Inovasi memiliki hubungan non-linear dengan kinerja perusahaan (inverted U-shape); dan Teknologi Informasi (TI) tidak memiliki pengaruh signifikan pada kinerja perusahaan. Namun demikian sesudah memertimbangkan interaksi antara inovasi dan TI, ada efek positif pada kinerja perusahaan (Cheng & Chun, 2005). Dari pernyataan di atas dapat ditarik pendapat bahwa lebih banyak investasi pada modal intelektual tidak selalu lebih baik. Perusahaan sebaiknya mengkoordinasikan perbedaan perspektif dari modal intelektual guna meningkatkan kinerja.
Menghadapi meningkatnya kompetisi global, tumbuh pemahaman bahwa inovasi merupakan kekuatan kritis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, komunitas internasional, khususnya negara-negara yang relatif maju dalam sain dan teknologi, memberi nilai yang tinggi pada pengembangan sain dan teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir pengembangan TI telah berubah sedemikian cepatnya, sehingga dikatakan investasi TI membentuk infrastruktur knowledge management di dalam organisasi (Stewart, 1997; Bontis, 2002; Banker, 2003; Youndt et al, 2004). Demikian juga investasi perangkat keras dan lunak telah menunjukkan pertumbuhan yang menakjubkan. Meski demikian, TI tidak dapat menciptakan sustainable competitive advantage bagi sebuah perusahaan karena TI dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing. Lebih lanjut, munculnya open standard juga mendorong pelanggan dan pemasok mengubah ikatan kemitraan lebih mudah (Banker, 2003). Oleh karena itu, masih ada pendapat yang inkonsisten tentang apakah investasi TI dapat memberi manfaat substansial bagi perusahaan.
Kepemilikan pengetahuan, pengalaman yang telah diterapkan, teknologi yang dimiliki organisasi, hubungan dengan pelanggan dan ketrampilan profesional yang dapat memberikan kemampuan kompetisi di dalam pasar tertentu, merupakan definisi intellectual capital (Edvinson & Malon, 1997). Yang menjadi persoalan, tidak selalu intelectual capital dapat memberi keuntungan bagi perusahaan. Persoalan ini tidak hanya dihadapi oleh pelaku bisnis, namun juga menjadi pertanyaan di kalangan akademisi. Sebagian ahli berpendapat bahwa investasi intellectual capital secara nyata memberi kontribusi bagi diperolehnya profit (Bontis et al, 2000, 2002; Youndt, et al, 2004). Di pihak lain, beberapa ahli lain menyimpulkan bahwa intellectual capital tidak memiliki hubungan tetap positif dengan kinerja perusahaan (Huselid et al, 1997; Bharadwaj et al, 1999). Meski ada perbedaan pendapat tentang peran intellectual capital bagi kinerja perusahaan, sebagian besar sependapat tentang korelasi mutual di antara komponen intellectual capital.
Mengacu pada resource-based view (RBV), perusahaan merupakan kombinasi dari sumber daya dan kemampuan (Barney, 1991). Ketika sumber daya ini bersifat unik, memiliki nilai, jarang dimiliki oleh perusahaan lain, dan sulit untuk ditiru, penggunaan semuanya dengan cara yang tepat akan memberi kontribusi bagi sustainable competitive advantage. Ketika menghadapi lingkungan ekonomi yang diwarnai dengan persaingan sengit, perusahaan harus memiliki kemampuan dalam inovasi, kualitas, serta kecepatan dalam membangun daya saing. Oleh karena itu, memberi perhatian khusus pada sumber daya guna mengakumulasikan inovasi dan TI akan memiliki dampak positif bagi kinerja perusahaan. Studi menunjukkan investasi TI memiliki asosiasi positif yang signifikan terhadap nilai perusahaan (Bharadwaj et al, 1999; Abody & Lev, 2001).
Mengacu pada teori di atas, investasi inovasi dan TI yang lebih besar akan memberi lebih banyak kemudahan bagi tercapainya kinerja yang lebih baik. Namun demikian, pendapat ini tidak selalu didukung oleh fakta yang konsisten. Berdasarkan teori pertumbuhan, perusahaan akan selalu memiliki batasan untuk berkembang, salah satunya disebabkan oleh kemampuan manajemen (Penrose, 1959). Demikian pula teori kurva-S, dan investasi R&D yang relatif tinggi tidak serta merta dapat menghasilkan kinerja (Foster, 1986). Ketika aktivitas R&D mencapai titik tertentu, produktivitas R&D mulai menurun. Lebih jauh, ketika teknologi mencapai tingkat kedewasaan, investasi TI berada pada lapisan terbawah, dan resiko fluktuasi teknologi akan berkurang. Namun demikian hal ini juga akan menurunkan return yang sebelumnya berhasil dicapai oleh invetasi TI.
Meskipun investasi TI memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan, besarannya telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir (Chang & Chun, 2005). Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Pertama, disebabkan oleh perubahan teknologi yang sangat cepat, investasi TI cenderung terdepresiasi dengan cepat pula. Selain itu, ketika perusahaan telah menjadi lebih canggih dengan memanfaatkan TI, tidak lama kemudian pesaing akan membuat duplikasi kemampuan TI yang sama atau bahkan lebih baik dari yang dimiliki perusahaan, sehingga periode keunggulan sebagai pelaku pertama menjadi lebih singkat.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.