Ayahku bernama Mas Soetoro, kelahiran Palumbungan Desember 1926. Palumbungan adalah sebuah dusun di wilayah Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Sekarang sudah pensiun dari pegawai negeri di lingukngan Departemen Tenaga Kerja. Mas Toro demikian orang-orang di dusun Palumbungan memanggilnya, merupakan cucu laki-laki pertama dari seorang Kepala Desa. Ayahnya seorang Kepala Kantor Kawedanan. Ayah dan Ibu Mas Toro merupakan Saudara sepupu, dapat dipahami karena pada waktu itu, tahun 1920 ketika kakek nenek kami menikah lingkungan desa masih tergolong terpencil dari wilayah kota. Pak Toro 7 bersaudara, Tertua perempuan, kedua Pak, dan ada tiga adik perempuan serta dua adik laki-laki. Formalnya, Pak Toro hanya sekolah di Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA). Ketika revolusi ikut bergabung dalam Brigade XVII Tentara Pelajar, sehingga menerima beberapa medali Gerakan Operasi Militer (GOM) dan Bintang Gerilya, serta Satya Lencana yang semuanya tidak pernah dipajang, cukup disimpan rapi di laci meja kerjanya.
Ibuku Chabibah, kelahiran Banjarharjo, Brebes Juli 1935. Kakek (atau ayah dari Ibuku) bernama Mas Mangun Hudoyo, sinder atau mantri kebun di Pabrik Gula Kersana, Ketangungan Brebes. Keturunan ningrat Bupati Brebes entah yang ke berapa. Sedangkan Nenek (Ibu dari Ibuku) seorang wanita perkasa yang melahirkan anak sampai 10 kali, dua pertama meninggal, sehingga yang hidup sampai renta tinggal delapan termasuk Ibuku. Dari delapan anak, sekarang tinggal Ibuku seorang yang masih hidup. Moyang nenekku berasal dari desa Peninis-Karangmaja di wilayah Kecamatan Pengadegan Kabupatem Purbalingga. Sewaktu muda Kakek buyu (ayah neneku) pergi merantau ke Saudi meninggalkan warisan yang luasnya separo desa (ayahnya seorang Demang) dan sekembalinya di tanah jawa tinggal di Banjarharjo menjadi Kyai. Pendidikan formal Ibuku hanya lulus SMP yang konon ditempuh hampir delapan tahun karena harus mengungsi dari satu kota ke kota lain ketika zaman revolusi dulu. Kakek dan nenekku harus meninggalkan Banjarharjo dan meninggalkan segala harta karena tidak mau kerja sama dengan penjajah belanda, selain karena tiga anak lelakinya menjadi tentara republik yang bergerilya melawan belanda. Cerita nenekku, kemana saya mereka pindah dari kota ke kota, Ibuku selalu membawa buku sekolahnya. Itulah yang saya kagum dari Ibuku, meski sekolahnya hanya sampai SMP tetapi pengetahuannya luas, sampai usia di atas 70 sekarang ini hoby-nya baca koran. Ibuku pensiun sebagai pegawai negeri, petugas lapangan keluarga berencana.
satu hal yang saya teladani dari Ayahku adalah sikapnya yang tenang ketika menghadapi masalah apapun. Bahkan ketika kami masih kecil, di zaman gestapu, ayah saya masih berbaik hati kepada rekan dekat sekantor yang ternyata pimpinan partai komunis dan menjadikan Ayahku yang waktu itu anggota DPRD dan Ketua Cabang Partai Nasional Indonesia sebagai sasaran untuk dihabisi (oleh pki). Takdir menyelamatkan Ayahku dari muslihat dan jebakan oorang-oang yang ingin mencelakakannya. Selain sikapnya yang tenang, Ayahku juga disiplin dan jujur. Sampai sekarang kalau belum waktunya makan, tidak akan makan sesuatupun. Kejujuran Ayahku saya lihat ketika diberi amanat sebagai pemimpin proyek pembangunan gedung, pemborong menawari komisi atau uang kolusi agar Ayah saya menyetujui perubahan bestek, Ayahku menolak dan hanya bersedia menyetujui perubahan bestek bila dilakukan secara terbuka, pemborong diminta menulis surat resmi.
Dalam perjalanan waktu Ayahku lebih banyak berperan sebagai guru pertanian. banyak muridnya tersebar di seluruh Indonesia. ada orang bule, malah pernah muridnya Insinyur Pertanian. Ikhwal sebagai guru, ternyata membawa berkah bagi anak-anaknya. kakak saya yang tinggal di Sumatra, bertemu seseorang yang setelah basa-basi sana sini, eh ternyata pernah sekolah di sekolah Ayahku, dan masih ingat benar bagaimana beliau mengajar dan yang diajarkan. tahun 1988, sesudah pensiun beberapa tahun, atas kemauannya sendiri, Ayahku mendatangi dokter mata untuk operasi Katarak (penyakit keturunan, degeneratif, konon akibat pernikahan saudra dekat). Pasca operasi, beliau mengatakan sudah mulai bisa melihat bayang-bayang, makanya berani sholat, meski sebenarnya dianjurkan untuk tidak jongkok dan ruku'. Karena kuasa Allah semata, yang semula sudah mampu melihat bayang-bayang kembali gelap, sehingga kedua mata Ayahku menjadi buta total. Kami bawa ke jakarta untuk dioperasi lagi di RS Mata Aini dengan operasi Laser, namun tetap tida dapat tertolong. yang membuat kami, Ibu dan anak-anak tidak risau, adalah karena Ayahku dapat menerima kenyataan, tidak pernah ada sekalipun kata penyesalan dari mulutnya. terlihat Ayahku ikhlas menerima kenyataan ini.
Sekarang Ayah-Ibuku tinggal berdua saja di rumah kami yang cukup besar di kampung. Ayahku buta, Ibuku sering sakit-sakitan. Tinggal satu saja cita-cita mereka yang Insya Allah dapat dikabulkan Allah Yang Maha Kuasa, mereka ingin menunaikan kewajiban sebagai muslim memenuhi panggilan Allah pergi berhaji. setelah rejeki mencukupi, mendaftar berenam (bersama kakan dan istrinya serta istriku) agar kami berempat dapat mendampingi kedua orang tua yang telah renta, eh masih harus menunggu dan bersabar, karena dari pengumuman Depag ternyata hanya kakakku saja yang sudah masuk ke kuota. Doakan ya agar kami dapat mendampingi orang tuaku berhaji tahun 2007 ini.
Bermanfaat Bagi Manusia Lain Tidak Harus Memberi Dalam Bentuk Barang, Tetapi Dapat Memberi Dalam Wujud Ilmu Pengetahuan Yang Berguna Positif. Bermanfaat Itu Memberi Apa Yang Dibutuhkan, Bukan Apa Yang Diinginkan. Semoga Kumpulan Tulisan Ini Dapat Memenuhi Mereka Yang Membutuhkan. Illahi Anta Maqsudi Wa Ridhoka Matlubi. Ya Allah, Semua Yang Saya Kerjakan Tiada Lain Hanya Untuk Mendapat RidhoMu.
Wednesday, August 29, 2007
Tak Mungkin
Sahabat, pernahkah kaudengar telaga bernyanyi, awan berpuisi, dedaunan menari.
Mitra, bilakah kau saksikan belalang berenang, ayam menyelam dan ikan terbang.
Kawan, kapan lagi kita rasakan kedinginan di bawah hujan matahari, kehangatan ditengah badai salju, dan kenyamanan di hati terbakar.
Mitra, bilakah kau saksikan belalang berenang, ayam menyelam dan ikan terbang.
Kawan, kapan lagi kita rasakan kedinginan di bawah hujan matahari, kehangatan ditengah badai salju, dan kenyamanan di hati terbakar.
Sepanjang Jalan Panjang
di jalan panjang nun lurus tidak kelok,
gemerisik knalpot bajaj,
melepas asap dihisap pengendara sepeda motor di belakangnya.
lambat merayap disamping penjual buah nan tiada laku.
penjaja koran, rokok asongan menatap memelas,
anak istrinya di rumah mungkin sedang menantinya.
warung di seberang jalan setia menanti perut kosong tak kuat membayar.
tenda-tenda berjajar sepanjang tepian jalan menawarkan keringat dan gincu beraroma jelaga.
taksi penuh isi, berlari kencang seolah tiada ujung menanti henti.
dan hatiku tertambat pada tepian bibir dibalut rindu merapi melesatkan si gembel
penjaja lagu bersenandung sumbang bergitar lusuh,
namun wajahnya terus bersinar meski mentari telah berganti kelam.
gemerisik knalpot bajaj,
melepas asap dihisap pengendara sepeda motor di belakangnya.
lambat merayap disamping penjual buah nan tiada laku.
penjaja koran, rokok asongan menatap memelas,
anak istrinya di rumah mungkin sedang menantinya.
warung di seberang jalan setia menanti perut kosong tak kuat membayar.
tenda-tenda berjajar sepanjang tepian jalan menawarkan keringat dan gincu beraroma jelaga.
taksi penuh isi, berlari kencang seolah tiada ujung menanti henti.
dan hatiku tertambat pada tepian bibir dibalut rindu merapi melesatkan si gembel
penjaja lagu bersenandung sumbang bergitar lusuh,
namun wajahnya terus bersinar meski mentari telah berganti kelam.
Rokhmin
Kawan, engkau mendaki tebing menjulang, meniti bukit demi bukit, menyibak lorong berumput duri, berpeluh darah, mengusung beban ambisi tak kenal lelah.
Kawan, apa kau dapat di akhir perjalanan? lembah merana, ruang hampa pengap bekas derita, cibir dan sindir mereka engkau kalahkan, ingkar bukti mereka engkau beri.
Kawan, benar salah tak ada makna ketika kepentingan berkuasa. Jalan panjang di depan masih sisakan waktu merumput di sabana, muliakan tunas perwira."
Kawan, apa kau dapat di akhir perjalanan? lembah merana, ruang hampa pengap bekas derita, cibir dan sindir mereka engkau kalahkan, ingkar bukti mereka engkau beri.
Kawan, benar salah tak ada makna ketika kepentingan berkuasa. Jalan panjang di depan masih sisakan waktu merumput di sabana, muliakan tunas perwira."
Tiada Nada Cinta
Ku tak bisa menulis puisi cinta, ketika mesin meraung, kemudi dicengkeram.
Walau jendela terbuka, mengundang angin menyusup ke katup cinta.
Langkah kaki berbalur mawar namun tak kuasa menumpah lumpur.
Cantiknya selalu mengalir bagai air sungai pegunungan, suka merayap berderap senyap.
Lembut wajahnya merekat laksana emas bakarat.
Manis kalahkan kue bugis.
Tiada nada cinta semayam di dada.
Janji bersatu dibiarkannya membatu.
