Hari Sabtu 1 Agustus 2009 saya diundang Himpunan Mahasiswa Elektro Politeknik Negeri Semarang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang Telekomunikasi dan Teknologi Informasi.
Selesai acara di Tembalang, saya bergerak menuju Pandanaran karena ada keperluan ke toko buku Gramedia. Selesai urusan di Gramedia, saya bergerak lagi menuju Banyumanik, karena rindu ingin melihat segenap wajah lingkungan tempat saya sekolah dulu, saya bergerak melalui Jalan Pandanaran II, menuju bunderan Air mancur, putar ke kanan, langsung naik Siranda, Sultan Agung, dan terus menuju Jatiangeleh, Srondol hingga sampai di tempat tujuan.
Ketika melewati Jalan Pandanaaran II, mobil yang saya tumpangi melambat persis di depan pintu masuk SMKN7 Semarang (dari belakang), dan setelah bergerak sedikit, saya kaget melihat, ternyata sekarang di lokasi sebelah kiri pintu masuk ada sebuah bengkel cukup besar, menghadap ke Jalan Pandanaran II. Karena senantiasa berpikir positif, secara reflek yang terpikir "wah hebat sekolah saya ini, berhasil mengelola unit produksi otomotif (atau sekarang oleh Pak Joko Sutrisno, Direktur SMK, yang teman baik saya itu, disebut sebagai Business Center), sehingga menjadi besar dan rame."
Seandainya tidak terlalu sore, karena sudah mendekati pukul 17.00, saya segera ingin berhenti dan - tentu saja - melihat - lihat sambil mengucapkan apresiasi kepada guru atau siapapun warga SMKN 7 yang sedang berada di situ. keinginan berhenti saya urungkan, jalan terus, namun keinginan untuk memberi apresiasi mendorong saya menelepon beberapa teman warga kamisetembang yang saya duga mengetahui ihwal bengkel tersebut.
dari tiga orang yang saya ajak bincang - bincang, dua dari tiga orang ini saya anggap mengerti status bengkel, cita rasa yang semula ingin memberi apresisasi berubah menjadi kecewa berat. Mengapa saya kecewa? dari info yang saya terima, ternyata bengkel tersebut dioperasikan oleh pihak lain (swasta) berdasarkan suatu "perjanjian" antara pimpinan sekolah dan pihak swasta tersebut. Saya sebut "perjanjian" karena tidak jelas, apakah itu perjanjian tertulis atau hanya lisan (verbal) antara pimpinan sekolah dan sang pengusaha swasta.
insting sebagai analist kebijakan publik dan pegiat good governance dan anti korupsi muncul begitu saja yang mendorong mulut dan tangan ini bicara. kepada sahabat tersebut, saya tanyai, bagaimana sejarahnya sehingga lahan milik negara diizinkan dipakai oleh swasta? apa dasarnya sehingga pimpinan sekolah "BERANI" memberikan hak penggunaan lahan kepada swasta? apakah ada perjanjian penggunaan lahan tersebut? Jika ada, apa saja isinya? siapa yang menanda-tangani dari pihak sekolah? apa hak dan kewajiban masing - masing pihak? apa bentuk benefit yang diterima oleh sekolah? uang? berapa banyak? kerja praktek siswa? sudah berapa banyak siswa yang kerja praktek di bengkel tersebut? jika sekolah menerima uang, apakah besarannya diketahui oleh semua atau hanya oleh beberapa orang saja? untuk apa pemanfaatan uang dari penggunaan lahan tersebut? Secara aturan Pemerintah (Daerah), apakah dibenarkan sekolah menerima uang dari penggunaan lahan? dan masih banyak pertanyaan lain yang saya semprotkan kepada teman ini dan tentu saja tidak terjawab oleh mereka berdua. saya kira mereka tidak tahu duduk persoalannya, sehingga mereka hanya bilang "MWR, aku ora ngerti".
nah, karena saya tahu pasti isi UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3, yang berbunyi "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)." Dan karena rasanya Anda semua tahu bagaimana KPK sukses menghukum pelaku korupsi dengan UU dan Pasal 3 ini, maka agar siapa saja pihak di SMKN 7 Semarang baik pimpinan sekarang maupun terdahulu tidak terlaporkan ke KPK dan terhukum seperti bunyi ancaman pasal 3 tersebut, maka dengan penuh rasa tanggung jawab sebagai warga negara, saya mohon agar:
1. Pihak sekolah, dalam hal ini pimpinan tertinggi, supaya menjelaskan status penggunaan lahan yang digunakan untuk bengkel tersebut (supaya dijawab, semua pertayaan yang saya sebutkan di atas;
2. Semua penghasilan dari penggunaan lahan tersebut, supaya dibukukan secara transparan dan dijelaskan untuk apa saja penggunaannya.
3. Jika dalam kenyataannya, sangat sedikit manfaat (dalam bentuk finansial maupun lainnya yang diterima sekolah (secara keseluruhan), sebaiknya segera diakhiri dan lahan tidak lagi digunakan untuk bengkel swasta, ubah bengkel menjadi business center sesuai program Pemerintah.
Apa yang saya ingin cari tahu, bukan untuk membuat malu pimpinan sekolah atau siapa saja yang telah terlibat dalam urusan ini, namun semata untuk menegakkan hukum, meningkatkan citra sekolah.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.