Tuesday, June 05, 2007

SUCCESS BUILT TO LAST

1. Argumentasi Pengarang
Orang, tim dan organisasi yang luar biasa adalah orang-orang biasa yang melakukan hal yang luar biasa mengenai apa yang berarti bagi mereka. Untuk membuat suatu perubahan diperlukan perjalanan diri, integritas seluruh kemampuan pribadi dan kehidupan profesionalitas. Jika ketiganya dilakukan, maka akan terdapat potensi untuk menciptakan suatu organisasi dan peninggalan yang dapat diberikan kepada dunia untuk jangka panjang. Untuk itu dapat dilakukan dengan membangun gagasan, struktur organisasi dan model bisnis yang terbaik pada suatu perusahaan dibandingkan dengan menemukan berbagai hal mengenai manusia sebagai makhluk individu. Arti keberhasilan yang sesungguhnya adalah suatu kehidupan dan pekerjaan yang membawa pemenuhan kepuasan pribadi dan suatu hubungan tetap serta membuat perubahan di mana individu tersebut tinggal.

Terdapat tiga elemen dasar untuk mencapai suatu keberhasilan yang kekal yang diimplementasikan dalam kehidupan dan pekerjaan. Elemen pertama adalah Meaning, segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki arti yang dalam pada kehidupan. Penentuan tujuan yang didasarkan pada hasrat dan keinginan yang kuat dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan perubahan pada diri sendiri, perusahaan maupun masyarakat untuk menjadi lebih baik. Elemen kedua yaitu, ThoughtStyle, suatu rasa pengembangan yang tinggi terhadap akuntabilitas, keberanian, hasrat, dan tanggung jawab. Dengan memiliki pikiran yang sehat maka akan dapat menciptakan berbagai ide dan kreatifitas sehinga dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul.

Elemen ketiga yaitu, ActionStyle. Orang yang meraih keberhasilan yang kekal menggunakan cara yang efektif dalam setiap tindakannya. Tindakan yang efektif dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan, misalnya persaingan dan merekrut orang-orang yang bertujuan sama. Dengan bekerja sama sebagai tim, suatu keberhasilan akan lebih mudah untuk diraih. Ketiga elemen tersebut saling berkaitan satu sama lainnnya dalam mencapai suatu tujuan dalam kehidupan seseorang. Dengan merangkaikan ketiganya (Meaning, ThoughtStyle, dan ActionStyle) seseorang akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Segala sesuatu yang berarti (Meaning), diatur dalam pemikiran (ThoughtStyle), kemudian diterapkan dalam perkataan dan perbuatan (ActionStyle) sehingga mendukung apa yang berharga bagi mereka. Dengan menggunakan setiap kesempatan yang muncul maka pencapaian tujuan dan keberartian dalam kehidupan akan lebih mudah diwujudkan.

Setiap manusia dapat meraih suatu keberhasilan walaupun dilahirkan sebagai anak yang terbelakang atau tinggal dalam kemiskinan atau memiliki suatu kecacatan dalam hidup. Manusia dapat mengukur suatu keberhasilan dengan keadilan, kedamaian, kerendahan hati, kebaktian, pemaaf, berperasaan dan rasa cinta. Manusia tidak perlu menjadi kaya, berkuasa, terkenal, sehat, atau pandai untuk menjadi sukses. Jika suatu keberhasilan hanya diukur dengan kekayaan, popularitas, dan kekuasaan, maka keberhasilan tersebut tidak akan memuaskan dan tidak kekal. Kerberhasilan seperti itu akan memudar, menghilang atau menjadi kekosongan jiwa kecuali jika hal tersebut bukanlah tujuan utama dalam suatu keberhasilan. Ketidak-tahuan individu terhadap apa yang paling berharga dalam hidupnya untuk saat ini dan dan masa yang akan datang dapat menyebabkan kekecewaan dan ketidak-bahagiaan pada individu tersebut. Kebanyakan orang mengajukan suatu rencana hebat tanpa memiliki arti bagi dirinya. Tanpa memahami keingin-tahuan pribadi atau suatu hasrat yang berharga dalam kehidupan mereka, risiko kegagalan usaha akan bertambah besar.

Meraih keberhasilan memerlukan kegigihan dan hasrat, hanya cinta pada pekerjaan yang dapat menopangnya. Seseorang yang mencintai pekerjaannya akan bekerja lebih keras, bergerak lebih cepat dan mengajukan lebih banyak gagasan, dan akhirnya mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk berkembang dibandingkan dengan orang yang melakukan sesuatu hanya untuk hidup. Mengerjakan hal yang dicintai akan memberikan pengalaman yang sangat berbeda dalam bekerja. Pekerjaan akan terasa sangat menyenangkan sehingga tidak terasa seperti benar-benar bekerja. Dengan begitu, suatu keberhasilan akan mudah diraih.