Jadikan diri dalam sepi, entah apa yang dinanti.
Walau jendela terbuka, mengundang angin menyusup ke katup cinta.
Langkah kaki berbalur mawar namun tak kuasa menumpah lumpur.
Cantiknya selalu mengalir bagai air sungai pegunungan, suka merayap berderap senyap.
Lembut wajahnya merekat laksana emas bakarat.
Manis kalahkan kue bugis.
Tiada nada cinta semayam di dada.
Janji bersatu dibiarkannya membatu.
Jadikan diri dalam sepi, entah apa yang dinanti.
Catatan Penjurian Best E-Corp 2007
Perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) oleh korporasi di Indonesia menunjukkan fakta yang cukup menggembirakan. Setidaknya itulah kesan saya selama mengevaluasi data 33 perusahaan yang mengirim jawaban kuesioner dalam rangka BEST E-CORP-2007 yang diselenggarakan oleh majalah ekonomi bisnis SWA.
33 perusahaan ini tergolong dapat mewakili sektor bisnis masing-masing. Ada yang bergerak di bidang asuransi, perbankan, distribusi, pertambangan, transportasi, farmasi, dan telekomunikasi. Salah satu ciri menonjol yang terlihat adalah perusahaan sudah menyadari dan mulai mengintegrasikan antara strategi bisnis dan strategi TIK, atau dalam kata lain, peran TIK sebagai darah perusahaan (yang apabila tidak tersedia, maka perusahaan akan berhenti beroperasi) sudah semakin diakui dan dirasakan kebenarannya.
Selain itu, untuk perusahaan yang menerapkan strategi bisnis customer oriented, seperti perusahaan asuransi dan perbankan penggunaan perangkat (gadget) TIK seperti Personal Digital Assisstant (PDA), aplikasi berbasis Internet sangat ekstensif. Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagaimana kita tahu, kompetisi merebut kepercayaan pasar sangat tinggi, sehingga layanan yang dari mana saja, kapan saja oleh siapa saja, menjadi dambaan setiap perusahaan zaman sekarang. Guna menjawab tantangan seperti itu, salah satu resep jitunya adalah memanfaatkan TIK seoptimal dan seefisien mungkin.
Perusahaan yang memiliki jaringan bisnis di berbagai wilayah, seperti sektor perbankan, distribusi, dan pertambangan sangat terbantu oleh kesediaan Internet yang dapat menghemat biaya telekomunikasi. Ketersediaan perangkat hardware dan paket software yang semakin hari semakin relatif murah, serta infrastruktur jaringan komunikasi data, khususnya Internet, yang semakin luas memberi peluang bagi munculnya inovasi baru dalam memanfaatkan TIK guna meningkatkan kelestarian keunggulan daya saing.
Bagaimanapun, harus diakui bahwa potret yang berhasil dikumpulkan masih memberi peluang bagi para eksekutif untuk meningkatkan lagi komitmennya terhadap pemanfaatan TIK bagi kemajuan perusahaan. Beberapa data yang belum semuanya terungkap adalah besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk investasi TIK. Jika data ini muncul, akan berguna untuk menilai persentase belanja TIK dibandingkan dengan total revenue tahunan dan persentase pertumbuhan perusahaan. Dari sini dapat ditarik suatu analisis apakah pertumbuhan perusahaan dipengaruhi oleh investasi TIK, jika YA, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar. Bila semua perusahaan menyajikan data ini, maka saya akan dapat mengatakan bahwa investasi TI di lingkungan korporasi di Indonesia memiliki peluang untuk mendorong pertumbuhan perusahaan sampai sekian persen per tahun.
Data lain yang tidak semuanya terisi adalah return on investment dari investasi yang dikeluarkan untuk membiayai proyek TIK. Sebagian besar hanya menguraikan secara kualitatif. Jikapun ada yang menguraikan secara kuantitatif, didominasi dengan asumsi-asumsi yang tentu saja hasilnya akan berbeda bila asumsinya juga berbeda. Saya dapat memahami mengapa masih sangat sedikit pelaku TIK (CIO) yang belum dapat menyajikan manfaat investasi TIK secara kuantitatif ketika ditanya hal ini. Hingga sekarang belum ada ketentuan yang mengatur perlakuan perhitungan manfaat investasi TIK, sehingga model dan cara menghitungnya sangat ditentukan oleh selera CIO. Ke depan saya melihat menjadi tantangan bagi para praktisi dan akademisi TIK untuk menghasilkan pedoman dan standar penghitungan manfaat investasi TIK.
Dari aspek organisasi yang mengelola TIK juga belum ada standar, apakah pejabat tertinggi yang bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan TIK, ditempatkan pada level direktur, general manajer, atau hanya manajer saja. Di beberapa perusahaan yang sudah mengangkat CIO dalam jabatan Direktur, berpeluang untuk memiliki tingkat kepatuhan (good governance) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memercayakannaya kepada seorang manajer di bawah general manager atau direktur. Hal ini mudah dipahami karena tentu saja kewenangan Direktur lebih tinggi dari Manajer. *****
33 perusahaan ini tergolong dapat mewakili sektor bisnis masing-masing. Ada yang bergerak di bidang asuransi, perbankan, distribusi, pertambangan, transportasi, farmasi, dan telekomunikasi. Salah satu ciri menonjol yang terlihat adalah perusahaan sudah menyadari dan mulai mengintegrasikan antara strategi bisnis dan strategi TIK, atau dalam kata lain, peran TIK sebagai darah perusahaan (yang apabila tidak tersedia, maka perusahaan akan berhenti beroperasi) sudah semakin diakui dan dirasakan kebenarannya.
Selain itu, untuk perusahaan yang menerapkan strategi bisnis customer oriented, seperti perusahaan asuransi dan perbankan penggunaan perangkat (gadget) TIK seperti Personal Digital Assisstant (PDA), aplikasi berbasis Internet sangat ekstensif. Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagaimana kita tahu, kompetisi merebut kepercayaan pasar sangat tinggi, sehingga layanan yang dari mana saja, kapan saja oleh siapa saja, menjadi dambaan setiap perusahaan zaman sekarang. Guna menjawab tantangan seperti itu, salah satu resep jitunya adalah memanfaatkan TIK seoptimal dan seefisien mungkin.
Perusahaan yang memiliki jaringan bisnis di berbagai wilayah, seperti sektor perbankan, distribusi, dan pertambangan sangat terbantu oleh kesediaan Internet yang dapat menghemat biaya telekomunikasi. Ketersediaan perangkat hardware dan paket software yang semakin hari semakin relatif murah, serta infrastruktur jaringan komunikasi data, khususnya Internet, yang semakin luas memberi peluang bagi munculnya inovasi baru dalam memanfaatkan TIK guna meningkatkan kelestarian keunggulan daya saing.
Bagaimanapun, harus diakui bahwa potret yang berhasil dikumpulkan masih memberi peluang bagi para eksekutif untuk meningkatkan lagi komitmennya terhadap pemanfaatan TIK bagi kemajuan perusahaan. Beberapa data yang belum semuanya terungkap adalah besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk investasi TIK. Jika data ini muncul, akan berguna untuk menilai persentase belanja TIK dibandingkan dengan total revenue tahunan dan persentase pertumbuhan perusahaan. Dari sini dapat ditarik suatu analisis apakah pertumbuhan perusahaan dipengaruhi oleh investasi TIK, jika YA, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar. Bila semua perusahaan menyajikan data ini, maka saya akan dapat mengatakan bahwa investasi TI di lingkungan korporasi di Indonesia memiliki peluang untuk mendorong pertumbuhan perusahaan sampai sekian persen per tahun.
Data lain yang tidak semuanya terisi adalah return on investment dari investasi yang dikeluarkan untuk membiayai proyek TIK. Sebagian besar hanya menguraikan secara kualitatif. Jikapun ada yang menguraikan secara kuantitatif, didominasi dengan asumsi-asumsi yang tentu saja hasilnya akan berbeda bila asumsinya juga berbeda. Saya dapat memahami mengapa masih sangat sedikit pelaku TIK (CIO) yang belum dapat menyajikan manfaat investasi TIK secara kuantitatif ketika ditanya hal ini. Hingga sekarang belum ada ketentuan yang mengatur perlakuan perhitungan manfaat investasi TIK, sehingga model dan cara menghitungnya sangat ditentukan oleh selera CIO. Ke depan saya melihat menjadi tantangan bagi para praktisi dan akademisi TIK untuk menghasilkan pedoman dan standar penghitungan manfaat investasi TIK.
Dari aspek organisasi yang mengelola TIK juga belum ada standar, apakah pejabat tertinggi yang bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan TIK, ditempatkan pada level direktur, general manajer, atau hanya manajer saja. Di beberapa perusahaan yang sudah mengangkat CIO dalam jabatan Direktur, berpeluang untuk memiliki tingkat kepatuhan (good governance) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memercayakannaya kepada seorang manajer di bawah general manager atau direktur. Hal ini mudah dipahami karena tentu saja kewenangan Direktur lebih tinggi dari Manajer. *****
Analisis Sumberdaya dan Kapabilitas Internal Perusahaan Menggunakan RBV
Mengapa suatu perusahaan secara terus menerus mampu mengungguli perusahaan lainnya? Salah satu jawaban yang ditawarkan terhadap pertanyaan ini adalah implementasi Resource-Based View - RBV (Peteraf, 1993). RBV dikatakan sebagai pendekatan baru dalam formulasi strategic management, dan dalam penjelasan lain merupakan upaya membangun keunggulan kompetitif yang merupakan hasil (resultant) dari hubungan antara keaneka-ragaman, ex post limits to competition, imperfect mobility, dan ex ante limits to competition.
Munculnya RBV berawal dari pendekatan klasik dalam formulasi strategi yang pada umumnya berangkat dari penilaian terhadap kompetensi dan sumber daya perusahaan, di mana hal – hal yang berbeda (distinctive) atau superior dari pesaing dapat menjadi basis keunggulan kompetitif (Andrews, 19971; Thompson dan Strickland, 1990). Asumsi dasar RBV adalah bahwa sumberdaya dalam perusahaan bergabung menjadi satu (bundles) dan kemampuan yang mendasari produksi tidak sama satu dengan lainnya. Perusahaan yang memiliki serta menggunakan sumberdaya dan kemampuannya secara efisien memiliki peluang yang lebih besar untuk beroperasi secara lebih ekonomis dan atau lebih baik dalam memuaskan pelanggan. Keaneka-ragaman (heterogeneity) menunjukkan secara tidak langsung bahwa suatu perusahaan yang memiliki berbagai kemampuan dapat berkompetisi dan hasil minimal yang diperolehnya setidaknya impas (breakeven). Sementara perusahaan dengan sumberdaya marginal hanya dapat berharap memperoleh impas, namun perusahaan dengan sumberdaya superior akan memperoleh rents.
