Tuesday, April 03, 2007

The End of Poverty

1. Pengantar dan Latar Belakang
Buku Jefffery Sachs ini merekomendasikan perlunya dorongan besar yang melengkapi peningkatan dalam paket bantuan keuangan sebagai komplemen dari investasi dalam upaya mengakhiri kemiskinan dunia. Rekomendasi ini pada dasarnya mirip dengan yang pernah diserukan pertama kali di tahun 1950 dan 1960an dalam pembangunan ekonomi. Dorongan besar ini dimaksudkan untuk mengatasi masih adanya hambatan terutama dalam permasalahan informasi dan insentif yang dihadapi dalam perencanaan ekonomi skala luas. Pendekatan yang lebih menjanjikan antara lain dengan merancang insetif yang bermanfaat bagi negara-negara besar ketika memberikan bantuan kepada para miskin.

Sachs menyatakan bahwa bukunya menawarkan resep untuk mengakhiri kemiskinan, bukan sebuah ramalan. Ia menjelaskan apa yang dapat terjadi, dengan upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini dilatar-belakangi oleh fakta lebih dari delapan juta orang per tahun meninggal karena kemiskinan. Amerika Serikat (AS) telah meluncurkan program perang melawan teror, namun melupakan penyebab terdalam dari ketidak-stabilan global. Milyaran dolar yang dibelanjakan untuk mengadakan sistem persenjataan tidak akan dapat membeli kedamaian, sementara dengan sepersekian dari anggaran belanja membeli senjata, bila digunakan untuk membantu masyarakat miskin di negara-negara terbelakang dapat dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan. Harmoni kehidupan masyarakat dunia menjadi tidak stabil oleh karena adanya kemiskinan mendalam yang acapkali berujung pada kerusuhan sosial, kekerasan, bahkan terorisme global. Buku ini mengajukan pilihan – pilihan yang dapat membawa pada dunia yang lebih aman berdasarkan penghargaan serta penghormatan terhadap kehidupan umat manusia.

Berbekal dua puluh tahun pengalaman berinteraksi dengan banyak pemimpin pemerintahan dan mengunjungi lebih dari seratus negara, Sachs menyatakan ia telah mengetahui penyebab kemiskinan, peran kebijakan di negara-negara kaya dan kemungkinan untuk menghilangkan kemiskinan di masa datang. Ia percaya bahwa kekuasaan dalam generasi sekaranglah – bukan di generasi penerus kita - dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dunia.

2. Ide Utama
Prinsip utama yang ditawarkan Sachs untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan meningkatkan hingga dua kali lipat bantuan luar negeri hingga mencapai $100 milyar setahun, secara terus menerus hingga menjelang tahun 2015. Batuan luar negeri diyakini akan mengisi financing gap antara yang dibutuhkan sebuah negara dengan kemampuannya menyediakan sendiri, sehingga memungkinkan setiap negara miskin untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan mulai tumbuh perekonomiannya menggunakan kekuatannnya sendiri.

Elemen lain yang diajukan Sachs dalam upaya mengakhiri jebakan kemiskinan adalah paket menyeluruh dalam bentuk bantuan sandang, pangan dan papan yang dibutuhkan oleh rakyat miskin. Usulan ini didasari pada pertimbangan ada kekurangan investasi yang kritis seperti ketidak-mampuan dalam belanja kesehatan dan kesuburan tanah. Lebih jauh Sachs mengidentifikasikan intervensi ini sebaiknya merupakan bagian dari proyek-proyek dalam rangka Millenium Development Goals (MDG). Sachs menya-jikan lima puluh empat item checklist hambatan pembangunan yang harus diatasi dengan paket menyeluruh ini.

Sachs menganjurkan bahwa para pemimpin perlu percaya bawah mereka harus mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, intervensi berupa paket bantuan menyeluruh ini perlu diterapkan secara sistematis, hati-hati, dan dilakukan bersama-sama karena hal ini akan menguatkan hubungan antar – umat manusia. Keberhasilan dalam satu area, apakah itu di sektor kesehatan, pendidikan, produktivitas pertanian bergantung pada investasi.

