Boards That Deliver
Advancing Corporate Governance from
Compliance to Competitive Advantage
Ram Charam
Disarikan oleh: Mas
Wigrantoro Roes Setiyadi - 8605210299
Dewan Direktur (Board of Director / BoD) mengalami
transformasi yang sedemikian cepat sejak berlakunya Sarbanes-Oxley Act (SOA)
tahun 2002. Pergeseran kekuasaan antara CEO dan BoD nampak jelas. Anggota BoD
mulai mengambil tanggung jawab mereka secara serius, menyuarakan ide dan
pendapat, serta mangambil langkah – langkah sesuai tanggung jawabnya. Namun
demikian peningkatan hubungan antara CEO dan BoD dalam banyak hal belum
mencapai titik keseimbangan. Bahwa anggota BoD mulai menunjukkan kiprahnya
merupakan tindakan yang sudah lama diharapkan, meskipun demikian ada bahayanya
jika membiarkan mereka bertindak terlalu jauh. Anggota BoD dan CEO yang lihai
dapat merasakan tekanan ini. Keduanya menyadari bahwa praktek di masa lalu
mengalami kegagalan, upaya terakhir untuk membuat BoD sebagai bagian dari
strategi competitive advantage tidak
selalu berhasil.
Perubahan dalam
boardroom pada saat ini tidak ditandai dengan perubahan personalia namun oleh
atmosfer sosial. Boardroom memiliki energi lebih besar, kegembiraan, interaksi
antar-direktur diwarnai dengan rasa ingin tahu, dan persahabatan yang berarti
dengan CEO. Perbedaan dengan hari ini ada pada mindset, munculnya
keinginan bersama untuk melakukan sesuatu yang berarti. BoD mulai mewujud
sebagai institusi dari pada sekedar kumpulan orang.
Dalam banyak hal BoD terbukti
melakukan kelalaian yang berdampak biaya (costly mistakes). Ada kasus di
mana BoD mengangkat CEO dari luar lingkungan perusahaan, yang ahli dalam
pemangkasan biaya, namun sebetulnya perusahaan tersebut sedang membutuhkan
pemimpin yang mampu menumbuhkan bisnis. Semua BoD menginginkan melakukan hal
yang benar, apakah dengan mematuhi peraturan dan regulasi baru, atau memberi
kontribusi substansial dalam pemilihan CEO, memberi kompensasi pada manajemen
senior, memastikan perusahaan memiliki strategi yang benar, dan memberikan
kelangsungan kepemimpinan dan pengawasan yang semestinya. Guna mencapai potensi
terbaik, para anggota BoD harus secara terus menerus berkembang hingga mencapai
level yang lebih tinggi.
Evolusi
Board
Board mulai evolusi sebelum
era SOA. Pada mulanya mereka memiliki sifat seremonial (ceremonial),
mereka eksis hanya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Sarbanes-Oxley
mendorong banyak Board bergerak ke phase evolusi kedua; Direktur telah menjadi
aktif dan terbebaskan (liberated) dari CEO yang semula mendominasi
boardroom. Selain itu, telah menanti phase ketiga, ketika para direktur yang
aktif ini menyatu sebagai suatu tim dan menjadi progressive.
Ceremonial Board
Praktek di masa lalu yang
terjadi di boardroom, ketika seorang anggota BoD senior menasehati anggota BoD
yang lebih junior untuk tidak berbicara mengeluarkan pendapat dalam rapat –
rapat board, pada saat ini sudah tidak dapat dipertahankan. Pada masa itu CEO
memiliki peranan yang sangat besar. CEO tidak banyak berkomunikasi dengan
anggota BoD baik di dalam rapat maupun di luar acara rapat BoD. Ia hanya
berbicara dengan rekan Direktur yang dipercayainya saja. Akibatnya, anggota BoD
cenderung menjadi pasif, meski menjalani tugas dan tanggung jawabnya dengan baik.
Geoff Colvin, editor senior majalah Fortune, menandai era ini dengan
pernyataannya, “anggota BoD pada umumnya tidak dikenal publik, media jarang
menyebut nama atau mengutip pernyataan direktur, sehingga bila perusahaan
mengalami permasalahan atau bangkrut para direktur tidak perlu merasa malu atau
dipermalukan.”