Menggunakan pendekatan Ricardian rent, dapat disimpulkan bawah perusahaan yang memiliki sumberdaya superior - yang tersedia secara terbatas - dan menggunakannya secara efisien dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya sepanjang mampu mengendalikan sumberdayanya agar tidak dimiliki pihak lain secara bebas atau ditiru oleh pesaing. Keadaan semacam ini mirip dengan monopoly rent, perbedaannya terletak pada dalam model monopoli keaneka-ragaman dihasilkan dari kompetisi spasial atau perbedaan produk. Keuntungan (profit) monopoli diperoleh dari pembatasan output yang dilakukan secara sengaja, sementara dalam Ricardian rents, keuntungan diperoleh dari kelangkaan yang sudah menjadi sifat (inherent scarcity) dari pasokan sumberdaya. Terlepas dari kedua rents di atas, agar keunggulan kompetitif tetap bertahan kondisi keaneka-ragaman sumberdaya harus tetap dipelihara dengan menjaga rents tetap di atas biaya (ex ante limits to competition).
Kajian mengenai RBV terpusat pada dua faktor kritis yang membatasi ex post competition: imperfect imitability dan imperfect substitutability. Kedua upaya ini disebut sebagai mekanisme isolasi (Rumelt, 1987), atau mobility bariers (Caves dan Porter, 1977), atau perluasan entry barriers (Bain, 1956). Sebaliknya, Yao (1988) berpendapat bahwa kegagalan keunggulan pasar secara mendasar disebabkan oleh ekonomi produksi dan sunk costs, transaction costs dan imperfect information. Faktor – faktor lain yang dapat menghambat imitasi adalah time compression diseconomies, asset mass efficiencies, interconnectedness of asset stocks, asset erosion, dan causal ambiguity (Dierickx dan Cool, 1989). Faktor imobilitas atau imperfect mobility merupakan kebutuhan kunci lain untuk keunggulan yang lestari (sustainable).
Analisa sumberdaya perusahaan dan posisinya dalam persaingan merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengembangan strategi menggunakan RBV (Thompson et all, 2005). Pada tataran praktikal, analisa diawali dengan mempertanyakan seberapa baik strategi yang ada, kemudian melakukan identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan sumberdaya perusahaan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang ada di luar lingkungan perusahaan. Langkah berikutnya mengevaluasi apakah harga produk/jasa dan biaya sudah unggul dari para pesaing. Ketiga langkah di atas kemudian digunakan untuk menganalisis apakah perusahaan lebih kuat atau lebih lemah dari para pesaing. Dengan mengetahui posisi perusahaan relatif terhadap pesaing dalam suatu industri, manajemen dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengidentifikasi isu – isu strategis yang memerlukan perhatian, terutama bila strategi yang ada belum mampu menjawab perubahan yang terjadi di lingkungan luar, atau tidak dapat memanfaatkan sumberdaya perusahaan secara efisien dan efektif.
Jika manajemen memutuskan untuk mengubah strategi yang ada, pertanyaannya adalah tindakan (actions) apa saja yang diperlukan untuk memromosikan pelaksanaan strategi dengan lebih baik. Thompson et all (2005) menawarkan lima tindakan manajerial yang memfasilitasi eksekusi strategi, sementara Afuah (2004) menawarkan pengelolaan sumber penghasilan (sources of revenues) dan sasaran pasar. Lima tindakan yang disebutkan Thompson et all mencakup: penyusunan sumberdaya yang mendorong eksekusi strategi dengan baik; penerapan kebijakan dan prosedur yang dimaksudkan untuk memfasilitasi eksekusi strategi; memakai best practices dan mengupayakan peningkatan berkelanjutan dalam aktivitas rantai nilai (value chain); menggunakan sistem informasi dan operasi yang memungkinkan personalia perusahaan untuk melaksanakan peran strategis masing – masing dengan cakap; dan memberikan hadiah (rewards) dan atau insentif kepada semua eksponen perusahaan atas pencapaian strategi maupun sasaran keuangan.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Afuah (2004) berargumen bahwa keberhasilan strategi perusahaan dapat diukur dari nilai kepuasan pelanggan yang tercermin dari berulangnya mereka membeli produk/jasa perusahaan. Persoalannya, value yang diharapkan berbeda dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, oleh karenanya menjadi penting bagi perusahaan untuk memutuskan pelanggan atau kelompok pelanggan mana yang akan dijadikan sasaran layanan, serta seberapa banyak permintaan value mereka akan dilayani. Selain itu pada suatu sasaran pasar seringkali terdapat peluang untuk memperoleh lebih dari satu sumber pendapatan, dan tambahan revenue ini bahkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari sumber utamanya. Dicontohkan penjual mobil, selain memperoleh keuntungan dari penjualan mobil juga mendapat tambahan penghasilan dari jasa perbaikan dan pemeliharaan yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari penjualan mobil.
Selain memberi value kepada pelanggan yang lebih baik dari pesaing serta mengidentifikasi sumber – sumber penghasilan dari target pasar, Afuah menambahkan perlunya menghubungkan (connect) semua aktivitas di dalam internal perusahaan guna memfasilitasi model bisnis yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan menawarkan value (melalui low-cost or differentiated products) merupakan hasil dari serangkaian aktivitas nilai-tambah yang mendukung kreasi produk atau layanan. Aktivitas nilai tambah yang dimaksud merupakan kombinasi antara pengelolaan sistem bisnis yang mengandalkan sumberdaya perusahaan, sistem nilai yang berlaku pada suatu industri, dan keterkaitan vertikal (vertical linkage) dengan industri terkait.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa RBV merupakan pendekatan alternatif dalam menyusun strategi perusahaan. Strategi ini mengandalkan kekayaan sumberdaya yang ada, namun juga memerhatikan lingkungan luar baik yang dapat dikendalikan maupun yang di luar kemampuan perusahaan untuk mengendalikannya. Kunci sukses penerapan strategi berbasis sumberdaya ini, terletak pada kemampuan perusahaan memelihara keaneka-ragaman, mencegah pesaing meniru atau memiliki sumberdaya yang secara unik dikuasai (ex post limits to competition), menjadikan pesaing selalu mengalami imperfect mobility, dan mengelola semua sumberdaya secara efisien dan efektif dalam penggunaannya (ex ante limits to competition). Analisis sumberdaya dan kapabilitas internal juga perlu melibatkan pemahaman mengenai faktor – faktor yang menjadi sifat industri seperti competitive and macro forces, cooperative forces, dan industry value drivers. Selain itu, guna memastikan tingkat keuntungan – sebagai hasil dari strategi bisnis - perusahaan perlu memastikan posisinya relatif terhadap: customer value, segmen pasar yang menjadi sasaran, sumber – sumber penghasilan, persaingan pasar, dan harga produk/jasa yang ditawarkan.
Mengacu referensi yang menjadi sumber utama paper ini, satu kritik terhadap RBV terutama pada belum adanya definisi yang jelas mengenai peran sumber daya manusia (SDM) di dalam lingkungan perusahaan sebagai bagian dari strategi, apakah diperlakukan sebagai aset atau liability. Hal ini mengingat tidak semua personalia perusahaan dapat digolongkan sebagai aset. Jika demikian, perusahaan yang SDM-nya lebih sebagai liability harus mengubahnya terlebih dahulu sehingga menjadi aset, sebelum menerapkan strategi berbasis sumberdaya. Dalam hubungannya dengan perubahan orientasi pasar dari monopoli, captive menjadi persaingan (competitive market) , keraguan juga muncul, apakah basis pelanggan (customer base) dapat dianggap sebagai sumberdaya yang dapat di-internalized, atau harus dianggap sebagai faktor luar merupakan variabel yang sulit diperkirakan preferensinya. Beberapa perusahaan memperlakukan customer base sebagai aset yang mempengaruhi nilai perusahaan (industri jasa telekomunikasi dan perbankan), namun demikian perusahaan pada kedua industri ini seringkali mengalami kesulitan ketika pelanggan tidak lagi puas dengan value yang ditawarkan sehingga beralih kepada pesaing. Dalam kondisi seperti ini, sumberdaya dan saya saing perusahaan menjadi berkurang.*****
Munculnya RBV berawal dari pendekatan klasik dalam formulasi strategi yang pada umumnya berangkat dari penilaian terhadap kompetensi dan sumber daya perusahaan, di mana hal – hal yang berbeda (distinctive) atau superior dari pesaing dapat menjadi basis keunggulan kompetitif (Andrews, 19971; Thompson dan Strickland, 1990). Asumsi dasar RBV adalah bahwa sumberdaya dalam perusahaan bergabung menjadi satu (bundles) dan kemampuan yang mendasari produksi tidak sama satu dengan lainnya. Perusahaan yang memiliki serta menggunakan sumberdaya dan kemampuannya secara efisien memiliki peluang yang lebih besar untuk beroperasi secara lebih ekonomis dan atau lebih baik dalam memuaskan pelanggan. Keaneka-ragaman (heterogeneity) menunjukkan secara tidak langsung bahwa suatu perusahaan yang memiliki berbagai kemampuan dapat berkompetisi dan hasil minimal yang diperolehnya setidaknya impas (breakeven). Sementara perusahaan dengan sumberdaya marginal hanya dapat berharap memperoleh impas, namun perusahaan dengan sumberdaya superior akan memperoleh rents.
Menggunakan pendekatan Ricardian rent, dapat disimpulkan bawah perusahaan yang memiliki sumberdaya superior - yang tersedia secara terbatas - dan menggunakannya secara efisien dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya sepanjang mampu mengendalikan sumberdayanya agar tidak dimiliki pihak lain secara bebas atau ditiru oleh pesaing. Keadaan semacam ini mirip dengan monopoly rent, perbedaannya terletak pada dalam model monopoli keaneka-ragaman dihasilkan dari kompetisi spasial atau perbedaan produk. Keuntungan (profit) monopoli diperoleh dari pembatasan output yang dilakukan secara sengaja, sementara dalam Ricardian rents, keuntungan diperoleh dari kelangkaan yang sudah menjadi sifat (inherent scarcity) dari pasokan sumberdaya. Terlepas dari kedua rents di atas, agar keunggulan kompetitif tetap bertahan kondisi keaneka-ragaman sumberdaya harus tetap dipelihara dengan menjaga rents tetap di atas biaya (ex ante limits to competition).
Kajian mengenai RBV terpusat pada dua faktor kritis yang membatasi ex post competition: imperfect imitability dan imperfect substitutability. Kedua upaya ini disebut sebagai mekanisme isolasi (Rumelt, 1987), atau mobility bariers (Caves dan Porter, 1977), atau perluasan entry barriers (Bain, 1956). Sebaliknya, Yao (1988) berpendapat bahwa kegagalan keunggulan pasar secara mendasar disebabkan oleh ekonomi produksi dan sunk costs, transaction costs dan imperfect information. Faktor – faktor lain yang dapat menghambat imitasi adalah time compression diseconomies, asset mass efficiencies, interconnectedness of asset stocks, asset erosion, dan causal ambiguity (Dierickx dan Cool, 1989). Faktor imobilitas atau imperfect mobility merupakan kebutuhan kunci lain untuk keunggulan yang lestari (sustainable).