Pertanyaannya, siapa yang akan dan bagaimana mengimplementasikan paket bantuan ini? Jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi bagian penting dari buku ini. Dalam menguraikan pendapatnya nyata terlihat bagaimana Sachs mendukung teori rekayasa sosial, sesuatu yang berseberangan dengan pendapat Popper tentang reformasi demokrasi. Dalam mewujudkan rekayasa sosial ini, Sachs berulang kali dalam buku ini mengingatkan pentingnya pemimpin pemerintahan dan lembaga pemberi bantuan untuk membuat perencanaan, agar segala sesuatunya dapat terwujud. Namun demikian, tidak berarti bahwa Sachs sedang menganjurkan untuk mengubah pola perencanaan menjadi perencanaan terpusat sebagai sebuah sistem ekonomi, sebaliknya Sachs secara jelas menunjukkan dirinya sebagai sebagai penganut paham pasar bebas. Tetapi ia juga mengritisi dengan pernyataannya bahwa pasar bebas tidak menawarkan banyak harapan bagi negara – negara termiskin, dan bahwa perencanaan bantuan yang dibuat secara komprehensif diperlukan untuk menjadikan seperenam dari populasi masyarakat dunia yang masih tergolong miskin terentaskan.

3. Research or not? What Methodology?
Buku ini merupakan satu dari banyak karya ilmiah maupun karya profesional yang dihasilkan oleh Sachs. Ditulis berdasarkan pengalaman dan perjalanan karir sebagai akademisi, konsultan, penasehat pemerintah, dan penelitiannya di berbagai negara tentang pembangunan ekonomi.Selama lebih dari dua puluh tahun Sachs berinteraksi dengan berbagai pemimpin dunia, memahami kondisi lokal di negara-negara yang dikunjung-inya, baik dalam kapasitas sebagai akademisi maupun konsultan. Dalam menulis buku ini, Sachs sebagai ahli ekonomi pembangunan menggunakan data – data kualitatif dan kuantitatif yang dikumpulkan dari berbagai sumber.

4. Argumen Penulis
Membandingkan antara Malawi, Bangladesh, India dan China, Sachs menyimpulkan bahwa sains dan teknologi menempati peran penting dalam proses pembangunan. Dari keempat negara tersebut dapat dilihat kemajuan pembangunan yang bergeser dari pertanian menuju industri ringan, urbanisasi dan akhirnya layanan teknologi tinggi. Jika pembangunan ekonomi merupakan tangga dan anak tangga tertinggi mencerminkan tingkat kemajuan ekonomi, maka ada sekitar satu milyar manusia yang hidup dalam kemiskinan, kesakitan dan kelaparan. Mereka menempati seperenam dari populasi manusia di dunia yang berada di bawah tangga pembangunan ekonomi. Secara berjenjang Sachs menggambarakan tingkat-tingkat kemajuan ekonomi di mana makin ke atas jumlah penikmatnya makin sedikit.

Kemiskinan ekstrim adalah ketika rumah tangga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk memertahankan kehidupan. Mereka menderita kelaparan kronis, tidak mampu mengakses layanan kesehatan, tidak memiliki sarana penyediaan sanitasi dan air minum yang sehat, anak-anak usia sekolah tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan, tidak memiliki tempat tinggal yang layak serta selalu kekurangan sandang. Sebagian besar kemiskinan ekstrim terdapat di negara negara sedang membangun. Di atas kemiskinan ekstrim terdapat kemiskinan moderat, yang mengacu pada kondisi kehidupan di mana kebutuhan dasar terpenuhi, namun hanya seadanya saja. Selain itu ada pula kemiskinan relatif yang didefinisikan sebagai rumah tangga yang berpenghasilan di bawah proporsi rata – rata national income. Mereka yang relatif miskin dan tinggal di negara kaya pada umumnya tidak memiliki akses kepada benda dan aksi budaya, hiburan, rekreasi dan layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas, serta kepemilikan yang dapat meningkatkan mobilitas sosial.

Sasaran dari saran Sachs adalah untuk mengentaskan seperenam penduduk dunia yang sekarang berada pada kemiskinan ekstrim serta memastikan bahwa semua orang miskin di dunia memiliki kesempatan untuk menaiki tangga pembangunan, menjadi semakin sejahtera. Sebagai masyarakat global, kita perlu memastikan bahwa aturan main internasional dalam manajemen ekonomi tidak menghambat upaya ini dengan adanya ketidak-cukupan bantuan, atau diterapkannya hambatan perdagangan yang bersifat proteksionis, membuat praktek keuangan dunia tidak stabil, peraturan dan perundangan yang mengatur perlindungan hak cipta dibuat tidak efektif, yang semuanya itu mencegah negara – negara berpenghasilan rendah dari meningkatkan statusnya dalam pembangunan ekonomi.