Liberated Board
Sebagian besar Board
meninggalkan sifat seremonial setelah berlakunya SOA. CEO generasi baru
mengharapkan peran aktif para anggota BoD. Calon – calon anggota BoD diharapkan
mampu berpartisipasi aktif, dan hal ini merupakan persyaratan yang mesti
dipenuhi. Liberation merupakan kabar bagus, sementara liberation dapat berarti
berfungsinya BoD, ia juga berarti masing – masing direktur dapat menyuarakan
pendapat yang saling berbeda satu dengan lainnya. Jika kondisi semacam ini
tidak ditangani dengan efektif, liberation sebaliknya dapat membuat CEO dan
manajemen berkurang efektivitasnya, dan dapat berdampak negatif pada penciptaan
shareholder value.
Progressive Board
Board yang progressive
mematuhi dengan cermat hukum, dan mereka juga memegang erat semangat yang
terkandung dalam hukum dan regulasi. Hal in dilakukan – demikian ujar Andy
Grove, pendiri dan mantan CEO, dan Chair Intel (produsen microchip) “guna
memastikan sukses perusahaan berlangsung lebih lama dari pada kekuasaan CEO,
dari pada peluang pasar, dari pada siklus produk”. Guna mencapai mandat yang
lebih luas, board menjadi tim yang efektif, dan mereka mewujudkan value yang
diharapkan dengan menjaga indenpendensi. Sesama anggota BoD saling berwacana
tanpa merusak harmoni kelompok dan terjadi tanpa melalui CEO.
Progressive Board menambah
value pada beberapa level tanpa menghabiskan waktu manajemen. Berbagai
perspektif yang dibawa anggota BoD dari luar lingkungan seperti urusan legislatif,
perubahan ekonomi, bisnis global dan pasar keuangan, memperkaya upaya
management dalam membangun strategi dan mengelola perusahaan.
What
makes a Board Progressive
Charam berargumen, board yang
aktif dan penuh energi bukan jaminan bagi good governance. Ketika Liberated
board gagal untuk sepenuhnya mengembangkan diri dan menyatu kedalam institusi
yang kohesif, ia dapat berubah menjadi persoalan serius bagi bisnis. Artinya
meski di satu sisi Liberated board memiliki peluang sangat besar guna menambah
value bagi perusahaan, di sisi lain mereka juga beresiko terhadap erosi nilai
yang sudah ada. Untuk alasan ini, board perlu memasukkan unsur urgency dalam
percepatan transformasi.
CEO dan anggota board lainnya
perlu mempersiapkan diri dalam proses transformasi dari Liberated ke
Progressive. Untuk itu perlu dipahami building blocks yang membedakan
Progressive dari Liberated board. Pertama, group dynamics, maksud atau
tujuan interaksi antar antar-anggota board dan antara board dengan manajemen
merupakan perbedaan fundamental antara Ceremonial, Liberated dan Progressive
boards. Kedua, information architecture, bagaimana board memperoleh
informasi, dan dalam bentuk apa, merupakan aspek vital yang mewarnai bagaimana
board bekerja. Mekanisme kerja pada dasarnya sangat berbeda untuk tingkat board
yang berbeda pula. Ketiga, focus on substantive issues, semua yang
menjadi fokus perhatian board akan menentukan apakah boards dapat membantu
konsistensi value.
Kontribusi
Yang Diperhitungkan
Membangun pondasi bagi board
agar mereka dapat bekerja secara efektif perlu mendapat perhatian utama. Jika
hal tersebut tidak terpenuhi, upaya memberikan kontribusi nyata sepertinya akan
tenggelam dan membuat frustasi direktur dan CEO. Dengan memainkan grop
dynamics, information architecture dan focus memungkinkan boards menjalankan
pertimbangan umum terhadap topik – topik krusial. Praktek terbaik dalam lima
area membantu Progessive board menerapkan kebijaksanaan dan pengalaman mereka
memberi kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan bisnis.
Adapun kelima panduan aksi
tersebut adalah: [1] menetapkan CEO yang baik dan mempersiapkan mekanisme
suksesi; [2] menetapkan kompensasi bagi CEO; [3] menetapkan strategi yang tepat
bagi perusahaan; [4] membangun kumpulan generasi yang memiliki bakat
kepemimpinan; dan [5] memonitor kesehatan, kinerja dan resiko bisnis
perusahaan.
