Tuesday, June 05, 2007

Kekuatan Ekonomi Dunia Bergeser Ke Asia

Resensi Buku

Judul: CHINDIA, How China and India Are Revolutionizing Global Business
Editor: Pete Engardio
Penerbit: McGraw-Hill Companies
Tahun: 2007
Tebal: 384 termasuk Reference dan Indeks


Buku ini terinspirasi dari pembahasan mengenai Cina dan India dalam majalah BusinessWeek, yang meneliti implikasi perekonomian dari kebangkitan kedua negara, membandingkan model perekonomian, dan peran keduanya dalam perekonomian global. Pembahasan diawali dari munculnya korporasi, teknologi, dan sistem keuangan, serta berbagai hambatan seperti faktor sosial, politik dan lingkungan di kedua negara yang harus diatasi agar dapat terus mengembangkan potensi perekonomian. Dari uraian panjang ini penulis mengajukan pertanyaan, negara manakah yang akan memiliki posisi yang lebih baik dalam meneruskan perkembangan jangka panjang? Apakah Cina, dengan kemampuannya mengerahkan modal dan buruh untuk membangun infrastruktur dan skala manufaktur secara besar besaran? Atau India, dengan usaha yang berfokus pada teknologi manufaktur, piranti lunak, jasa outsoucing dengan kualitas tinggi pada harga yang sangat rendah? Apa yang akan terjadi jika kedua negara raksasa Asia tersebut bergabung menjadi satu negara raksasa Chindia?

Perbedaan dan Persamaan
Saat ini, Cina dan India merupakan pasar yang sangat penting bagi perekonomian dunia. Jika dicermati, terdapat perbedaan di antara konsumen India dan Cina. Pertama, ukuran pasar. Meski populasi penduduk hampir berimbang, pendapatan perkapita Cina tiga kali lebih besar dibandingkan India. Kemudian terdapat perbedaan budaya. Masyarakat India lebih suka membeli barang berkualitas bagus dengan harga yang rendah, sedangkan masyarakat Cina tidak memandang apakah harga suatu barang terlalu mahal atau murah. Dalam tempo relatif singkat Cina menunjukkan kemampuannya sebagai negara pengekspor dan sekaligus pasar domestik terbesar di dunia untuk berbagai barang industri. Di sisi lain, India lebih menguasai industri software, desain, dan jasa sehingga membawa berperan penting dalam rantai inovasi teknologi global. Banyak perusahaan teknologi besar, seperti Microsoft, Motorola, Hewlett-Packard, dan lain-lain yang mempercayakan ilmuwan India untuk merancang software dan multimedia feature pada produk-produk mereka selanjutnya.

Penerapan business culture di Cina terlihat tidak jelas. Penurunan pembagian output perekonomian untuk negara menurun sekitar 30% selama 2 dekade terakhir. Kepemilikan pemerintah dipusatkan pada sektor utilities, transportasi dan industri berat. Tetapi birokrat pemerintah Cina masih menyebar ke seluruh bagian perekonomian walaupun kebanyakan eksekutif perusahaan-perusahaan besar dikuasai oleh Partai Komunis. Akibatnya, keberhasilan bisnis di Cina bergantung pada hubungan dengan pejabat dan penguasa Partai Komunis. Business culture di India pun tidak jauh berbeda. Walaupun sistem perbankan dan industri utama merupakan milik pribadi, hingga tahun 1990-an, ketatnya peraturan dan kelambanan birokrasi menghalangi pengusaha untuk memperoleh dana investasi. Infrastruktur yang sudah tua, birokrasi yang lamban dan hukum buruh yang ketat membuat India sulit untuk memberhentikan pekerja yang memperlambat pengembangan industri. Jika India dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, maka akan dapat menandingi Cina dengan model industri yang sama sekali berbeda.

Kesadaran masyarakat India terhadap pendidikan sangat tinggi, termasuk dalam menguasai bahasa internasional sehingga mendorong sumber daya manusia India menjadi semakin produktif. Dalam membangun perekonomiannya, pemerintah India mendapat dukungan dari para pengusaha maupun masyarakat pada level individu. Walapun tergolong negara miskin, di India terdapat berbagai perusahaan-perusahaan bertaraf internasional. Cina dan India memiliki perusahaan-perusahaan besar yang namanya mulai dikenal di seluruh dunia, seperti perusahaan Huawei, CNOOC, ZTE, Wipro, Tata, dan Infosys.
Kedua negara tersebut menjadi sangat kuat terutama dikarenakan kemampuan mereka yang saling melengkapi. Cina akan tetap mendominasi barang-barang manufaktur tetapi lemah dalam industri teknologi, sedangkan India sebaliknya. Seandainya industri kedua negara tersebut disatukan dalam Chindia, maka mereka akan mengambil alih teknologi industri di seluruh dunia. Dalam setiap dimensi perekonomian, seperi konsumen, investor, produsen, dan penggunaan energi dan komoditi, kedua negara termasuk dalam kelas berat. Konsumen dan perusahaan Cina dan India selalu menuntut teknologi dan feature terbaru. Pada dekade selanjutnya, Cina dan India akan dapat menguasai buruh, industri, perusahaan dan pasar di dunia dan menggantikan dominasi Amerika.

