Bandara Cengkareng Terminal II Kedatangan sore itu tak terlalu ramai. Penumpang yang baru tiba datang dan pergi silih berganti. Para penjemput, seperti biasa berdiri menunggu di pintu keluar. Ada yang santai, ada pula yang terlihat tegang, semua menunggu sahabat, kerabat, pimpinan atau siapapun yang hendak tiba. Di selasar persis di luar pintu terlihat banyak lelaki berdiri seperti menunggu mereka yang baru tiba. Hanya saja, sapaan mereka kepada penumpang tiba yang membedakan dengan penjemput. Mereka adalah penjaja jasa transportasi, atau taksi tidak resmi yang menawarkan jasanya di Bandara Cengkareng.
Setiba dari Pangkalpinang, aku tidak langsung pulang, karena mesti menunggu Widi, anakku bungsu yang akan menjemput dan menunggu Nunung, istriku yang masih dalam penerbangan kembali dari Pekanbaru. Sambil menunggu Widi aku bincang-bincang dengan Saut Simatupang, rekan satu kantor yang sama-sama tiba dari Pangkalpinang. Kami duduk di bangku panjang di teras panjang bandara. Saut menunggu bis, aku menunggu Widi dan Nunung. Tak lama kemudian Widi datang, dan sesudah itu bis Damri jurusan Blok M yang ditunggu Saut datang, jadilah saya dan Widi duduk berdua. Sejurus perut terasa lapar, aku mengajak Widi ke KFC. Widi memesan ayam combo dan aku memesan fish burger. Selagi menikmati makanan, Widi berkata sambil menunjuk beberapa orang berseragam kaos ungu dan celana panjang putih "Pah, itu tim kesebelasan Malaysia" wajah mereka rata-rata lesu, dan kuyu seperti tidak terurus, saya berujar "mungkin karena mereka kalah."
Selesai makan, kami kembali ke bangku semula. Belum lama kami duduk datang seorang lelaki yang langsung duduk di sebelahku menawarkan parfum. Kami hanya senyum dan menggeleng. Tak mau menyerah, lelaki tersebut mengeluarkan sebuah bungkusan kotak dari saku jaketnya, yang ternyata parfum bermerk Bvlgary. kami tetap mengatakan tidak hingga akhirnya lelaki tersebut ngeloyor pergi. selesai tawaran parfum datang lagi lelaki lain dengan memegang sebatang rokok kali ini menanyakan apakah saya punya korek api, saya jawab "saya tidak merokok". rupanya minta api merupakan teknik perkenalan, sejurus kemudian orang ini menanyakan tujuan "mau kemana Pak?" saya jawab "pulang" dia bilang lagi "mari Pak saya antar" saya jawab "tidak usah, terima kasih" dia masih bertahan. rokok dimasukkannya ke saku dan duduk di sampingku sambil memperkenalkan diri "nama saya Sukin" saya hanya mengangguk dan mengalihkan perhatian ke Widi dengan melakukan percakapan agar Pak Sukin merasa tidak dibutuhkan.
Tak lama datang rombongan 7 orang lelaki, rupanya yang 6 orang bersama - sama baru tiba dari Batam dan yang seseorang yang ternyata rekan kerja Sukin (sebut saja Acun). Acun dengan proaktif menawarkan jasa taksi (bus kecil) untuk mengantar rombongan 6 orang ini. salah satu dari 6 orang ini meladeni pembicaraan Acun, dan 5 lainnya acuh tak acuh, mungkin lantaran kecapaian. mereka duduk di bangku sebelah saya duduk. yang paling dekat dengan saya bertanya waktu, saya jawab "6.30" dia berkata, "masih sore" saya penasaran dan bertanya "emang mau kemana Pak?" dia jawab "mau ke Cirebon" saya tanya lagi "dari mana Pak? "Kuala Lumpur, Malaysia" jawabnya. saya tak bertanya lagi. saya lihat kawan di sampingnya merogoh saku mengambil rokok dan mengeluarkan paspor warna hijau. Dari penampilan mereka yang terkesan lugu, bukan orang sekolahan, hitam legam seperti sering terkena sengatan matahari, ramput panjang, celana jean belel, baju kaos dan sepatu boot proyek, saya mengira-ira mereka ini para pekerja proyek yang baru pulang dari berkarya di luar negeri.