Perbandingan
dengan Literatur lain
BTD menyajikan kerangka teori
dan analisis tentang hubungan yang terjadi di dalam BoD. Kasus – kasus yang
diketengahkan dalam buku ini hampir semuanya terjadi di USA. Jika kerangka dan
ide – ide yang disodorkan dalam buku ini dicoba diterapkan dalam konteks
Indonesia, maka ia tidak sepenuhnya dapat diaplikasikan. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan struktur umum organisasi bisnis. Di USA, BoD merupakan
kumpulan dari individu yang terpilih untuk mewakili kepentingan stakeholder di
dalam perusahaan tertentu. BoD memiliki kewenangan tertinggi dalam memilih dan
mengangkat CEO, serta menetapkan arah dan strategi perusahaan. Anggota BoD
disebut direktur, sementara CEO membawahi manajemen yang sifatnya operasional.
Berbeda dengan USA, di
Indonesia berlaku UU-RI Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU-PT)
yang mengatur tata organisasi PT dan tugas – tugas pengurus. Pengurus perseroan
(organisasi bisnis) terdiri dari Komisaris dan Direksi, keduanya diangkat oleh
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Komisaris bertugas melakukan pengawasan serta
memberikan nasihat kepada Direksi, sementara Direksi bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan, mewakili perseroan di dalam maupun di luar
pengadilan.
Dari kedua fakta ini,
jelaslah bahwa peran Direktur (anggota Direksi) dalam perusahaan Indonesia
berbeda dengan peran Direktur dalam perusahaan Amerika Serikat. Demikian
halnya, Komisaris, karena tidak berwenang mengangkat atau memberhentikan
Direksi, maka perannya juga berbeda dengan Anggota Board di dalam perusahaan
Amerika Serikat.
Dari kajian kepemimpinan, ada
kesesuaian antara BTD dengan Resonant Leadership yang ditulis oleh Richard
Boyatzis dan Anne McKee (2005). Boyatzis dan Anne berargumen bahwa tindakan
yang benar yang pernah terbukti sukses di masa lalu tidak selalu dapat
diterapkan kembali dan meraih sukses yang sama di masa dan situasi yang
berbeda. Persoalannya, banyak pemimpin gaya lama yang kehilangan realitas
emosional, mereka masih terpaku pada keberhasilan masa lalu sementara zaman
sudah berubah, akibatnya mereka gagal membangun kepemimpinan yang bersifat
resonan yang dipercaya dapat membantu tercapainya competitive advantage.
Sementara Board That Deliver
(BTD) mengeksplorasi phase – phase evolusi Board dan menyarankan praktek
terbaik yang dapat dilakukan oleh anggota BoD guna mendukung tercapainya
competitive advantage, Resonant Leadership di pihak lain, menawarkan pencerahan
bagi para pemimpin (dimana anggota Board termasuk dalam kategori ini) untuk
mengatasi lingkaran setan, stres dan pengorbanan yang kesemuanya menghasilkan
ketidak-harmonisan umum (dissonance prevalent) dalam berbagai
organisasi. Intinya resonant Leadership dapat melengkapi pendakatan yang
ditawarkan Charam bagi Boards.*****
Phase 1:
Ceremonial
|
Phase 2:
Liberated
|
Phase 3:
Progessive
|
|
Group Dynamics
|
CEO all powerfull; director passive.
No productive dialogue in boardroom
|
Directors free to speak up in board room but… dialogue is
fragmented, a few directors overstep bounds, tangents drain energy, and most
of the time no consensus is reached.
Board pledges to improve but … focuses on mechanical
solutions and does not act on self-evaluation with conviction.
|
Director gets as a group. Mutual respect and trust among
directors and management. One or two directors emerge as facilitators to
channel lively debates. Everyone participates and consensus is very
frequently achieved on key issues.
Self-evaluation gives tool for continuous improvement and
directors take result seriously.
|
Information Architecture
|
Management tightly controls information flow.
Usually not the right amount of information. Information is
summarized at very high level, and presentations run long
|
Management willingly makes company transparent to board but
… is frustated by ad hoc demands by some directors that leave management
scrambling.
Board asks for more information but ... what they get is
not packaged well and doesn’t help that directors understand the guts of
business.
|
Information is focused, timely, regular, and digestible.
Management anticipates board needs
Directors learn the business
|
Focus on Substantive Issues
|
Compliance only. Ussualy rubber-stamps CEO’s decisions.
|
Board desires to make contribution but … overwhelmed by issues,
becomes driven by compliance and routine operating issues.
|
Board and CEO jointly set twleve-month agenda. Board focuses on
issues that are value-added and anticipatory, as well as those that are
compliance-related.
|
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.