Penciptaan Competitive Advantage of The firm (CA) dapat dilihat dari Resource-based Theory (RBT), Teori Organisasi Industri (TIO) dan Austrian School (AuS). Ketiga teori ini berupaya menjawab pertanyaan mengapa beberapa perusahaan mengungguli perusahaan lain? Mengapa keunggulan ini bertahan (persistence)?.
RBT mendasarkan argumen bahwa perusahaan akan unggul jika memiliki faktor internal perusahaan berupa sumber daya (resource) dan strategi yang memiliki nilai (valueable), jarang (rare), tidak mudah ditiru (inimitability), dan dapat dioperasionalkan (operational). Sumber daya dapat berupa aset tangible dan intangible yang akan digunakan untuk mengimplementasikan strategi. Selain itu, perusahan juga perlu memiliki kemampuan (capabilities) yakni sumber daya perusahaan yang digunakan untuk mengorganisasikan dan mengekspolitasi sumber daya lain yang ada. Strategi mengindikasikan bagaimana perusahaan dikelola untuk memperoleh dan mempertahankan CA atau kinerja superior di pasar di mana perusahaan beroperasi. Peteraf (1993) menyatakan perusahaan yang memiliki, mengembangkan, mengendalikan, menjaga kelestarian valuable, scarce dan non-substitutable resources dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna dapat memperoleh keuntungan ekonomi temporer dengan memanfaatkan sumber daya tersebut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi.
Asumsi dasar dari RBT dalam penciptaan CA adalah adanya perbedaan sumber daya (resource heterogeneity). Perusahaan saling bersaing untuk mengendalikan sumber daya dan kapabilits yang berbeda. Dalam konteks ini, adanya kelangkaan sumber daya (scarcity of resources) mendorong perusahaan saling berebut untuk memperoleh sumber daya yang terbatas tersebut, sementara sumber daya yang diinginkan tidak dapat digantikan oleh sumber daya lainnya (non-substitutability). Asumsi lainya adalah adanya resource immobility, yakni ketika sumber daya yang dimiliki perusahaan tidak dapat dipindahkan atau diambil alih oleh perusahaan lain, karena sifatnya yang unik, maupun karakternya yang memang susah dipindahkan (contoh: ketrampilan, pengetahuan, citra, loyalitas pelangan, dan lain sebagainya). Sumber daya yang valuable, rare, dan mahal/sulit untuk ditiru dapat menjadi sumber kekuatan untuk mencapai CA.
Teori Organisasi Industri (TIO),
TIO mengacu pada konsep Structure Conduct and Performance (SCP). Yang menganggap bahwa struktur pasar selalu berupaya mencapai equilibrium, dan oleh karenanya diwarnai dengan beberapa alternatif strategi perusahaan antara lain: price taking, product differentiation, tacit collusion, dan exploiting market power. Objektif strategik TIO pada umumnya membatasi competitive forces, dengan model profitabilitas empirical regularities, dan nature of success factor-nya observed strategic factors.
TIO memiliki kelemahan dan oleh karenanya mendapat kritik. Pertama, TIO tidak dapat langsung diterapkan alam menganalisa perusahaan karena fokus pada persaingan berbasis ekonomi – translation. Kinerja ekonomi semua perusahaan dalam satu industri dianggap identik, padahal dalam kenyataannya tidak selalu sama. TIO tidak membahas faktor manusia sebagai perancang dan pelaksana strategi, padahal tanpa manusia yang berkualitas strategi tidak dapaty berhasil. TIO tidak menjawab bagaimana perusahaan harus bersikap dalam menghadapi perubahan struktur industri. Banyak variabel penting dalam struktur industri tidak terungkap.