Analisa sumberdaya perusahaan dan posisinya dalam persaingan merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengembangan strategi menggunakan RBV (Thompson et all, 2005). Pada tataran praktikal, analisa diawali dengan mempertanyakan seberapa baik strategi yang ada, kemudian melakukan identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan sumberdaya perusahaan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang ada di luar lingkungan perusahaan. Langkah berikutnya mengevaluasi apakah harga produk/jasa dan biaya sudah unggul dari para pesaing. Ketiga langkah di atas kemudian digunakan untuk menganalisis apakah perusahaan lebih kuat atau lebih lemah dari para pesaing. Dengan mengetahui posisi perusahaan relatif terhadap pesaing dalam suatu industri, manajemen dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengidentifikasi isu – isu strategis yang memerlukan perhatian, terutama bila strategi yang ada belum mampu menjawab perubahan yang terjadi di lingkungan luar, atau tidak dapat memanfaatkan sumberdaya perusahaan secara efisien dan efektif.
Jika manajemen memutuskan untuk mengubah strategi yang ada, pertanyaannya adalah tindakan (actions) apa saja yang diperlukan untuk memromosikan pelaksanaan strategi dengan lebih baik. Thompson et all (2005) menawarkan lima tindakan manajerial yang memfasilitasi eksekusi strategi, sementara Afuah (2004) menawarkan pengelolaan sumber penghasilan (sources of revenues) dan sasaran pasar. Lima tindakan yang disebutkan Thompson et all mencakup: penyusunan sumberdaya yang mendorong eksekusi strategi dengan baik; penerapan kebijakan dan prosedur yang dimaksudkan untuk memfasilitasi eksekusi strategi; memakai best practices dan mengupayakan peningkatan berkelanjutan dalam aktivitas rantai nilai (value chain); menggunakan sistem informasi dan operasi yang memungkinkan personalia perusahaan untuk melaksanakan peran strategis masing – masing dengan cakap; dan memberikan hadiah (rewards) dan atau insentif kepada semua eksponen perusahaan atas pencapaian strategi maupun sasaran keuangan.
Sejalan dengan pemikiran di atas, Afuah (2004) berargumen bahwa keberhasilan strategi perusahaan dapat diukur dari nilai kepuasan pelanggan yang tercermin dari berulangnya mereka membeli produk/jasa perusahaan. Persoalannya, value yang diharapkan berbeda dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, oleh karenanya menjadi penting bagi perusahaan untuk memutuskan pelanggan atau kelompok pelanggan mana yang akan dijadikan sasaran layanan, serta seberapa banyak permintaan value mereka akan dilayani. Selain itu pada suatu sasaran pasar seringkali terdapat peluang untuk memperoleh lebih dari satu sumber pendapatan, dan tambahan revenue ini bahkan memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari sumber utamanya. Dicontohkan penjual mobil, selain memperoleh keuntungan dari penjualan mobil juga mendapat tambahan penghasilan dari jasa perbaikan dan pemeliharaan yang memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari penjualan mobil.
Selain memberi value kepada pelanggan yang lebih baik dari pesaing serta mengidentifikasi sumber – sumber penghasilan dari target pasar, Afuah menambahkan perlunya menghubungkan (connect) semua aktivitas di dalam internal perusahaan guna memfasilitasi model bisnis yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan menawarkan value (melalui low-cost or differentiated products) merupakan hasil dari serangkaian aktivitas nilai-tambah yang mendukung kreasi produk atau layanan. Aktivitas nilai tambah yang dimaksud merupakan kombinasi antara pengelolaan sistem bisnis yang mengandalkan sumberdaya perusahaan, sistem nilai yang berlaku pada suatu industri, dan keterkaitan vertikal (vertical linkage) dengan industri terkait.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa RBV merupakan pendekatan alternatif dalam menyusun strategi perusahaan. Strategi ini mengandalkan kekayaan sumberdaya yang ada, namun juga memerhatikan lingkungan luar baik yang dapat dikendalikan maupun yang di luar kemampuan perusahaan untuk mengendalikannya. Kunci sukses penerapan strategi berbasis sumberdaya ini, terletak pada kemampuan perusahaan memelihara keaneka-ragaman, mencegah pesaing meniru atau memiliki sumberdaya yang secara unik dikuasai (ex post limits to competition), menjadikan pesaing selalu mengalami imperfect mobility, dan mengelola semua sumberdaya secara efisien dan efektif dalam penggunaannya (ex ante limits to competition). Analisis sumberdaya dan kapabilitas internal juga perlu melibatkan pemahaman mengenai faktor – faktor yang menjadi sifat industri seperti competitive and macro forces, cooperative forces, dan industry value drivers. Selain itu, guna memastikan tingkat keuntungan – sebagai hasil dari strategi bisnis - perusahaan perlu memastikan posisinya relatif terhadap: customer value, segmen pasar yang menjadi sasaran, sumber – sumber penghasilan, persaingan pasar, dan harga produk/jasa yang ditawarkan.
Mengacu referensi yang menjadi sumber utama paper ini, satu kritik terhadap RBV terutama pada belum adanya definisi yang jelas mengenai peran sumber daya manusia (SDM) di dalam lingkungan perusahaan sebagai bagian dari strategi, apakah diperlakukan sebagai aset atau liability. Hal ini mengingat tidak semua personalia perusahaan dapat digolongkan sebagai aset. Jika demikian, perusahaan yang SDM-nya lebih sebagai liability harus mengubahnya terlebih dahulu sehingga menjadi aset, sebelum menerapkan strategi berbasis sumberdaya. Dalam hubungannya dengan perubahan orientasi pasar dari monopoli, captive menjadi persaingan (competitive market) , keraguan juga muncul, apakah basis pelanggan (customer base) dapat dianggap sebagai sumberdaya yang dapat di-internalized, atau harus dianggap sebagai faktor luar merupakan variabel yang sulit diperkirakan preferensinya. Beberapa perusahaan memperlakukan customer base sebagai aset yang mempengaruhi nilai perusahaan (industri jasa telekomunikasi dan perbankan), namun demikian perusahaan pada kedua industri ini seringkali mengalami kesulitan ketika pelanggan tidak lagi puas dengan value yang ditawarkan sehingga beralih kepada pesaing. Dalam kondisi seperti ini, sumberdaya dan saya saing perusahaan menjadi berkurang.*****
Filosofis, Agama, Atau Urusan Perut
Dalam diskusi pro-kontra open source versus proprietary, saya mempertanyakan mengapa wacana diskusi hanya pada tataran senang atau tidak senang terhadap produk tertentu, bukankah ada tujuan yang lebih utama dalam pemanfaatan teknologi informasi? menanggapi pertanyaan saya, Mas Budi Rahardjo dalam milist technomedia menyatakan "Pemilihan produk atau teknologi yang dipilih itu ternyata tidak hanya terbatas di sisi teknis saja, akan tetapi sudah mengarah kepada
filosofi. Ibaratnya pemilihan teknologi ini seperti pemilihan AGAMA.
Selanjutnya Mas Budi menyatakan, semua agama tentu tujuannya baik, tetapi kita memiliki agama yang berbeda-beda. Tentu saja masing-masing merasa bahwa agama dia yang paling benar. Jadi, meskipun tujuannya sama akan tetapi tetap akan ada perdebatan mengenai perbedaan itu. Jadi perdebatan Linux vs Microsoft bukan sekedar masalah rejeki akan tetapi masalah filosofi (Open Source vs. Proprietary).
Pada bagian akhir pernyataan Mas Budi mengatakan, Nah sekarang yang diperebutkan adalah orang-orang untuk
mengikuti "agama TIK" kita. he he he. Oh ya. Dalam satu agamapun ada madzhab yang berbeda. Di Linux ada yang seperti ini juga. he he he. Misalnya ada yang suka Debian, Redhat, Slackware, Suse, ... dst.
Mencermati pendapat mas Budi saya melihat jika diskusi mengarah kepada aspek filosofi dan di-analogikan seperti agama, maka pertama, pada tataran filosofi, biasanya diskusinya fokus pada konsepsi, penalaranan, teoritis, metoda pemikiran, dan pengembangan keilmuan. lha dari yang saya baca di milist ini, ramenya hanya pada tataran aplikasi (baca penerapan suatu teknologi) yang kemudian terjebak pada isu-isu sempit. saya ingat Mas Budi sempat ulas buku Cathedral and Bazaar (?) saya belum sempat baca cover to cover, hanya sekilas saja, rasanya buku-buku semacam inilah yang dapat menjadi titik tolak bagi pegiat open source (OS) ketika hendak berwacana pada tataran filosofis. mungkin para teknolog (mengutip istilah yang dikemukakan oleh rekan adi indrayanto) masih lebih suka baca "bit and byte", yang terkesan heroic dan techiest. adapun saya (yang sudah bukan teknolog) lebih suka baca bukunya John Mingers and Leslie Willcocks eds (2004) "Social Theory and Philosophy for Information System" dan karya James W. Cortada (2002) "Making The Information Society" (yang keduanya tidak ada nuansa heroic sama sekali, buku pertama kajian filosofis, buku kedua tentang know how, praktikal).
kedua, jika dianalogikan seperti AGAMA, ada wajah lain dari agama yang barangkali berbeda dengan pergerakan open source dalam "melawan" hegemony proprietary. di lingkungan agama dunia, yang minoritas relatif stabil, sedangkan yang majorias sangat dipenuhi dengan dinamika bahkan pertentangan mengenai how to build a good society (dalam pengertian luas). yang disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dan kepentingan politik. sementara itu di kancah system operasi komputer, kejadiannya terbalik, yang mayoritas (baca:penguasa pasar) tampil anggun, menjalankan strategi bisnis secara terencana, terukur dan terkendali, lobby-lobby politik dan bantuan ekonomi dilakukan di banyak negara, citra sebagai korporasi yang baik selalu diupayakan. sebaliknya pegiat open source (yang secara agregat masih dapat dikatakan sebagai minoritas) berbisnis layaknya organisasi LSM, bukan seperti lazimnya pelaku bisnis profesional. entrepreneurship memang menonjol dalam kiprah pegiat open source, namun entrepreneurship saja tidaklah cukup dalam industri ICT yang semakin kompetitif.
