Posting Pak Benny Nasution (BN) menggugah saya untuk membagi informasi yang terdapat dalam sebuah artikel tulisan tiga serangkai: Rindova, Pollock dan Hayward (RPH) berjudul “Celebrity Firms: The Social Construction of Market Popularity”dalam Jurnal Academy of Management Review 2006 Volume 31, No.1, halaman 50 – 71 dan bukunya Joel Bakan (JB) “The Corporation, The Pathological Pursuit of Profit and Power” terbitan tahun 2004.
Komentar BN dapat diartikan sebagai: individu yang duduk dalam kepengurusan suatu organisasi sebaiknya membawa kemajuan bagi organisasinya; bukan sebaliknya, individu menggunakan organisasi sebagai alat untuk memajukan dirinya.
Hubungan individu dalam suatu organisasi dengan organisasi sebagai kumpulan individu yang memiliki persamaan kepentingan sering kali tidak mudah dipisahkan (Jones, 2004). Kreitner dan Kinichi (2004) bahkan menyebut organisasi adalah kenyataan sosial yang memiliki krieria sosial sebagaimana dinyatakan oleh Greenberg dan Baron (2003) yakni ada interaksi sosial antara dua orang atau lebih, adanya struktur interaksi yang stabil, perlu ada minat atau sasaran bersama di antara para anggotanya, dan tiap anggota perlu membedakan diri dengan yang bukan anggota. Dalam hububungan seperti tersebut di atas, jelas terlihat antara organisasi sebagai lembaga dan individu sebagai pengelolanya dapat saling memanfaatkan satu terhadap lainnya. Persoalannya berkaitan dengan etika, adakah batasan yang dapat membedakan kepentingan individu dan kepentingan organisasi? Dalam konteks kini, ketiadaan, kekaburan atau rendahnya pemahaman terhadap batasan tersebut dapat berujung pada tindakan korupsi jabatan.
Di pihak lain, interaksi organisasi dengan lingkungan luarnya, seringkali memberi berkah (endow) sekaligus hujatan bagi perusahaan. Jurnalis seringkali memberi atribut positif kepada perusahaan atas aksi mereka yang dinilai memberi manfaat bagi masyarakat. Atribut positif yang terus terakumulasi ini lambat laun menjadikan organisasi tersebut diberi status sebagai organisasi selebriti (RPH, 2006). Rein, Kotltler dan Stoller (1987) memberi pengertian tentang selebriti: “individual or organisation whose name has attention-getting, interest-riveting and profit generating value”. Individu dalam organisasi selebriti berpeluang menjadi individu selebriti apabila tindakan yang dilakukannya sejalan dengan strategi dan langkah organisasi dan selalu berusaha agar status selebriti organisasinya tidak hilang. Sebaliknya meski duduk di dalam kepengurusan organisasi selebriti, individu lainnya tidak serta merta menjadi individu selebriti jika tidak dapat memanfaatkan posisi organisasi sebagai organisasi selebriti.
JB mengingatkan bahwa acap kali kita tidak menyadari bahwa di sekeliling kita sudah dipenuhi oleh produk – produk organisasi selebriti. Apa yang kita makan, minum, lihat, kenakan, dengar, kendarai, pikirkan, kerjakan hampir semuanya didominasi oleh produk korporasi yang sebagian besar sudah menjadi organisasi selebriti. Kehidupan, perilaku dan budaya kita tanpa disadari dipengaruhi oleh “kekuasaan” para selebriti. JB juga mengingatkan bahwa dengan statusnya sebagai korporasi yang mencapai status sebagai organisasi selebriti seringkali para eksekutifnya justru merusak reputasi dirinya maupun organisasinya. Kasus Enron dan WorldCom merupakan contoh hal tersebut.
Dalam konteks Indonesia, khususnya sektor Telematika, apakah MASTEL sudah tergolong organisasi selebriti? Mengacu definisi Rein et all di atas dan melihat kiprahnya sejak didirikan hingga kini serta respon masyarakat, tentunya MASTEL sudah dapat dikategorikan sebagai organisasi selebriti. Jika demikian bukankah individu dalam organisasi selebriti berpeluang menjadi individu selebriti?
Kesimpulan sementara, individu pengurus organisasi selebriti yang memanfaatkan status organisasi guna meningkatkan nilai dirinya (menjadi berstatus selebriti) masih dianggap wajar bila dalam upayanya tersebut berpegang pada etika sehingga dapat membedakan kepentingan organisasi dan individu. Kegagalan individu selebriti sebagai pengelola organisasi individu yang disebabkan oleh ketidak-mampuan memegang teguh etika akan menghancurkan status dan reputasi organisasi selebriti, selain menghancurkan reputasi dirinya sendiri.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.