Sachs menekankan pandangannya bawah negara-negara miskin sangat membutuhkan dorongan besar dari negara-negara kaya. Alasan di balik pendapat ini adalah adanya jebakan kemiskinan yang disebabkan oleh sekurang-kurangnya tiga hal: pertama, masyarakat miskin tidak memiliki tabungan yang mencukupi karena seluruh penghasilannya habis digunakan untuk menyukupi kebutuhan dasar, tidak ada sisa income yang dapat dialokasikan untuk keperluan masa depan, sehingga kelompok masyarakat miskin ini terjebak pada angka pertumbuhan ekonomi negatif, mereka terlalu miskin untuk menabung. Kedua, adanya jebakan demografi, ketika keluarga miskin memilih memiliki banyak anak. Pertumbuhan populasi sedemikian tinggi sehingga melewati laju pertumbuhan tabungan (yang sudah rendah karena faktor pertama). Penyebab ketiga, pertumbuhan negatif (nonconvexity) pada fungsi produksi.

Peran bantuan luar negeri adalah untuk meningkatkan persediaan modal yang menyukupi hingga mencapai threeshold level, jika bantuan luar negeri cukup substansial, dan cukup panjang masanya, cadangan modal akan meningkat dan mencukupi untuk mengangkat rumah tangga hingga di atas garis kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi semakin menguat melalui tabungan rumah tangga dan investasi publik dengan dukungan pajak. Pandangan jebakan kemiskinan menantang untuk dikaji secara teoretis. Ada beberapa literatur yang mengaji masalah jebakan kemiskinan ini dan menunjukkan sulitnya dalam menarik kesimpulan tentang keberadaan jebakan kemiskinan, terutama benarkah dan efektifkah bantuan luar negeri dalam mengentaskan kemiskinan dikaitkan dengan pengaruh faktor – faktor lain seperti korupsi dan sistem politik di negara penerima yang bisa jadi berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan bagi rakyat miskin.

Berkaitan dengan faktor – faktor lain yang memengaruhi kesuksesan dalam memanfaatkan bantuan luar negeri, Sachs berargumen bahwa jebakan kemiskinanlah yang menjadi penyebab kemiskinan bukan karena kualitas pemerintahan yang buruk atau oknum pemerintah yang korup. Namun demikian, banyak juga argumen lain yang demikian kuat menyatakan bahwa pemerintahan yang buruk dan kebijakan publik yang jelek juga memiliki kontribusi dalam menyengsarakan rakyat dan lambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Sachs memertahankan argumennya dengan mengatakan “bila rakyat miskin menjadi lebih miskin karena pemerintahan yang buruk, lalu bagaimana kerjasama global dapat membantu?“ Ia ingin menyatakan bahwa kaum miskin di negara miskin – termasuk pemerintahannya – juga dapat dipercaya untuk mengatur dirinya sendiri, memanfaatkan dana bantuan luar negeri untuk menyejahterakan seluruh rakyat miskin di negeri tertentu.

Kenyataannya, jika korupsi dan bentuk- bentuk lain dari kebijakan yang buruk menjadi bagian terbesar dari permasalahan di negara – negara sedang membangun, maka solusinya menjadi semakin kompleks dari hanya sekedar top-down big-push sebagaimana disarankan Sachs. Diperlukan kebijakan ekonomi dan politik yang lebih serius untuk mencabut akar permasalahan kemiskinan. Diperlukan pemahaman dan akses kepada semua penyebab kemiskinan. Sayangnya, Sachs cenderung melihat masalah pengentasan kemiskinan sebagai masalah teknis semata yang dapat diperbaiki dengan intervensi dari hukum alam. Sebenarnya, yang diajukan Sachs bukan obat yang menjamin sembuhnya penyakit kemiskinan, namun sebuah model ekonomi pembangunan yang masih harus diuji dalam bentuk implementasi, sebagaimana dikatakannya bahwa problematik yang terjadi di Afrika dapat ditemukan solusinya teknologi praktis yang telah terbukti kemanjurannya.