Suatu keberhasilan tidak hanya didukung oleh satu keinginan yang kuat terhadap pekerjaan, namun masih banyak hasrat lain yang harus dikejar dalam mencapai keberhasilan yang kekal. Konsep keseimbangan adalah suatu omong kosong yang menyatakan bahwa seseorang hanya memiliki satu keinginan yang kuat dalam kehidupannya, dan pada saat dia mengetahui apa yang diinginkannya, dia akan bahagia. Namun pada kenyataannya, orang yang sukses tidak menggunakan keseimbangan sebagai suatu jalan utama. Mereka selalu melakukan apapun yang berharga bagi mereka yang didasari oleh berbagai keinginan dan hasrat yang kuat. Seseorang dapat meraih keberhasilan ketika tidak membatasi hasrat yang berada pada dirinya. Diperlukan ketekunan dan kerja keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Akhir yang bahagia datang dari mendengarkan bisikan yang berada di dalam kepala seseorang mengenai apa yang berharga baginya. Bisikan tersebut bergema melalui setiap sel dalam tubuh, bunyinya terdengar seperti silent scream yang membutuhkan suatu respon. Terdapat setidaknya empat perangkap yang dapat merusak kemampuan untuk merespon silent scream. Perangkap pertama, tidak mempertimbangkan karir yang bermanfaat. Suatu bisnis kecil yang menguntungkan lebih baik dilaksanakan daripada menuruti keinginan yang penuh dengan ketidak-pastian karena hal itu dapat menyebabkan suatu penyesalan.

Perangkap kedua, harapan untuk memperoleh berbagai hal yang bersifat materi. Jika seseorang mendedikasikan kehidupannya untuk berbagai hal yang hanya memberikan kesenangan sementara seperti mobil mewah, keanggotaan klub, pakaian bermodel, dan lainnya, maka ia tidak akan merespon silent scream dengan baik sehingga ia tidak dapat meraih suatu keberhasilan yang kekal karena yang dikejar hanyalah hal yang bersifat materi, bukan suatu pengembangan dalam kehidupan.

Walaupun tidak ada yang salah dengan memiliki berbagai benda materi, banyak orang yang terserat dalam kebosanan, mengejar apa saja yang diyakini dapat membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik. Seseorang yang menjadi lebih kaya, keinginannya untuk memiliki benda-benda materil akan meningkat. Masalahnya, tidak ada orang yang akan merasa cukup dengan apa yang tidak benar-benar mereka butuhkan untuk menjadi bahagia. Untuk mendapatkan kepuasan hati, yang harus dilakukan seseorang adalah mendengarkan apa yang penting bagi dirinya, bukan perkataan yang berasal dari teman, musuh maupun keluarga.

Perangkap ketiga, godaan kompetensi. Banyak orang yang disarankan untuk melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui bagaimana melakukannya. Dan merupakan suatu kesalahan jika membuat suatu keputusan mengenai karir dan kehidupan yang sepenuhnya berdasarkan pertimbangan orang lain. Orang yang telah meraih keberhasilan mengejar tujuan mereka karena tujuan tersebut berharga bagi mereka, bukan untuk suatu popularitas dan penghargaan. Namun banyak orang yang melakukannya dengan cara yang berlawanan. Mereka melakukan sesuatu karena mereka menginginkan popularitas dan penghargaan bukan untuk sesuatu yang berharga bagi mereka. Orang yang sukses mengakui keberhasilannya hanya pada dirinya sendiri, bukan kepada publik karena ia tahu bahwa silent scream tidak meminta suatu pengakuan dan penghargaan.

Perangkap keempat, penggunaan ‘atau’ sebagai pilihan. Salah satu sumber kesalahan dan membingungkan mengenai silent scream datang dari permainan kata-kata mengenai apakah menyenangkan diri sendiri ‘atau’ orang lain. Tetapi orang yang meraih keberhasilan berpikir berbeda yaitu, apakah menyenangkan diri ‘dan’ membantu orang lain pada saat yang sama? Apakah memuaskan diri sendiri dan orang lain? Bagi mereka, kehidupan jarang menggunakan kata ‘atau’.
.
2. Hasil Penelitian? Metodologi Yang Digunakan?
Buku ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan sejak 1996 hingga 2006, dengan mewawancarai tidak kurang dari seribu orang yang berasal dari berbagai kalangan: manajer bisnis, wirausahawan, guru, atlit, CEO, pemenang hadiah Nobel (seperti Nelson Mandela, Mother Theresa), Pulitzer, Grammy, dan Academy Award, seniman, ilmuwan, presiden, aktivis NGO, dan lain sebagainya. Dengan menerapkan batasan-tertentu, akhirnya diperoleh sekitar 200 orang yang digolongkan oleh penulis sebagai Builder.
Dari mereka yang diinterview, ditemukan gambaran praktek kebijaksanaan dan berbagai kisah mengenai keberhasilan yang luar biasa, berkelanjutan dalam berbagai bidang, profesi dan komunitas. mereka, yang telah diwawancarai oleh para penulis.

