ongkos sosialnya efisien.
Berpikir positif membantu metabolisme tubuh membentuk antioksidan yang menyehatkan fisik dan psikis. Hidup ini akan lebih indah jika cara pandang kita juga indah. Bila ada yang berlaku salah, jika si pelaku salah hanya dihujat, dicaci dan dimaki, hal ini tidak memberikan manfaat apa-apa, bagi si pelaku dan penghujat. Bangunlah dan percayakan pada sistem hukum untuk mengadili si salah. Berikan reward sepantasnya untuk yang berprestasi dan berjasa kepada sesama.
Murid yang diajari percaya diri, menghormati orang lain, melihat segala
sesuatunya dengan keindahan, kelak dapat menjadi pemimpin bangsa yang membuat negara dan bangsa menjadi semakin maju dan terhormat. Sebaliknya, jika tontonan, ucapan guru, perilaku orang tua yang disodorkan kepada anak-anak atau murid setiap hari hanya hujatan, kata kasar, ketidak-percayaan, perilaku merugikan sesama, lupa ajaran agama, maka sejatinya kita sedang mempersiapkan kehancuran masa depan umat manusia.*****
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.