5. Keterkaitan Dengan Pandangan Atau Referensi Lain
Isu pengentasan kemiskinan mengemuka dengan kuat sekitar awal 1990-an menyusul runtuhnya Uni Soviet. Para donatur internasional dan PBB dan khususnya pemimpin negara – negara miskin menyuarakan dua prinsip: bahwa kemiskinan sejatinya dapat dihilangkan, dan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan pusat dari upaya pencapaian sasaran ini. Aspirasi pengentasan kemiskinan terus meluas dan mendunia, sehingga mengristal dalam kesepakatan para pemimpin dunia yang dideklarasikan dalam The Millenium Development Goals (MDG), yang secara antusis meyakini bahwa kemiskinan dapat dihilangkan. Target yang ditetapkan cukup ambisius, bahwa pada tahun 2015, akan terjadi pengurangan angka kemiskinan yang dicita-citakan melalui berbagai upaya pendidikan, kesehatan, kesamaan gender, kelestarian lingkungan, dan penciptaan kemitraan global di mana sektor swasta akan diberi peluang untuk lebih banyak berperan dalam aktivitas ekonomi.

Konsep pengentasan kemiskinan yang diajukan Sachs pada dasarnya tidak berbeda dengan konsep serupa yang pernah muncul di tahun 1950-60an. Walt Rostow dalam bukunya The Stage of Economic Growth (1960) mengajukan argumen bahwa negara dapat keluar dari stagnasi dan tumbuh berkelanjutan berdasar kekuatan sendiri bila difasilitasi oleh adanya bantuan keuangan dan peningkatan investasi. Dalam perjalanan setelah empat puluh lima tahun keyakinan ini mulai ditinggalkan oleh para akademisi dan ekonom, dengan alasan terlalu sederhana, dan yang terpenting ekonom mulai menyadari bahwa pembangunan ekonomi merupakan jalinan rumit dari pasar, politik, norma sosial, kelembagaan, kebijakan pemerintah, layanan sosial serta intervensi ekonomi mikro. Kesamaan lain dengan pemikiran generasi 60-an adalah kesukaan Sachs untuk menjanjikan hasil yang luar biasa. Ia berulangkali mengulang janji bahwa bila konsepnya ini bila diaplikasikan akan memberikan hasil yang luar biasa.

Sachs menunjukkan pengalaman suksesnya ketika menjadi konsultan dan penasehat ekonomi di Bolivia dan Polandia, pada waktu itu ia berhasil „menjinakkan“ inflasi yang menggigit kedua negara tersebut dengan metoda shock therapy. Pendekatan top-down, mematok nilai tukar dan menghentikan pencetakan uang merupakan saran yang diberikan Sachs kepada Bolivia dan Polandia. Sayangnya solusi top-down tidak terbukti ampuh untuk menjawab persoalan kerusakan sosial yang menyebabkan kemiskinan di negara – negara lain yang berbeda lembaga, norma sosial, dan rancangan ekonominya. Walhasil janji solusi besar untuk mengatasi masalah besar hanya sebagai pelengkap dalam praktik ekonomi, di mana biasanya para ekonom menguji perubahan marginal terhadap sistem yang ada atau kebijakan yang menyebabkan peningkatan marginal.

6. Kritik
Pada kenyataannya, tidak mungkin mengakhiri kemiskinan demikian ujar Tim Unwin dari University of London (2006) aktivis ICT for Development. Upaya menga-khiri kemiskinan melalui model yang dikembangkan Sachs dan pengikutnya tidak akan memecahkan persoalan mendasar yang menyebabkan kemiskinan; dan oleh karena itu dianjurkan kepada mereka yang diberi tanggung jawab membantu masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk meningkatkan taraf kehidupannya guna menciptakan dan mengadopsi alternatif lain selain model hegemoni.

