Salah satu pekerjaan rutin setiap akhir tahun bagi eksekutif antara lain melakukan penilaian kinerja anak buahnya selama satu tahun yang segera akan berakhir. Hasil penilaian biasanya akan digunakan untuk pertimbangan kenaikan gaji pada tahun kerja berikutnya. Karyawan yang prestasinya dinilai luar biasa (excelent) dinyatakan layak mendapat persentasi kenaikan gaji tertinggi. Di ujung lain, pegawai dengan kinerja dinilai di bawah standar yang harus dicapai akan mendapat kenaikan nol persen.
Adil? Relatif! Bagi karyawan berprestasi, dengan diberikan kenaikan gaji tertinggi dapat dirasakan adil bagi dirinya jika kenaikan tersebut memenuhi harapan. Dalam kondisi demikian, perusahaan dan karyawan keduanya berlaku fair, prestasi dibalas dengan kenaikan gaji yang memadai. Namun bila kenaikan gaji masih di bawah tingkat yang diharapkan karyawan, sementara menurut perasaannya perusahaan memperoleh untung besar dari hasil kerjanya, maka wajar bila karyawan merasa diperlakukan tidak adil. Kondisi kedua ini menghasilkan keadilan bagi perusahaan namun tidak adil bagi karyawan.
Di pihak lain, karyawan tidak berprestasi menghasilkan dilema bagi dirinya dan perusahaan. Perusahaan tidak menaikkan gajinya boleh jadi karena alasan keadilan, memberikan penghargaan sesuai dengan kontribusi atau value yang diberikan karyawan. Selain itu, jika kepada yang tidak berprestasi-pun diberikan kenaikan gaji yang sama besarnya dengan yang berprestasi, maka hal ini dapat menjadi disinsentif bagi mereka yang berprestasi.Sementara itu, karyawan tidak berprestasi dihadapkan pada kenyataan yang harus dihadapi seperti makin mahalnya biaya hidup yang tidak lagi dapat dicukupi dengan penghasilannya sekarang. Padahal, harapan satu-satunya akan ada kenaikan gaji di tahun berikutnya. Dalam kondisi semacam ini keadilan lebih merupakan masalah persepsi dari masing-masing pihak.
Persoalan kenaikan gaji yang dikaitkan dengan prestasi kerja dapat dihindari bila perusahaan menerapkan kebijakan Pay for Performance. Artinya, ketika baru mulai bekerja atau sejak awal tahun karyawan mengetahui bahwa penghasilannya akan dikaitkan dengan prestasi kerjanya. Konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan perlu menyediakan perangkat ukur guna menilai prestasi kerja karyawan. Perangkat ukur ini sebisa mungkin yang transparan, objektif dan handal (reliable). Transparan dalam pengertian setiap karyawan memahami benar proses produksi atau pertambahan nilai yang berlaku di perusahaan. Selain itu karyawan juga memahami posisi dan tugas-tugasnya relatif terhadap bagian lain maupun terhadap proses produksi atau pertambahan nilai secara keseluruhan. Transparan dapat pula diartikan bahwa proses penilaian dilakukan secara terbuka.
Objektif artinya dalam melakukan tugas penilaian, Atasan terbebas dari muatan kepentingan pribadi, perasaan suka atau tidak suka terhadap bawahan yang dinilainya. Dalam melakukan penilian kinerja karyawan, Atasan harus semaksimal mungkin menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu, penggunaan data kuantitatif yang sesuai dengan tugas dan fungsi karyawan seperti angka penjualan, keluhan pelanggan, jumlah produksi, ketepatan waktu (punctuality), dan sebagainya juga akan membantu meningkatkan objektivitas penilaian.
Handal dalam konteks perangkat ukur ini dapat dan sukses diterapkan dalam berbagai kondisi perusahaan, baik ketika perusahaan sedang mengalami pertumbuhan, stagnan atau ketika penurunan kinerja secara keseluruhan. Handal dapat pula diartikan, sistem penilaian yang sama dapat pula diterapkan di perusahaan lain yang berbeda bidang bisnisnya.
Kesalahan umum yang seringkali terjadi namun tidak dirasakan adalah keterbatasan memory penilai. Kinerja yang dinilai memiliki rentang waktu satu tahun, sementara penilaian dilakukan hanya dalam minggu-minggu menjelang tahun kerja berakhir. Penilai cenderung hanya mengingat yang baru saja terjadi atau apa saja yang berhasil diingatnya. Kenangan baik-buruk dengan anak buahnya dalam bulan-bulan terakhir, acapkali menjadi acuan penilaian, sementara banyak kejadian penting pada beberapa bulan sebelumnya luput dari ingatannya. Mengatasi kelemahan Atasan dalam melakukan penilaian dan agar rasa adil bagi kedua belah pihak semakin meningkat kualitasnya, perusahaan yang menerapkan kebijakan Pay for Performance sebaiknya menerapkan pula perangkat pendukung seperti Balance-Score Card.*****
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.