3. Hubungan Dengan Pandangan Atau Referensi Lain
Buku karya Jerry Porras, Stewart Emery dan Mark Thompson ini dapat digolongkan sebagai buku pencerahan kepemimpinan (leadership). Penulis mengajukan makna baru dari sukses yang diyakini oleh para Builder. Ukuran sukses tidak lagi berupa kekayaan materi, keberhasilan mencapai karir puncak, atau citra di masyarakat, namun lebih dari itu yakni, seberapa jauh para Builder membuat sesuatu yang berbeda, bermakna, memiliki dampak luas bagi masyarakat dan berkelanjutan.
Pandangan semacam ini sejalan dengan pemikiran D’Souza (dalam Proactive Visonary Leadership, 2006) tentang karakter pemimpin yang proaktif. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang proaktif. Mereka menetapkan tujuan dengan jelas dan pasti; melakukan perencanaan dan penjadwalan untuk mencapai tujuan, memikul tanggung jawab pribadi untuk melaksanakan dan mengikuti perencanaan dan penjadwalan tersebut; gigih dalam menghadapi rintangan; mengatur strategi untuk mencegah permasalahan yang mungkin munculsehingga tidak menghabiskan banyak waktu untuk memadamkan kebakaran, melainkan untuk mencegah kebakaran.

Jika Porras et all menyatakan para Builder mencapai sukses berkat ketekunan dan kecintaan kepada yang mereka kerjakan, demikian halnya dengan D’Souza yang menyatakan bahwa salah satu syarat mencapai sukses berkelanjutan adalah dengan mengerjakan segala sesuatu dengan tekun (persistence). Di bagian lain, Porras juga menyatakan perlunya percaya diri bahwa apa yang dikerjakan akan membawa keberhasian bagi diri sendiri dan orang lain. Pemimpin perlu menciptakan sikap atau keyakinan yang sulit diubah (mindset) yang kemudian akan memengaruhi apa dan bagaimana tindakannya kemudian (John Naisbit, 2006, Mindset). Jika seseorang percaya akan berhasil, maka tindak dan perilakunya akan mencerminkan ciri-ciri orang berhasil, sebaliknya mereka yang tidak percaya diri, maka langkahnyapun mencerminkan isi pikirannya.

Dari perspektif perilaku organisasi, Gary Yukl, 2002 (dalam Leadership in Organizations) menyatakan bahwa keberhasilan organisasi merupakan resultan interaksi antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang berpengaruh terhadap anggotanya untuk bersama-sama meraih sukses memiliki motivasi, kepribadian dan value, serta menularkan (induce) karakteristik ini kepada bawahannya.

4. Kritik
Pemimpin, menurut Daniel Goleman, Richard Boyatzis dan Annie McKee, 2002 (dalam Primal Leadership, Learning to Lead with Emotional Intelligence) dapat dikelompokkan ke dalam enam gaya kepemimpinan: visionary, coaching, affiliative, democratic, pacesetting, dan commanding. Setiap gaya kepemimpinan pada umumnya cocok untuk suatu masa dan keadaan tertentu, pemimpin dengan suatu gaya kepemimpinan yang berhasil di suatu organisasi belum tentu berhasil pula ketika menerapkan gaya kepemimpinan yang sama di organisasi lain. Demikian pula, seorang pemimpin yang berhasil membawa kesuksesan pada suatu periode, acap kali menemui kegagalan ketika memimpin pada periode berikutnya di organisasi yang sama. Meski mengakui bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan pemimpin dan organisasi, Poras et all tidak membahas hal ini (pengaruh gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan organisasi).

Kriteria sukses yang diajukan Porras et all dapat dikatakan sebagai kriteria normatif-universal, bersifat makro. Pada kenyataannya, di banyak organisasi, pada level mikro, khususnya organisasi bisnis, kriteria sukses masih diukur dari besaran kuantitatif seperti berapa besar dividend yang diberikan kepada pemegang saham, berapa persen pertumbuhan pasar, berapa poin kenaikan harga saham, dan lain sebagainya. Ukuran sukses secara kuantitatif masih dan akan terus digunakan, meskipun secara jangka panjang, atau sebagai akibat dari inovasi bisnis berbasis teknologi informasi, mulai muncul organisasi bisnis yang menggunakan kriteria keberhasilan model Porras, seperti Yahoo, Google. Namun demikian, ketika hendak mengetahui sudah seberapa bisnis mereka, masih tetap juga mengunakan ukuran kuantitatif, yang menunjukkan besaran uang yang mereka kuasai.