ketiga, di dalam AGAMA samawiyah, yang muncul belakangan (Islam) ternyata mendapat respon dan dianut oleh majoritas penduduk dunia, sementara yang diwahyukan sebelumnya (Kristen dan Yehuda) dianut oleh relatif kecil dibandingkan yang diwahyukan sesudahnya (Islam). mengapa hal ini terjadi, mungkin ahli sejarah agama lebih mahir untuk menjelaskan dari pada saya. dalam konteks sistem operasi komputer, keadaannya terbalik. proprietary (dalam hal ini MS) yang datang lebih dulu mampu bertahan dan malahan menjadi penguasa pasar.
dikatakan full proprietary sebenarnya juga tidak. jika boleh dibagi dalam kelompok, kelompok proprietary Operating System (O/S) generasi pertama adalah ketika mulai dibuatnya O/S untuk mendukung komputer, pada generasi ini semua O/S komputer adalah proprietary (karena hanya ada satu jenis). ketika komputer sudah masuk ke ranah industri komersial, masing- masing produsen membuat pembeda dari produsen komputer lainnya. hal inilah yang mendorong munculnya proprietary O/S generasi kedua, yang dapat dilihat dari adanya berbagai merek komputer dengan O/S yang spesifik, satu komputer tidak dapat berbicara dengan komputer merek lain. bagi mereka yang tahun 1970-1980an sudah belajar komputer mungkin masih ingat masing-masing merek punya O/S sendiri (saya dulu pakai PRIMOS, O/S-nya Prime computer). melihat akibat dari islandisation of O/S ini malah merugikan pengguna komputer, mulailah muncul UNIX yang diharapkan bisa menjadi "jembatan" bagi berbagai proprietary software. kompatibilitas dan konektivitas menjadi isu penting dalam UNIX. di Jakarta, mereka yang sudah bergiat di bidang komputer pada tahun 80-an hingga awal 90-an mudah-mudahan ingat ada organisasi INDONIX (Indonesian Unix User Society). Nah kembali ke generasi proprietary, MS muncul sebagai O/S generasi ketiga dengan ide mengatasi kendala yang timbul pada mesin-mesin besar, kalau tidak boleh dikatakan mencuri ide-nya UNIX. kompatibiltas dan konektivitas inilah yang digotong MS pertama kali. apapun komputernya O/S-nya MS. demikian kira-kira bahasa iklan meniru iklannya produk teh botol. jika kita cermati, dibalik visi bill gates (apapun komputer-nya, O/S-nya MS) terkandung masalah keterbukaan system (open system). open system inilah isu yang rame ketika mulai muncul UNIX dan sayangnya yang berhasil meraih sukses dalam skala besar hanya MS.
perkembangan selanjutnya, karena MS berdomisili di amrik yang menghargai dan melindungi karya cipta, mendorong inovasi dengan memberikan reward bagi para inovator, percaya bahwa kemakmuran sosial ekonomi dapat tercapai dari karya-karya penemuan, inovasi dan kompetisi sehat, maka MS tumbuh bak jamur di musim hujan. pertumbuhan me-raksasa ini menjadikan yang semula "terbuka" menjadi diusahakan "tertutup" kembali melalui mekanisme penerapan dan enforcement IPR. di banyak negara yang siap dengan dan mengantisipasi gelombang "penutupan kembali karya cipta yang semula terbuka" membuat kebijakan yang menguntungkan masyarakatnya, Bli Made bisa cerita bagaimana Jerman membuat kebijakan ini. pada tataran kebijakan, isu utama bukan pada pilihan "A" atau "B" atau lainnya, namun bagaimana pemerintah dan masyarakat penguna komputer dapat memanfaatkan komputer secara legal, bermartabat, bermanfaat, produktif, aman, efisien, efektif, dan mampu meningkatkan daya saing negara.
di AGAMA berlaku ketentuan "meng-AGAMA-kan orang yang sudah beragama itu tidak etis, bahkan diangap musuh (penganut) AGAMA. dulu di kampung saya ada misionaris yang hampir mati dikeroyok karena dianggap merekrut penganut AGAMA tertentu (yang relatif miskin) untuk pindah ke AGAMA yang dibawa misionaris, dengan bantuan pangan dan obat-obatan. Sangat sensitif. Lah kalau di O/S komputer, "me-Linux-kan orang yang sudah ber-MS" dipandang hal biasa. bagi sementara kalangan malah wajib. sementara teman-teman MS memiliki misi "memelekkan orang yang belum melek komputer". jika kalimat saya ini benar, mana yang lebih mulia?
beberapa bulan lalu di Warta Ekonomi saya menulis kolom dengan judul "Be Legal". di sarasehan guru telematika se indonesia di semarang selasa 27 agustus 2007 lalu ketika menjawab pertanyaan peserta tentang apakah harus pilih Open Source (OS) atau proprieatry (MS) saya jawab, ada dua level isu: pertama berkaitan dengan dunia internasional, martabat bangsa, governance, jawabnya "Be Legal", kedua untuk menjadi legal Anda punya pilihan, mau yang berbayar atau yang free domain. yang berbayar bisa yang murah (atau gratis, tidak diharuskan membayar) atau yang mahal. yang murah atau gratis bisa diperoleh jika Anda (para guru pengajar dan pengelola unit telematika di sekolah) bisa rame - rame didukung pemerintah dan asosiasi minta harga discount, atau minta donasi kepada produsen proprietary sebagai realisasi Corporate Social Responsibility (CSR). yang mahal tidak usah dibahas. mau yang free domain? tinggal download Ubuntu, Debian, Redhat, Slackware, Suse, dll. dari Internet. Yang penting LEGAL.
filosofi. Ibaratnya pemilihan teknologi ini seperti pemilihan AGAMA.
Selanjutnya Mas Budi menyatakan, semua agama tentu tujuannya baik, tetapi kita memiliki agama yang berbeda-beda. Tentu saja masing-masing merasa bahwa agama dia yang paling benar. Jadi, meskipun tujuannya sama akan tetapi tetap akan ada perdebatan mengenai perbedaan itu. Jadi perdebatan Linux vs Microsoft bukan sekedar masalah rejeki akan tetapi masalah filosofi (Open Source vs. Proprietary).
Pada bagian akhir pernyataan Mas Budi mengatakan, Nah sekarang yang diperebutkan adalah orang-orang untuk
mengikuti "agama TIK" kita. he he he. Oh ya. Dalam satu agamapun ada madzhab yang berbeda. Di Linux ada yang seperti ini juga. he he he. Misalnya ada yang suka Debian, Redhat, Slackware, Suse, ... dst.
Mencermati pendapat mas Budi saya melihat jika diskusi mengarah kepada aspek filosofi dan di-analogikan seperti agama, maka pertama, pada tataran filosofi, biasanya diskusinya fokus pada konsepsi, penalaranan, teoritis, metoda pemikiran, dan pengembangan keilmuan. lha dari yang saya baca di milist ini, ramenya hanya pada tataran aplikasi (baca penerapan suatu teknologi) yang kemudian terjebak pada isu-isu sempit. saya ingat Mas Budi sempat ulas buku Cathedral and Bazaar (?) saya belum sempat baca cover to cover, hanya sekilas saja, rasanya buku-buku semacam inilah yang dapat menjadi titik tolak bagi pegiat open source (OS) ketika hendak berwacana pada tataran filosofis. mungkin para teknolog (mengutip istilah yang dikemukakan oleh rekan adi indrayanto) masih lebih suka baca "bit and byte", yang terkesan heroic dan techiest. adapun saya (yang sudah bukan teknolog) lebih suka baca bukunya John Mingers and Leslie Willcocks eds (2004) "Social Theory and Philosophy for Information System" dan karya James W. Cortada (2002) "Making The Information Society" (yang keduanya tidak ada nuansa heroic sama sekali, buku pertama kajian filosofis, buku kedua tentang know how, praktikal).
kedua, jika dianalogikan seperti AGAMA, ada wajah lain dari agama yang barangkali berbeda dengan pergerakan open source dalam "melawan" hegemony proprietary. di lingkungan agama dunia, yang minoritas relatif stabil, sedangkan yang majorias sangat dipenuhi dengan dinamika bahkan pertentangan mengenai how to build a good society (dalam pengertian luas). yang disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dan kepentingan politik. sementara itu di kancah system operasi komputer, kejadiannya terbalik, yang mayoritas (baca:penguasa pasar) tampil anggun, menjalankan strategi bisnis secara terencana, terukur dan terkendali, lobby-lobby politik dan bantuan ekonomi dilakukan di banyak negara, citra sebagai korporasi yang baik selalu diupayakan. sebaliknya pegiat open source (yang secara agregat masih dapat dikatakan sebagai minoritas) berbisnis layaknya organisasi LSM, bukan seperti lazimnya pelaku bisnis profesional. entrepreneurship memang menonjol dalam kiprah pegiat open source, namun entrepreneurship saja tidaklah cukup dalam industri ICT yang semakin kompetitif.
ketiga, di dalam AGAMA samawiyah, yang muncul belakangan (Islam) ternyata mendapat respon dan dianut oleh majoritas penduduk dunia, sementara yang diwahyukan sebelumnya (Kristen dan Yehuda) dianut oleh relatif kecil dibandingkan yang diwahyukan sesudahnya (Islam). mengapa hal ini terjadi, mungkin ahli sejarah agama lebih mahir untuk menjelaskan dari pada saya. dalam konteks sistem operasi komputer, keadaannya terbalik. proprietary (dalam hal ini MS) yang datang lebih dulu mampu bertahan dan malahan menjadi penguasa pasar.
dikatakan full proprietary sebenarnya juga tidak. jika boleh dibagi dalam kelompok, kelompok proprietary Operating System (O/S) generasi pertama adalah ketika mulai dibuatnya O/S untuk mendukung komputer, pada generasi ini semua O/S komputer adalah proprietary (karena hanya ada satu jenis). ketika komputer sudah masuk ke ranah industri komersial, masing- masing produsen membuat pembeda dari produsen komputer lainnya. hal inilah yang mendorong munculnya proprietary O/S generasi kedua, yang dapat dilihat dari adanya berbagai merek komputer dengan O/S yang spesifik, satu komputer tidak dapat berbicara dengan komputer merek lain. bagi mereka yang tahun 1970-1980an sudah belajar komputer mungkin masih ingat masing-masing merek punya O/S sendiri (saya dulu pakai PRIMOS, O/S-nya Prime computer). melihat akibat dari islandisation of O/S ini malah merugikan pengguna komputer, mulailah muncul UNIX yang diharapkan bisa menjadi "jembatan" bagi berbagai proprietary software. kompatibilitas dan konektivitas menjadi isu penting dalam UNIX. di Jakarta, mereka yang sudah bergiat di bidang komputer pada tahun 80-an hingga awal 90-an mudah-mudahan ingat ada organisasi INDONIX (Indonesian Unix User Society). Nah kembali ke generasi proprietary, MS muncul sebagai O/S generasi ketiga dengan ide mengatasi kendala yang timbul pada mesin-mesin besar, kalau tidak boleh dikatakan mencuri ide-nya UNIX. kompatibiltas dan konektivitas inilah yang digotong MS pertama kali. apapun komputernya O/S-nya MS. demikian kira-kira bahasa iklan meniru iklannya produk teh botol. jika kita cermati, dibalik visi bill gates (apapun komputer-nya, O/S-nya MS) terkandung masalah keterbukaan system (open system). open system inilah isu yang rame ketika mulai muncul UNIX dan sayangnya yang berhasil meraih sukses dalam skala besar hanya MS.