Dilema Bagi Amerika
Industri Amerika mulai dikacaukan dengan kedatangan pesaing dari Cina, dari industri peralatan dapur, ban mobil hingga peralatan elektronik. Harga jual barang-barang yang berasal dari Cina lebih murah 30% sampai 50%. Amerika pun mengalami dilema. Di satu sisi, Amerika memperoleh keuntungan besar dari hubungannya dengan Cina. Amerika mendapatkan pasar yang besar untuk produk-produk industrinya. Murahnya harga barang-barang Cina dapat menekan inflasi di Amerika dan mengeluarkan Amerika dari ancaman terjadinya resesi. Namun di sisi lain, Amerika mengalami defisit perdagangan yang sangat besar sehingga dapat menyebabkan turunnya nilai dolar yang akhirnya dapat mengacaukan sistem keuangan dunia. Amerika tentu saja tetap memanfaatkan ekspansi Cina tetapi jika Amerika tidak memenangkan tantangan industri tersebut, maka Amerika akan kehilangan kekuatan dan pengaruh dalam perekonomian.

Keuangan dan Perbankan
Modernisasi sistem keuangan merupakan prioritas utama bagi India dan Cina. Dengan adanya peranan public listing di Cina, bank milik negara dapat menyiagakan sistem perbankan negara. Bursa efek yang tidak berkembang di Shanghai dan Shenzen, sebagian besar bergerak dalam perdangangan jangka pendek dibandingkan kebutuhan perusahaan – perusahaan Cina untuk meningkatkan kapital. Dan saat ini banyak sistem peminjaman yang tidak resmi berkembang untuk ikut serta dalam sistem keuangan di Cina.

Model perekonomian Cina dirancang dengan pengerahan kapital secara besar-besaran. Birokrasi pemerintah dari Beijing turun ke kota-kota kecil bertujuan untuk membangun kawasan industri dengan mendorong investasi terutama investasi dari luar negeri. Sebagai konsekuensi atas tinggginya investasi asing, Cina menikmati pembangunan di seluruh negara. Sedangkan sistem keuangan India dalam perkembangan, ditandai dengan banyaknya pinjaman bank, dominasi perusahaan pemerintah, dan proyek-proyek yang menguntungkan. Secara keseluruhan, pasar keuangan India mengalokasikan modal dengan lebih efisien dibandingkan dengan Cina. Banyak ekonom beranggapan India dapat terus berkembang terutama karena mampu meningkatkan efisiensi dan investasi asing.

Tantangan di India berbeda dengan di Cina karena sistem perbankan India lebih sehat dan bursa efek India merupakan salah satu dari yang terbesar dan lebih berpengalaman dalam perkembangan dunia. Pembatasan yang ketat terhadap investasi asing juga telah memperlambat proses industrialisasi. Beberapa bank India memberikan kredit mikro dengan bunga rendah kepada orang miskin yang ingin memulai bisnis kecil sementara liberalisasi mulai membuka sektor-sektor yang menguntungkan bagi investor asing untuk dapat ikut serta dalam kegiatan perekonomian India.

Faktor Politik
Meski tidak secara eksplisit dinyatakan, Engardio meyakini bahwa kemak-muran China di masa mendatang tidak akan terpengaruh oleh kondisi politik domestik. Politik dianggap sebagai konstanta. Jika pemimpin China setuju bahwa politik dianggap konstan, maka dalam beberapa tahun mendatang China akan meneguhkan sebagai negara kapitalis-komunis.
Di India, demokrasi lebih baik dari China, pergantian pemimpin nasional relatif lebih sering dibanding China, peran swasta dalam perekonomian lebih menonjol dibandingkan pemerintah, namun karena sebagian besar rakyatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan, dapat dipertanyakan keberhasilan pemerataan kesejahteraan di India. Untuk China buku ini tidak banyak mengupas hubungan keberhasilan ekonomi dengan politik, sementara untuk India, tidak banyak penjelasan mengenai pemerataan kesejahteraan yang baru dinikmati oleh mereka yang berpendidikan saja.

Chindonendia?
Bagi akademisi dan praktisi manajemen buku ini dapat menambah wawasan makro dalam strategi pembangunan ekonomi. Kajian pembangunan ekonomi bagaimanapun memiliki relevansi dengan bidang manajemen strategi. Kasus China dan India dapat menjadi pelajaran berharga bagi para ahli strategi perusahaan untuk memahami lingkungan eksternal perusahaan. Buku ini dapat melengkapi pemahaman tentang model strategi outside-in, atau menjadi acuan dalam meneguhkan pemahaman tentang organisasi industri, business cluster, inovasi, maupun leadership.
Bagi eksekutif pemerintah dan politisi buku ini dapat memberi pencerahan bahwa hubungan timbal balik antara pemerintah dan swasta yang mutual dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti dikatakan Marie Lavigne (1999) keberanian China mengubah iklim politik, membuka perekonomiannya, membuat sesuatu yang semula dianggap tidak mungkin menjadi dapat terwujud.
Bagi Indonesia, mempelajari sukses yang diraih China dan India, dan kemudian beraksi mengejar ketertinggalan dari mereka, apabila dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin kelak terbit buku berjudul Chindonendia, menampilkan trio kekuatan dunia baru, tiga negara yang jumlah populasi penduduknya mencapai lebih dari separo penduduk dunia. Luar biasa.*****

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.