Kritik lain terhadap buku ini diajukan oleh William Easterly dari New York University. Ia mengatakan Sachs tidak menyinggung sama sekali permasalahan administratif dalam perencanaan ekonomi, yang oleh sebagian besar ekonom justru menjadi perhatian utama. Setidaknya ada tiga permasalahan utama yang tidak disinggung Sachs, yakni: pertama, perencanaan dapat ditetapkan oleh pemimpin puncak (Presiden), namun masih harus diimplementasikan pada tingkat bawah, bagaimana merancang kontrak prinsipal-agent yang dapat memberikan insentif menarik bagi para oficer dan pegawai negeri untuk melaksanakan program bantuan bagi rakyat miskin, bila di tingkat bawah semua tindakan ini tidak dapat dipantau oleh mereka yang berada di puncak pemerintahan. Kedua, administrasi di tingkat atas tidak memiliki informasi tentang realita yang terjadi di tingkat bawah, sehingga dapat merancang kebijakan intervensi/bantuan yang tepat guna. Persoalannya acapkali tidak ada umpan balik dari penerima sehingga donor tidak dapat mengetahui apakah bantuannya tepat sasaran atau menyimpang ke keperluan lain yang tidak sesuai dengan tujuan bantuan. Ketiga, pada kenyataan terjadi multi-sasaran dan multi-lembaga yang saling berebut pengaruh dalam kebijakan pemberian dan penerimaan bantuan yang semua ini dapat melemahkan insentif bagi pelaksana dalam menjalankan tugasnya.

7. Komentar dan Kemungkinan Riset Lanjutan
Kasus yang disajikan dalam buku ini memberi dorongan bagi pembaca untuk melakukan sesuatu kebaikan, karena ide – ide Sachs diekspresikan dengan jelas (lucid) dan ditulis secara logis dan terorganisasi dengan baik. Membujuk dengan kesederhanaan pemilihan bahasa yang mudah dipahami. Menyajikan gambar besar (peta) kemiskinan dunia. Namun demikian Unwin menyatakan proposisi yang diajukan Sachs mengandung banyak kesalahan fundamental. Bagian kekuatan yang tercermin dalam buku Sachs ini datang dari gaya karismatiknya dan juga dari statusnya sebagai ekonom dunia yang disegani. Sungguh penting, demikian argumen Unwin, untuk mulai menyoroti konteks yang sangat berbeda tentang pengertian kemiskinan yang terus berubah.

Bisa dipahami bila Sachs melihat kemiskinan dari statistik pada tingkat nasional, dan berupaya menjelaskan bagaimana kemiskinan terjadi, serta membandingkan mengapa satu negara lebih miskin dari negara lainnya, semua ini terutama karena hubungannya dengan profesi sebagai penasehat atau konsultan ekonomi para pemimpin pemerintahan.Akan berbeda kiranya bila Sachs mengalami sendiri secara fisik atau setidaknya merasakan suasana bathin kemiskinan yang dibicarakannya Melihat dari kedekatan, berinteraksi secara langsung dengan rakyat sangat miskin dan merasakan bagaimana menderitanya jadi orang miskin boleh jadi akan memperkaya nuansa penulisan buku ini. Selain itu, bisa jadi pula solusi yang ditawarkan Sachs tidak melulu dari aspek ekonomi makro, namun lebih realistik, implementatif, sebagaimana telah dilakukan oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh, atau penggiat sosial lain yang terjun langsung memerangi kemiskinan.

Kekosongan yang ditinggalkan Sachs ini dapat menjadi ruang baru bagi penelitian selanjutnya, seperti misalnya mengapa pada tahun – tahun pasaca perang dunia kedua, beberapa negara di Asia memiliki kinerja ekonomi yang kurang lebih seimbang, namun dalam perjalanan empat dekade ke depan, ada negara – negara yang laju pertumbuhan sangat istimewa, ada yang biasa-biasa saja, dan di ujung lain ada negara yang belum berhasil meningkatkan taraf hidup warga negaranya, sebagian besar rakyatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Terkait dengan menejemen strategik, buku Sachs ini dapat menjadi acuan bagi para eksekutif perusahaan dalam membuat kebijakan pro konsumen yang tergolong miskin. Bagaimana perusahaan, dengan sumber daya internal yang dimilikinya, dan motivasi memperoleh untung optimal, masih dapat berperan membantu masyarakat miskin mengentaskan dirinya dari kemiskinan, Satu hal, mereka – orang miskin – bila menjadi makmur dapat menjadi potensial pelanggan yang akan memberikan keuntungan bagi perusahaan. *****

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.