perkembangan selanjutnya, karena MS berdomisili di amrik yang menghargai dan melindungi karya cipta, mendorong inovasi dengan memberikan reward bagi para inovator, percaya bahwa kemakmuran sosial ekonomi dapat tercapai dari karya-karya penemuan, inovasi dan kompetisi sehat, maka MS tumbuh bak jamur di musim hujan. pertumbuhan me-raksasa ini menjadikan yang semula "terbuka" menjadi diusahakan "tertutup" kembali melalui mekanisme penerapan dan enforcement IPR. di banyak negara yang siap dengan dan mengantisipasi gelombang "penutupan kembali karya cipta yang semula terbuka" membuat kebijakan yang menguntungkan masyarakatnya, Bli Made bisa cerita bagaimana Jerman membuat kebijakan ini. pada tataran kebijakan, isu utama bukan pada pilihan "A" atau "B" atau lainnya, namun bagaimana pemerintah dan masyarakat penguna komputer dapat memanfaatkan komputer secara legal, bermartabat, bermanfaat, produktif, aman, efisien, efektif, dan mampu meningkatkan daya saing negara.
di AGAMA berlaku ketentuan "meng-AGAMA-kan orang yang sudah beragama itu tidak etis, bahkan diangap musuh (penganut) AGAMA. dulu di kampung saya ada misionaris yang hampir mati dikeroyok karena dianggap merekrut penganut AGAMA tertentu (yang relatif miskin) untuk pindah ke AGAMA yang dibawa misionaris, dengan bantuan pangan dan obat-obatan. Sangat sensitif. Lah kalau di O/S komputer, "me-Linux-kan orang yang sudah ber-MS" dipandang hal biasa. bagi sementara kalangan malah wajib. sementara teman-teman MS memiliki misi "memelekkan orang yang belum melek komputer". jika kalimat saya ini benar, mana yang lebih mulia?
beberapa bulan lalu di Warta Ekonomi saya menulis kolom dengan judul "Be Legal". di sarasehan guru telematika se indonesia di semarang selasa 27 agustus 2007 lalu ketika menjawab pertanyaan peserta tentang apakah harus pilih Open Source (OS) atau proprieatry (MS) saya jawab, ada dua level isu: pertama berkaitan dengan dunia internasional, martabat bangsa, governance, jawabnya "Be Legal", kedua untuk menjadi legal Anda punya pilihan, mau yang berbayar atau yang free domain. yang berbayar bisa yang murah (atau gratis, tidak diharuskan membayar) atau yang mahal. yang murah atau gratis bisa diperoleh jika Anda (para guru pengajar dan pengelola unit telematika di sekolah) bisa rame - rame didukung pemerintah dan asosiasi minta harga discount, atau minta donasi kepada produsen proprietary sebagai realisasi Corporate Social Responsibility (CSR). yang mahal tidak usah dibahas. mau yang free domain? tinggal download Ubuntu, Debian, Redhat, Slackware, Suse, dll. dari Internet. Yang penting LEGAL.
Spiritual Company
Artikel ini telah dimuat sebagai kolom di Majalah Human Capital.
Seorang eksekutif perusahaan multinasional pernah mengingatkan kepada rekan bisnisnya, hati – hati ketika perusahaan mengalami sukses terus menerus. Karena menganggap apa saja dapat diraih, jangan – jangan akan percaya bahwa sebagai pimpinan perusahaan-sukses akan dapat berjalan kaki di atas air. Penyakit sukses lainnya antara lain menihilkan peran serta pihak lain yang tidak terlihat secara langsung dalam proses mencapai sukses tersebut. Padahal, disadari atau tidak, di dalam keberhasilan yang diraih selalu ada campur tangan pihak lain baik yang terlihat maupun yang invisible. Pribadi semacam ini berkecenderungan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi, dan seringkali tidak menghargai upaya dan jasa orang lain yang membantunya. Di sisi lain, ada pula sebagian orang yang karena selalu merasa gagal, sehingga menganggap dirinya diperlakukan secara tidak adil oleh alam dan lingkungan. Mereka yang berada pada kelompok ini cenderung melihat dunia dari perspektif negatif, tidak percaya bahwa selalu ada pihak yang dapat membantu atau dapat diajak bekerja sama, meringankan beban atau memudahkan tugas.
Dua kondisi ekstrem, yang satu selalu sukses yang dan lainnya selalu gagal, dapat pula terjadi pada level perusahaan. Perusahaan yang selalu sukses, tumbuh besar, dapat menjadi monopolist, namun karena besarnya dan budaya perusahaan yang terbentuk menjadikannya tidak menyadari bahaya lingkungan. Semua hal dianggap sebagai luaran dari keputusan manajemen yang rasional setelah dilakukan analisis komprehensif. Ketika pesaing yang semula tidak dianggap (karena kemampuannya masih lemah), berubah menjadi sama besarnya, perusahaan tidak melihatnya sebagai suatu kesalahan atas tindakannya sendiri, melainkan menyalahkan lingkungan dan pihak lain. Perusahaan semacam ini, hanya mampu beraksi pada tataran alam rasional. Mereka tidak mau menyadari bahwa di luar batas kemampuan rasional manusia masih ada kemampuan yang maha dahsyat yang menguasai jagad kecil dan alam raya.
Dalam era bisnis yang diwarnai persaingan sengit, kemampuan manusia baik dia berperan sebagai pemimpin, staf dan pelaksana, selalu ada batasnya. Berupaya terus menerus sesuai kekuatan individu atau perusahaan merupakan suatu keniscayaan. Kapasitas kepemimpinan individu atau perusahaan justru diuji ketika dihadapkan pada permasalahan – permasalahan yang tidak dihadapi sehari – hari.
Jika percaya bahwa alam semesta merupakan sebuah ekosistem, maka apa saja yang dilakukan manusia selalu merupakan mata rantai dari ekosistem alam raya. Perusahaan yang secara sadar mulai memasukkan elemen ekosistem alam raya, termasuk kekuatan – kekuatan spiritual di dalam proses keputusan maupun operasional sehari – hari dapat digolongkan sebagai Spiritual Company. Pimpinan perusahaan dan segenap pegawai menyadari kekuasaan dan campur tangan Tuhan di dalam setiap tindakan dan pilihan kebijakan yang diambil.
Spiritual mengacu pada suatu sifat yang mengandung energi, semangat, kekuatan yang ada namun tiada dapat terlihat, hanya dapat dirasakan keberadaannya. Secara khusus, Spiritual Company tidak berkaitan dengan agama yang dianut oleh setiap pimpinan dan pegawai perusahaan. Ia lebih merupakan perwujudan dari pengakuan bahwa gagal suksesnya perusahaan tidak hanya sebagai resultan dari upaya fisik yang dilakukan manusia, namun di dalamnya ada intervensi dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber spirit.
Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Spiritual Company? Di dalam membentuk perusahaan menjadi Spritual Company, pertama pimpinan perusahaan perlu memasukkan hal ini sebagai pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya, perlu dialokasikan waktu agar semua pegawai dapat melakukan doa bersama secara berkelompok sesuai dengan agama dan keyakinannya. Masing – masing kelompok berdoa menggunakan tata caranya sendiri dengan substansi yang sama, menyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan, memohon bimbingan dan perlindungan, mendoakan para pemimpin agar dalam membuat keputusan yang terbaiklah yang dipilih, dan meminta agar seluruh pegawai selalu diberi iman dan taqwa, jauh dari perbuatan dosa dan tercela, dihindarkan dari kejahatan, mara-bahaya serta cobaan berat yang tidak mampu dipikul. Selain doa bersama, pimpinan perusahaan secara berkala dapat mengundang tokoh agama atau tokoh spiritual untuk memberikan pencerahan kepada seluruh elemen perusahaan.
Jika kegiatan seperti tersebut di atas dilakukan secara terus menerus, niscaya akan berpengaruh positif kepada perusahaan. Sukses merupakan tujuan, namun jika dalam upaya meraih sukses ditemui hambatan, tidak lantas bersumpah serapah, menyalahkan kambing hitam. Jika sukes telah diraih, tidak lantas sombong atau lupa diri, namun segera menyatakan terima kasih kepada semua pihak, termasuk kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Spiritual Company mengubah perilaku individu dan perusahaan dari yang semula congkak menjadi santun dan peduli kepada lingkungan sekitarnya. Trend perusahaan yang bercita – cita menjadi Spiritual Company, semakin hari semakin banyak. Biasanya dimulai dari pemimpinnya terlebih dahulu. Microsoft salah satunya. Setelah selama dua dekade lebih memimpin pasar piranti lunak komputer, Bill Gates, pendiri Microsoft, mulai menyadari bahwa sukses yang telah diraihnya selama ini merupakan berkah dan anugerah dari Tuhan. Maka yang dilakukannya, tidak lagi memikirkan menumpuk untung, namun Gates mendirikan yayasan amal yang menyantuni mereka yang masih terbelakang ekonomi dan pendidikannya. Langkah Bill Gates yang semula wujud dari kesadaran individu, lambat laun diadopsi sebagai strategi dan kebijakan Microsoft.
Di Indonesia, ada seorang wanita yang sukses berbisnis, sejak awal menyadari bahwa upaya bisnisnya merupakan perwujudan ibadah, tidak hanya menyejahterakan dia dan keluarganya, namun juga lingkungan terdekat, pegawai dan pelanggan. Falsafah Spiritual Company ini kemudian ditularkan kepada anak buah dan mitra bisnisnya. Hasilnya? sukses yang damai dan menentramkan.*****
Seorang eksekutif perusahaan multinasional pernah mengingatkan kepada rekan bisnisnya, hati – hati ketika perusahaan mengalami sukses terus menerus. Karena menganggap apa saja dapat diraih, jangan – jangan akan percaya bahwa sebagai pimpinan perusahaan-sukses akan dapat berjalan kaki di atas air. Penyakit sukses lainnya antara lain menihilkan peran serta pihak lain yang tidak terlihat secara langsung dalam proses mencapai sukses tersebut. Padahal, disadari atau tidak, di dalam keberhasilan yang diraih selalu ada campur tangan pihak lain baik yang terlihat maupun yang invisible. Pribadi semacam ini berkecenderungan memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi, dan seringkali tidak menghargai upaya dan jasa orang lain yang membantunya. Di sisi lain, ada pula sebagian orang yang karena selalu merasa gagal, sehingga menganggap dirinya diperlakukan secara tidak adil oleh alam dan lingkungan. Mereka yang berada pada kelompok ini cenderung melihat dunia dari perspektif negatif, tidak percaya bahwa selalu ada pihak yang dapat membantu atau dapat diajak bekerja sama, meringankan beban atau memudahkan tugas.