Acun terus menawarkan jasa dengan meyakinkan murah, pakai AC, dan lain sebagainya. Di samping saya Sukin yang semula tenang, hanya memerhatikan 6 orang ini satu persatu pelan-pelan berdiri dan berkata kepada salah satu dari mereka "sebaiknya jangan lama-lama di sini, kurang aman" yang diajak bicara diam saja hanya memandang wajah Sukin. Saya mulai mengira-ira apa hubungan Sukin dan Acun, pesaing atau "kawan bermain?' Tak mendapat respon Sukin minta api kepada salah satu dari enam orang ini yang sedang merokok, dan mulailah pembicaraan di antara mereka berdua, sementara si pemimpin pergi entah ke mana. terlihat lelaki yang diajak bicara Sukin mulai manatap kawan-kawannya untuk menerima tawaran Sukin. Acun diam saja memandang Sukin beraksi.
Tiba - tiba yang tadi bertanya ke saya kembali bertanya "Pak, jam segini masih ada Damri ke Gambir kan ya? saya jawab, "coba saja tanya ke loket" (sambil menengok ke arah loket) pria ini mengangguk dan langsung beranjak ke arah loket Damri, yang langsung dibuntuti Acun dan berusaha mencegah agar tidak bertanya ke loket. Ketika lelaki tersebut mendekati loket Damri, si pemimpin datang, kali ini disertai pria lain berbaju putih yang langsung berkata keras "ayo angkat tas, kita berangkat!!!" mendengar pria berbaju putih ini, mata Sukin menyorot tajam ke wajah si pria sambil kepalanya menggeleng, dan Acun yang sedang mengejar lelaki ke loket berbalik melarang angkat tas dan mengusir pria tersebut. Si pria tahu diri dan langsung meninggalkan kelompok ini. Si pemimpin bengong.
akhirnya lelaki yang kelihatan paling tua dan berkulit paling hitam berbicara dalam bahasa cirebonan, supaya menunggu kawan mereka yang sedang ke loket Damri. semua diam sampai si pria yang baru kembali dari loket mengajak semuanya pindah mendekati tempat berhentinya bus Damri. Sontak Acun menahan mereka dengan menawarkan diskon dan bisa berhenti di mana saja kalian suka. Sukin terlihat merangkul lelaki yang sedari tadi diajaknya bicara. sang pemimpin dan empat orang lainnya sudah berdiri dan memegang tas masing-masing, haya tinggal seorang yang masih duduk dirangkul Sukin. Si paling tua memanggil kawannya ini dan menatapnya tajam, hingga Sukin melepas rangkulan.
Berenam mereka beranjak ke arah tempat pemberhentian bis, diikuti Acun dan Sukin yang terus merayu. Acun dengan gayanya yang lugas sedikit kasar, Sukin dengan gaya halus dan tenang sambil ikut menarik tas lelaki yang tadi diajaknya bicara. ketika mereka berdelapan meninggalkan bangku saya berkata pada Widi "kita lihat, apakah rayuan dua orang tersebut berhasil" mendengar perkataan saya Widi hanya tertawa saja.
Dari kejauhan saya lihat dua orang ini masih berjuang untuk menjual jasanya, hingga tak lama kemudian datanglah bus yang ditunggu dan keenam orang ini naik. Melihat adegan ini Widi berkata "Pah, tuh Sukin gagal meraih rejeki" saya mengiyakan. Setelah bus berjalan, Acun dan Sukin berjalan kembali ke arah kami duduk dan ketika melewati bangku kami, mereka menengok ke arah saya dan saya tatap dengan wajah kosong. dalam hatiku "jangan menyerah, masih banyak rejeki lain."****
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.