Setiap hari mata manusia melihat alam di sekitarnya, beranjak dari kamar tidur, lingkungan rumah, perumahan, sepanjang jalan menuju tempat kerja, dan apa saja yang dijumpainya selama perjalanan. Di antara berbagai hal yang dilihat, ada yang dilihat cukup lama, diperhatikan dan membekas di memori; ada yang hanya dilihat sekilas tidak diingat lagi, dan ada pula yang dipandang namun tidak dilihat.
Kelompok pertama. Kelompok ini dapat pula menjadi penyebab perubahan preferensi dan atau perilaku bagi yang melihatnya, apabila dilihat secara terus menerus. Kelompok kedua, hanya dilihat karena dianggap tidak penting, tidak terkait dengan kepentingan maupun tidak dapat dilihat, diperhatikan, diingat, disebut objek utama, yang karena sifat penampilannya, substansinya, pelakunya dan lain sebagainya sehingga dapat menyita perhatian memberikan kontribusi bagi pelihatnya. Kelompok ketiga, sama sekali tidak penting, sehingga tidak sedikitpun membekas di ingatan.
Manusia cenderung memusatkan perhatian pada hal – hal besar sebagai fokus penglihatan, dan tidak memerhatikan detil gambar atau hal – hal di luar materi yang menjadi pokok perhatian dari sebuah gambar. Demikian pula dengan entitas yang lain seperti perusahaan, masyarakat, partai politik dan bahkan pemerintahan. Acapkali pimpinan organisasi memandang sebelah mata kepada urusan – urusan yang dianggapnya sepele, atau dalam istilahnya Profesor Schoemaker, Peripheral Vision. Dianggap sepele, urusan kecil dan oleh karenanya tidak memerlukan perhatian pimpinan organisasi karena pada waktu dikenali tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap eksistensi organisasi.
Persoalan Office Boy (OB) di kantor misalnya, bukanlah urusan CEO, cukuplah atasan langsung yang harus menanganinya. Namun demikian persoalan OB bisa jadi urusan yang beresiko besar dan oleh karenanya harus mendapat perhatian dari CEO, ketika OB yang tidak puas diam – diam membocorkan rahasia perusahaan kepada pesaing. Atau dalam kasus lain, ketidak –puasan karyawan karena janji manajemen yang belum dipenuhi. Mereka tidak protes secara terbuka, namun melakukan aksi memperlambat ritme kerja, menurunkan produktivitas, hingga penyabotan yang dilakukan secara rapi dan terencana. Dalam skala negara, sering terjadi ada kelompok masyarakat yang merasa kurang perhatian dari Pemerintah, atau merasa diperlakukan tidak adil akhirnya melakukan “perlawanan” dengan ingin memisahkan diri dari NKRI, atau selalu membuat kerusuhan.
Fenomena “urusan kecil” mirip gunung es, yang terlihat hanyalah ujung atasnya saja, di bawah itu ada berbagai komplikasi permasalahan yang dapat meletus setiap saat ketika jaring – jaring penahannya sudah tidak kuat lagi mencengkeram desakan permasalahan.
Pemimpin yang tabiatnya hanya percaya pada apa yang muncul di permukaan sulit memahami fenomena “urusan kecil” seperti contoh tersebut di atas. Mereka lebih suka pada laporan formal, atau urusan – urusan besar saja yang hasilnya segera terlihat nyata. Yang menjadi persoalan dan oleh karenanya perlu perhatian adalah bagaimana mengenali adanya persoalan kecil yang memiliki potensi menjadi permasalahan besar yang menganggu harmoni organisasi. Persoalan kedua, bagaimana berhubungan dengan “urusan kecil” tersebut dan kemudian mengatasinya sehingga semua pihak dapat menerima sekaligus menjalankan solusi yang disepakati.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.