Dua kondisi ekstrem, yang satu selalu sukses yang dan lainnya selalu gagal, dapat pula terjadi pada level perusahaan. Perusahaan yang selalu sukses, tumbuh besar, dapat menjadi monopolist, namun karena besarnya dan budaya perusahaan yang terbentuk menjadikannya tidak menyadari bahaya lingkungan. Semua hal dianggap sebagai luaran dari keputusan manajemen yang rasional setelah dilakukan analisis komprehensif. Ketika pesaing yang semula tidak dianggap (karena kemampuannya masih lemah), berubah menjadi sama besarnya, perusahaan tidak melihatnya sebagai suatu kesalahan atas tindakannya sendiri, melainkan menyalahkan lingkungan dan pihak lain. Perusahaan semacam ini, hanya mampu beraksi pada tataran alam rasional. Mereka tidak mau menyadari bahwa di luar batas kemampuan rasional manusia masih ada kemampuan yang maha dahsyat yang menguasai jagad kecil dan alam raya.
Dalam era bisnis yang diwarnai persaingan sengit, kemampuan manusia baik dia berperan sebagai pemimpin, staf dan pelaksana, selalu ada batasnya. Berupaya terus menerus sesuai kekuatan individu atau perusahaan merupakan suatu keniscayaan. Kapasitas kepemimpinan individu atau perusahaan justru diuji ketika dihadapkan pada permasalahan – permasalahan yang tidak dihadapi sehari – hari.
Jika percaya bahwa alam semesta merupakan sebuah ekosistem, maka apa saja yang dilakukan manusia selalu merupakan mata rantai dari ekosistem alam raya. Perusahaan yang secara sadar mulai memasukkan elemen ekosistem alam raya, termasuk kekuatan – kekuatan spiritual di dalam proses keputusan maupun operasional sehari – hari dapat digolongkan sebagai Spiritual Company. Pimpinan perusahaan dan segenap pegawai menyadari kekuasaan dan campur tangan Tuhan di dalam setiap tindakan dan pilihan kebijakan yang diambil.
Spiritual mengacu pada suatu sifat yang mengandung energi, semangat, kekuatan yang ada namun tiada dapat terlihat, hanya dapat dirasakan keberadaannya. Secara khusus, Spiritual Company tidak berkaitan dengan agama yang dianut oleh setiap pimpinan dan pegawai perusahaan. Ia lebih merupakan perwujudan dari pengakuan bahwa gagal suksesnya perusahaan tidak hanya sebagai resultan dari upaya fisik yang dilakukan manusia, namun di dalamnya ada intervensi dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber spirit.
Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan Spiritual Company? Di dalam membentuk perusahaan menjadi Spritual Company, pertama pimpinan perusahaan perlu memasukkan hal ini sebagai pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selanjutnya, perlu dialokasikan waktu agar semua pegawai dapat melakukan doa bersama secara berkelompok sesuai dengan agama dan keyakinannya. Masing – masing kelompok berdoa menggunakan tata caranya sendiri dengan substansi yang sama, menyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan, memohon bimbingan dan perlindungan, mendoakan para pemimpin agar dalam membuat keputusan yang terbaiklah yang dipilih, dan meminta agar seluruh pegawai selalu diberi iman dan taqwa, jauh dari perbuatan dosa dan tercela, dihindarkan dari kejahatan, mara-bahaya serta cobaan berat yang tidak mampu dipikul. Selain doa bersama, pimpinan perusahaan secara berkala dapat mengundang tokoh agama atau tokoh spiritual untuk memberikan pencerahan kepada seluruh elemen perusahaan.
Jika kegiatan seperti tersebut di atas dilakukan secara terus menerus, niscaya akan berpengaruh positif kepada perusahaan. Sukses merupakan tujuan, namun jika dalam upaya meraih sukses ditemui hambatan, tidak lantas bersumpah serapah, menyalahkan kambing hitam. Jika sukes telah diraih, tidak lantas sombong atau lupa diri, namun segera menyatakan terima kasih kepada semua pihak, termasuk kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Spiritual Company mengubah perilaku individu dan perusahaan dari yang semula congkak menjadi santun dan peduli kepada lingkungan sekitarnya. Trend perusahaan yang bercita – cita menjadi Spiritual Company, semakin hari semakin banyak. Biasanya dimulai dari pemimpinnya terlebih dahulu. Microsoft salah satunya. Setelah selama dua dekade lebih memimpin pasar piranti lunak komputer, Bill Gates, pendiri Microsoft, mulai menyadari bahwa sukses yang telah diraihnya selama ini merupakan berkah dan anugerah dari Tuhan. Maka yang dilakukannya, tidak lagi memikirkan menumpuk untung, namun Gates mendirikan yayasan amal yang menyantuni mereka yang masih terbelakang ekonomi dan pendidikannya. Langkah Bill Gates yang semula wujud dari kesadaran individu, lambat laun diadopsi sebagai strategi dan kebijakan Microsoft.
Di Indonesia, ada seorang wanita yang sukses berbisnis, sejak awal menyadari bahwa upaya bisnisnya merupakan perwujudan ibadah, tidak hanya menyejahterakan dia dan keluarganya, namun juga lingkungan terdekat, pegawai dan pelanggan. Falsafah Spiritual Company ini kemudian ditularkan kepada anak buah dan mitra bisnisnya. Hasilnya? sukses yang damai dan menentramkan.*****
Sensor Terhadap Materi Presentasi
Saya yakin di antara Anda, ada banyak yang sering diundang untuk menjadi pembicara di seminar, pelatihan, workshop, dan berbagai acara publik. Pernahkah Anda dalam sebuah seminar bisnis beberapa saat menjelang acara dimulai didekati oleh panitia, dan menanyakan isi materi yang akan dipresentasikan?. Tidak hanya menanyakan, tetapi juga minta satu atau beberapa slide power point untuk dihapus dan tidak dipresentasikan?
Di zaman Orba dulu, kejadian semacam ini mungkin seringkali terjadi. Namun biasanya bila materinya terkait dengan politik yang dianggap berseberangan dengan kepentingan penguasa pada waktu itu. Nah, di zaman sekarang, hal tersebut terjadi, bukan oleh pejabat pemerintah, tetapi oleh "bawahan" pengusaha yang mengundang kita untuk berbicara. Kasus itu terjadi pada diri saya senin siang kemaren.
saya datang di lokasi acara setengah jam sebelum dimulai. petugas EO kebetulan mengenali dan langsung membawa saya ke seorang eksekutif muda -kira-kira umurnya baru 28-an, berjas dasi necis, rambut klimis, menyalami saya, dan tanpa basa-basi dia langsung bilang, "silakan Pak kalau mau rehearsal", saya jawab "tidak perlu Pak'. kemudian anak muda ini berkata lagi "Bapak tidak bawa skrip, sudah siap untuk tampil Pak?" mendengar pertanyaan konyol ini saya masih jawab entang "dalang itu latihannya tidak perlu disuruh Pak", sambil ngeloyor pergi cari tempat duduk, di antara beberapa peserta yang sudah mulai berdatangan. Rupanya anak muda ini tidak tahu sedang menghadapi siapa. Belum lama duduk si dia ini mendekati saya lagi, menanyakan apa yang akan disampaikan, saya menjawab enteng sambil senyum "wah ndak tahu Pak, kita lihat saja nanti, Anda khan sudah tahu judulnya, dan sudah memegang materinya". lalu dia menjejeri saya sambil membuka notebook-nya, dan terbukalah power point berisi materi yang akan saya bawakan. Dia bertanya, mengapa saya membuat presentasi seperti ini, menurutnya ada dua slide yang dia minta saya untuk tidak tayangkan.
mendengar permintaan si anak muda ini, saya tersinggung berat, muka saya tegang. langsung saya semprot dengan suara agak keras yang membuat sahabat saya dan anaknya (pemilik perusahaan, pengundang) mendekati kami. Saya bilang "kalau Anda minta saya menghapus dua slide ini, saya pulang. Emang Anda pikir saya siapa?" Mendengar perkataan saya dia kaget, lalu bilang "bukan begitu Pak, tetapi saya minta penjelasan mengapa Bapak buat slide seperti ini?" saya sahut "itu bukan urusan Anda, jika sabar, anda akan tahu dari presentasi saya nanti". eh dia masih nyahut lagi "soalnya di sini Bapak memuat informasi tentang kompetitor kami" saya potong "emang kenapa? Anda tahu ndak, saya diundang ke sini untuk berbicara, maka suka-suka saya untuk berbicara apa saja. Belajarlah dari apa yang nanti saya sampaikan. Jika anda tidak suka dengan apa yang akan saya bicarakan, tidak masalah, saya pulang." sambil siap untuk berdiri. namun gerakan saya terhenti ketika sahabat saya dengan halus dan sopan sekali, merangkul saya, minta maaf, mohon saya untuk tetap bersedia berbicara, dan saya lihat matanya memerintahkan si muda ini untuk menjauh dari saya. Tidak lama kemudian mendekatlah orang lain yang lebih senior (dari kartu namanya, jabatannya PresDir di salah satu anak perusahaan), dengan gestur yang sopan, ramah, mengajak saya berbicara,ngalor-ngidul, sampai akhirnya kami berempat (saya dan dua pembicara dari Jepang dan Hongkong serta Pak PresDir) diminta tampil ke panggung. Rupanya si Pak PresDir ini bertindak selaku moderator acara siang itu.
siang itu saya mendapat pelajaran baru. seorang sahabat (pemilik perusahaan ternama) mengundang saya untuk memberikan presentasi, meramaikan acara bisnisnya. menghormati sahabat, maka saya siapkan materi presentasi yang memberi tantangan bagi para pegawai maupun para hadirin, menyajikan potret dunia bisnis di luar sana, persaingan yang harus dihadapi, prospek yang dapat diraih, dan berbagai upaya yang perlu dilakukan guna mencapai kemenangan. Salah seorang manajer (direktur anak perusahaan) yang tidak tahu hubungan saya dengan boss-nya, mencoba mencari poin (dari sang boss) dengan seolah-olah telah menjadi "pembimbing disertasi" berusaha mensterilkan informasi yang dianggap merugikan perusahaan atau tidak layak bagi hadirin. Rupanya sang eksekutif muda ini, yang dari gaya bicaranya saya duga lulusan luar negeri, baru mampu melihat apa yang tersurat, belum memiliki kearifan memahami makna dari sebuah simbol, makna di balik deretan kata. sehingga langsung alergi ketika melihat lambang-lambang pesaing. Dipikirnya, mengapa saya membawa harimau, padahal yang mereka inginkan kambing.
sang sahabat, yang saya tahu belum membaca sama sekali materi presentasi saya (karena tergolong alergi komputer, dan materi baru diterima menjelang saya tiba di lokasi), dengan gayanya yang kalem, cukup dengan mata memerintahkan anak buahnya menjauh dari saya dan dengan mata pula saya lihat dia minta PresDir-nya menemani saya. Menjelang pulang, sahabat ini mengucapkan terima kasih, dengan senyum tulus dikatakannya "terima kasih kami sudah dibekali sesuatu yang sangat berharga" saya cuma senyum-senyum dan bergumam "sama-sama Pak, membagi pengetahuan malah menambah pintar dan kaya, Pak", sementara sang manajer muda saya lihat dari jauh melihat kami bersalaman. Sebelum pergi, saya lambaikan tangan padanya, terlihat tangannya juga melambai.
