Wednesday, May 25, 2005

Dapatkah Undang – Undang Telekomunikasi, Pers dan Penyiaran Diterapkan Untuk Mengatur Internet

Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi

Ada pertanyaan menarik berkaitan dengan penggunaan Internet yang muncul dalam suatu diskusi, apakah regulasi atau pengaturan yang sekarang ini berlaku untuk telekomunikasi, penyiaran, dan pers dapat ditarik dan diterapkan pada Internet? Latar belakang pertanyaan ini didasarkan pada pesatnya penggunaan Internet hingga sekarang ini, dan kenyataan bagaimana Internet mengubah atau bahkan mengganti peran berbagai media komunikasi yang ada sekarang.

Pertanyaan tersebut di atas dicoba dijawab oleh Marsden dalam kumpulan essay hasil karya para ahli di bidang konvergensi Telekomunikasi, Informastika, dan Multimedia yang bertajuk Regulating The Global Information Society. Di dalam buku terbitan Routledge tahun 2000 ini ada artikel menarik tulisan Richard Collins (professor dari London School of Economics and Political Science, yang sekarang menjabat sebagai Deputy Director and head of Education at the British Film Institute) berjudul Realising Social Goals Inconnectivity and Content. Dalam salah satu bagian tulisannya Collins mengutip teori-nya Werbach (Digital Tornado: The Internet and Telecommuncation Policy, 1997), bahwa pada akhirnya Internet akan mampu menggantikan peran berbagai media komunikasi yang sekarang sudah ada seperti Televisi, Radio, dan Surat Kabar. Jika demikian halnya, besar kemungkinan regulasi atau pengaturan yang berlaku pada penyiaran dan telekomunikasi bisa ditarik dan diterapkan pada Internet. Sebagaimana sudah dicontohkan oleh the UK House of Commons Select Committee on Culture, Media, and Sport ketika mereka membuat pernyataan sebagai berikut: the Internet will become increasingly a platform for audio-visual content barely distinguishable from broadcast content.

Lebih lanjut Collins menjelaskan, ada beberapa isue yang berkaitan dengan perlu-tidaknya regulasi Internet, terutama dikaitkan dengan perlunya memenuhi universal service obligation dan universal access, serta masalah konten:
1. regulasi terhadap konten yang bernuansa negatif, bagaimana mencegah terjadinya unlawful dan atau offensive material.
2. regulasi terhadap konten yang bernuansa positif, bagaimana menjamin penyediaan konten yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
3. regulasi dan alokasi domain names dan IP address, bagaimana menjaga agar regulasi memberikan competitive advantage bagi pengguna Internet.
4. keseimbangan pemenuhan kebutuhan antara pengguna dan penyedia konten terutama berkaitan dengan masalah IPR.
5. perlindungan konsumen dari fraud dan kejahatan lain yang menggunakan Internet sebagai medianya.

Setelah membaca bagian lain dari buku tersebut, dan mengaitkan dengan kondisi Indonesia, saya berpendapat bahwa beberapa isu tersebut di atas ternyata belum semua ditangani dengan baik. Hanya yang nomor 3 (regulasi dan alokasi domain names dan IP Address) saja yang secara de facto sudah cukup bagus ditangani oleh IDNIC dan APJII, meski barangkali masih ada kurang sana - sini. Namun, jika saya amati lebih dalam lagi, keberadaaan IDNIC yang berperan sebagai institusi pengatur nama domain masih kurang kuat posisinya, dan oleh karenanya sering digoyang oleh pihak- pihak yang ingin mengambil alih. Apakah ia berbentuk organisasi nirlaba, yayasan, atau usaha profit, yang semuanya berbadan hukum. Untuk itu, akan lebih baik kiranya bila keberadaan IDNIC lebih diformalkan sehingga menjadi kecil kemungkinannya terjadi, bila di kemudian hari ada yang bermaksud untuk mengkooptasi (kecuali bila dikehendaki oleh pengurus IDNIC sendiri).Untuk item 1,2,4, dan 5, memang belum ada regulasi formalnya, namun secara sepintas saya sudah melihatnya dalam draft RUU tentang Cyberlaw dan Telematika yang masing - masing dirancang oleh tim dari Universitas Indonesia dan Universitas Pajajaran bekerja sama dengan ITB. Rasanya sudah waktunya kita memfokuskan energi dan perhatian bagi dimilikinya perundangan dan peraturan tentang Internet khususnya dan Telematika umumnya, agar arah dan hasil yang ingin dicapai dengan penggunaan Internet bisa terwujud. Ayo kita dorong bersama RUU Cyberlaw dan Telematika agar segera menjadi UU.Satu hal yang penting, sebagaimana saya kemukakan di muka, yang perlu dicermati dengan UU Cyber dan Telematika ini adalah kenyataan bahwa trend Internet menjadi substitusi media komunikasi konvensional sudah mendekati kenyataan, dan oleh karena itu, jangan sampai kenyataan ini menjadi bencana bagi pengguna Internet sebagaimana bencana yang pernah menimpa kalangan media konvensional di jaman Orde Baru. Saya setuju bagian pertama pendapat Werbach, tetapi menanggapi dengan hati - hati bagian kedua penyataannya.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.