5. Komentar, Saran dan Kemungkinan Penelitian Lanjutan
Walaupun keberhasilan dapat didefinisikan sebagai pencapaian tujuan, terdapat perbedaan antara keberhasilan yang bersifat sementara dengan keberhasilan akhir. Keberhasilan akhir tidak dapat diraih jika tidak ditambahkan beberapa hal untuk dapat meraih sesuatu yang lebih besar. Banyak orang yang berhasil meraih kesejahteraan tetapi mereka tidak benar-benar meraih keberhasilan. Sedangkan orang yang berada dalam berbagai tingkat kesejahteraan, yang mendedikasikan dirinya untuk meraih sesuatu yang lebih besar dari kepentingan dirinya, dapat memperoleh kehidupan yang sangat memuaskan. Satu hal yang dapat memberikan suatu keberhasilan yang kekal adalah berusaha untuk menggerakkan lingkaran dari meaning, thought, dan action ke dalam kehidupan dan pekerjaan.

Setiap orang sukses pernah melakukan kesalahan yang dapat membawa mereka kepada kegagalan. Namun mereka tidak menyerah dan membiarkan pengalaman buruk tersebut terus menghantui. Mereka tetap terus berusaha hingga akhirnya mereka dapat meraih keberhasilan atas tercapainya tujuan dari kehidupan mereka. Walaupun telah memetik hasil dari kesuksesan, mereka tetap bekerja agar kesuksesan tersebut dapat terus dipertahankan.

Sukses berkelanjutan dapat diraih dengan inovasi yang dilakukan secara konitinyu (Paul C. Light, 1998, dalam Sustaining Innovation, Creating Nonprofit and Government Organizations That Innovate Naturally). Organisasi yang ingin sukses dalam ber-inovasi membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai institutional leader, menciptakan infra-struktur organsasi yang dibutuhkan bagi inovasi, menyelesaikan permasalahan yang timbul di antara para pemimpin/manajer; the critic, menguji rencana investasi, menetapkan sasaran dan membuat kemajuan; the sponsor, menyediakan, advokasi dan memimpin perubahan; the mentor, membimbing, membela dan memberi nasihat; dan the entrepreneur, mengelola unit organisasi yang melakukan inovasi (Jay Barney, 2007, dalam Gaining and Sustaining Competitive Advantage).

Menggabungkan argumen Light, Barney, dan Goleman et all, serta menggunakan segitiga Porras et all (Meaning, Thought, dan Action), buku Porras et all ini dapat dikembangkan lagi dalam sebuah penelitian yang mengungkap hubungan antara gaya kepempimpinan (Goleman et all), peran pemimpin dalam inovasi berkelanjutan (Barney) dan teknik meraih sukses (Porras et all).

6. Relevansi
Bagi sementara pihak, substansi yang disajikan dalam buku ini bukan hal baru. Bahkan dapat dikatakan sebagai isi lama dalam kemasan baru. Dalam masyarakat Jawa misalnya, ada istilah numusi, yakni sesuatu yang diyakini dan diupayakan dengan tekun pada akhirnya akan terwujud. Dalam literatur manajemen, keyakinan semacam ini disebut Pigmalion Efect. Oleh karena itu, dalam masyarakat Jawa diajarkan agar selalu berhati –hati ketika membuat janji, tekad atau sumpah.
Dalam kontek pengelolaan organisasi, buku ini mengingatkan bahwa zaman terus berubah, ukuran sukses tidak lagi yang bersifat material, kuatitatif, duniawi semata, namun lebih dari itu. Ukuran keberhasilan yang bersifat material, pada umumnya tidak berlangsung lama, sementara, kriteria keberhasilan yang bersifat universal, memberi dampak siginfikan kepada masyarakat akan berlangsung lama. Hal ini dapat dipahami karena kesuksesan semacam ini mendapat dukungan dari banyak pihak, sehingga semua merasa berkepentingan untuk memertahakan keberhasilan tersebut.

Buku ini juga seolah menjawab persoalan keburukan pemimpin yang menurut Barbara Kelllerman, 2004 (dalam Bad Leadership, What It Is, How It Happens, Why It Matters) bahwa manusia pada dasarnya selalu memiliki sifat buruk, sehingga menimbulkan tantangan bagaimana mengendalikan sifat buruk manusia agar tidak merugikan bagi sesama.
Bagi Indonesia - dinyatakan oleh politisi dan pengamat di berbagai media massa – yang sedang membutuhkan pemimpin berkualitas, baik di sektor publik maupun swasta, buku ini dapat memberi pencerahan dan bekal untuk menjadi pemimpin (yang) berhasil, bukan sekedar berhasil menjadi pemimpin.*****

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.