Austrian School (AuS),
AuS menggunakan neoclassic economic theory sebagai dasar. Konsep utama neoclassic yang digunakan AuS adalah marginalism, opportunity cost, dan diminishing marginal utility. Asumsi yang digunakan oleh AuS antara lain, pasar sebagai sebuah proses, perusahan akan bertindak dengan perilaku yang sama, perusahaan dapat memiliki sumberdaya dalam kapasitas yang sama. Dengan asumsi tesebut AuS mengembangkan strategi creative destruction, yang konsekuensinya berupa langkah continuous innovation dan fleksibilitas dalam pengelolaan sumberdaya, karena itu muncullah intertemporal heterogeneity, sehingga ada unobservable influence of business performance. Pada kenyataannya perusahaan tidak berperilaku sama dan aksesibilitas perusahaan terhadap sumber daya tidak sama.
Perbedaan dan Persamaan RBT, TIO,& AuS, ketiga teori ini memiliki persamaan yakni merupakan landasan untuk penentuan strategi perusahaan dalam mencapai Sustaianable Competitive Advantage (SCA). Adapun perbedaannya, RBT fokus pad apencapaian distinctive competency dibandingkan pesaing karena FBT melihat perusahaan yang memiliki SCA adalah perusahaan yang memiliki kompetensi yang lebih unggul dibandingkan pesaing. Sementara itu, TIO fokus pada struktur pasar, sehingga strategi perusahaan ditujukan untuk mencapai market power. Contohnya strategi untuk menjaga agar tidak ada new entrant, dan lain-lain. Adapaun Austrian School, berupaya menjelaskan bahwa SCA dapat dimiliki perusahaan jika perusahaan secara terus menerus melakukan inovasi dan juga tedapat faktor entrepreneurial discovery.
Competition for the market dan competition in the market. Ketiga teori di atas (RBT, TIO, AuS) lebih tepat digunakan untuk menganalisis competition in the market, yakni kondisi dan karakter persaingan yang ditemui setelah perusahaan memasuki pasar/industri tertentu. Dinamika persaingan dalam konteks competition for the market dapat dilihat dari aspek outside, bagaimana interaksi antar dua atau lebih pemain dapat menyebabkan perubahan industri. Dinamika persaingan diwarnai dengan aksi-reaksi dan action yang mengakibatkan perubahan ekspektasi payoff lawan (strategic moves). Strategic moves penting karena mengandung irreversible dan ada impact terhadap perhitungan long run payoff. Pertimbangan yang penting dalam competition for the market adalah apakah setelah masuk ke industri tertentu mendapat profit (profit after entry), selain apakah sunk cost dapat dikelola untuk mendukung dicapainya Sustainable Competitive Advantage. Sunk cost yang berasal dari eksternal (exogenous) seperti plant dan mesin-mesin memiliki resiko untuk ditiru oeh pesaing, sementara sunk cost yang bersumber dari internal (endogenous) seperti aktivitas R&D dan advertising disebabkan karena proses yang spesifik relatif lebih sulit ditiru.
Interaksi dua arah antara proses penciptaan CA dengan dinamika industri dan persaingan yang terjadi dapat digambarkan menggunakan perkembangan evolusi persaingan: first mover advantage, imitation and improvement by follower, creating impediment to imitation, overcomming the impediment, serta leapfrogging. Dalam first mover, membutuhkan ketrampilan inovasi, customer knowledge market penetration and marketing skill, dan flexible manufacturing skill. Melihat karakternya, strategi RBT cenderung lebih cocok sebagai first mover advantage. Dalam imitation and improvement by follower diperlukan appropriability, dominan design paradigm, dan complementary asset.
Austrian School yang kemudian dikembangkan dalam hypercompetition cocok untuk mengalisa dinamika persaingan bisnis dengan kandungan teknologi tinggi, di mana aktivitas R&D juga tinggi, dan tuntutan terhadap intellectual property right (IPR) tinggi. Dengan karakter seperti ini, strategi persaingan untuk memenangkan competition for the market sebaiknya memperhatikan konsep hypercompetition ini.*****
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.