Di zaman Orba dulu, kejadian semacam ini mungkin seringkali terjadi. Namun biasanya bila materinya terkait dengan politik yang dianggap berseberangan dengan kepentingan penguasa pada waktu itu. Nah, di zaman sekarang, hal tersebut terjadi, bukan oleh pejabat pemerintah, tetapi oleh "bawahan" pengusaha yang mengundang kita untuk berbicara. Kasus itu terjadi pada diri saya senin siang kemaren.
saya datang di lokasi acara setengah jam sebelum dimulai. petugas EO kebetulan mengenali dan langsung membawa saya ke seorang eksekutif muda -kira-kira umurnya baru 28-an, berjas dasi necis, rambut klimis, menyalami saya, dan tanpa basa-basi dia langsung bilang, "silakan Pak kalau mau rehearsal", saya jawab "tidak perlu Pak'. kemudian anak muda ini berkata lagi "Bapak tidak bawa skrip, sudah siap untuk tampil Pak?" mendengar pertanyaan konyol ini saya masih jawab entang "dalang itu latihannya tidak perlu disuruh Pak", sambil ngeloyor pergi cari tempat duduk, di antara beberapa peserta yang sudah mulai berdatangan. Rupanya anak muda ini tidak tahu sedang menghadapi siapa. Belum lama duduk si dia ini mendekati saya lagi, menanyakan apa yang akan disampaikan, saya menjawab enteng sambil senyum "wah ndak tahu Pak, kita lihat saja nanti, Anda khan sudah tahu judulnya, dan sudah memegang materinya". lalu dia menjejeri saya sambil membuka notebook-nya, dan terbukalah power point berisi materi yang akan saya bawakan. Dia bertanya, mengapa saya membuat presentasi seperti ini, menurutnya ada dua slide yang dia minta saya untuk tidak tayangkan.
mendengar permintaan si anak muda ini, saya tersinggung berat, muka saya tegang. langsung saya semprot dengan suara agak keras yang membuat sahabat saya dan anaknya (pemilik perusahaan, pengundang) mendekati kami. Saya bilang "kalau Anda minta saya menghapus dua slide ini, saya pulang. Emang Anda pikir saya siapa?" Mendengar perkataan saya dia kaget, lalu bilang "bukan begitu Pak, tetapi saya minta penjelasan mengapa Bapak buat slide seperti ini?" saya sahut "itu bukan urusan Anda, jika sabar, anda akan tahu dari presentasi saya nanti". eh dia masih nyahut lagi "soalnya di sini Bapak memuat informasi tentang kompetitor kami" saya potong "emang kenapa? Anda tahu ndak, saya diundang ke sini untuk berbicara, maka suka-suka saya untuk berbicara apa saja. Belajarlah dari apa yang nanti saya sampaikan. Jika anda tidak suka dengan apa yang akan saya bicarakan, tidak masalah, saya pulang." sambil siap untuk berdiri. namun gerakan saya terhenti ketika sahabat saya dengan halus dan sopan sekali, merangkul saya, minta maaf, mohon saya untuk tetap bersedia berbicara, dan saya lihat matanya memerintahkan si muda ini untuk menjauh dari saya. Tidak lama kemudian mendekatlah orang lain yang lebih senior (dari kartu namanya, jabatannya PresDir di salah satu anak perusahaan), dengan gestur yang sopan, ramah, mengajak saya berbicara,ngalor-ngidul, sampai akhirnya kami berempat (saya dan dua pembicara dari Jepang dan Hongkong serta Pak PresDir) diminta tampil ke panggung. Rupanya si Pak PresDir ini bertindak selaku moderator acara siang itu.
siang itu saya mendapat pelajaran baru. seorang sahabat (pemilik perusahaan ternama) mengundang saya untuk memberikan presentasi, meramaikan acara bisnisnya. menghormati sahabat, maka saya siapkan materi presentasi yang memberi tantangan bagi para pegawai maupun para hadirin, menyajikan potret dunia bisnis di luar sana, persaingan yang harus dihadapi, prospek yang dapat diraih, dan berbagai upaya yang perlu dilakukan guna mencapai kemenangan. Salah seorang manajer (direktur anak perusahaan) yang tidak tahu hubungan saya dengan boss-nya, mencoba mencari poin (dari sang boss) dengan seolah-olah telah menjadi "pembimbing disertasi" berusaha mensterilkan informasi yang dianggap merugikan perusahaan atau tidak layak bagi hadirin. Rupanya sang eksekutif muda ini, yang dari gaya bicaranya saya duga lulusan luar negeri, baru mampu melihat apa yang tersurat, belum memiliki kearifan memahami makna dari sebuah simbol, makna di balik deretan kata. sehingga langsung alergi ketika melihat lambang-lambang pesaing. Dipikirnya, mengapa saya membawa harimau, padahal yang mereka inginkan kambing.
sang sahabat, yang saya tahu belum membaca sama sekali materi presentasi saya (karena tergolong alergi komputer, dan materi baru diterima menjelang saya tiba di lokasi), dengan gayanya yang kalem, cukup dengan mata memerintahkan anak buahnya menjauh dari saya dan dengan mata pula saya lihat dia minta PresDir-nya menemani saya. Menjelang pulang, sahabat ini mengucapkan terima kasih, dengan senyum tulus dikatakannya "terima kasih kami sudah dibekali sesuatu yang sangat berharga" saya cuma senyum-senyum dan bergumam "sama-sama Pak, membagi pengetahuan malah menambah pintar dan kaya, Pak", sementara sang manajer muda saya lihat dari jauh melihat kami bersalaman. Sebelum pergi, saya lambaikan tangan padanya, terlihat tangannya juga melambai.
Peringatan Bagi Pengemudi Mobil
bagi anda yang mengemudi mobil sendiri, hati-hati dan waspada ketika melintas di sekitar wilayah budi kemuliaan, merdeka selatan, merdeka timur, patung tani, cikini raya, pegangsaan timur, hingga diponegoro. di ruas - ruas jalan tersebut, ada sekelompok orang yang - saya duga - berniat jahat kepada pengendara mobil, terutama yang mengemudikan mobil sendirian.
ceritanya, kemaren, rabo, 25 Juli 2007, sekitar pukul 16.00 saya mengemudi mobil dari arah tanjung duren menuju salemba melalui route batusari, kemanggisan, katamso, petamburan, jatibaru, abdul muis, budi kemuliaan, dan seterusnya seperti rute yang saya sebut di atas. setiba di jatibaru lampu bensin menyala dan angka menunjuk tinggal 66 km. kalau jalanan tidak macet sepulang dari salemba hingga rumah di rempoa rasanya juga belum habis. khawatir jalan macet, saya mengisi bensin di tanah abang timur. selepas isi bensin, saya bergerak menuju budi kemuliaan, belok kiri arah ke monas terus masuk ke merdeka selatan. sejak keluar pompa bensin, dan masuk budi kemuliaan saya mulai melihat ada keanehan. dua buah sepeda motor selalu menguntit mobil di sisi kanan dan sisi kiri. dari spion saya perhatikan ada satu motor yang setia mengikuti. aneh karena meski jalan di depan sudah lowong, dan memungkinkan motor untuk melewati saya, namun mereka tetap berjalan di samping dan belakang.
selepas lampu merah bundaran depan BI/Indosat, saya melesat masuk ke merdeka selatan, mereka bertiga ketinggalan di belakang. namun mulai mendekati lagi ketika saya terhadang lampu merah di bahwa rel di samping stasiun gambir. mereka tidak dapat menjejeri saya lantaran posisi mobil saya dan mobil lainnya di kanan kiri depan belakang saling rapat. aksi mereka mulai terlihat ketika selepas lampu merah patung tani, salah satu yang disebelah kanan berada di samping depan dan menunjuk-nunjukan tangannya ke bawah bagian belakang dan ke arah saya sambil mengucapkan kata yang saya tidak bisa dengar. saya masih diam saja. setelah lampu merah kedua, masih di sekitar patung tani, ketika saya belok kanan, menuju arah cikini, pemotor yang di sebelah kiri memotong jalan sambil menunjuk - nunjuk ke arah saya.
mulailah saya berpikir, jangan-jangan ada yang salah. ketika melihat ada tanda masuk ke gedung PPM, secara reflek saya kasih lampu sign dan belok kiri, masuk ke pelataran PPM. satpam (yang kebetulan kenal) langsung menyapa dan memberi kartu parkir. setelah parkir sebentar, saya turun dan memanggil satpam, bersamanya saya lihat apa ada yang aneh pada mobil saya. ternyata tidak ada. kepada satpam saya bilang, ada orang yang mengikuti saya sambil nunjuk-nunjuk. mas satpam bilang, ya pak, hati-hati, di sekitar sini pernah ada yang jadi korban, kalau bapak berhenti di pinggir jalan, mereka akan menuduh bapak nyrempet, yang satu ribut sama bapak, satunya lihat suasana, satunya lagi menggerayangi isi mobil. saya mengucapkan terima kasih apda mas satpam dan terus keluar dari pelataran PPM.
rupanya dua orang yang tadi mengikuti saya masih setia menunggu di dekat pintu keluar PPM ke arah cikini. ketika saya mulai bergerak, keduanya mulai beraksi bersama - sama nunjuk-nunjuk dan ngomel (yang tentu saja saya tidak bisa mendengarnya). karena saya tidak memedulikan, akhirnya mereka minggir - kalau tidak salah - masuk ke gedong joeang. dua orang berhenti, saya lihat di kaca spion, satu masih di belakang. setelah melewati lampu merah cikini - cut mutiah, di depan kantor pos, motor pengekor menyalip saya dengan aksi serupa tangan menunjuk-nunjuk, mulut bergerak-gerak entah berkata apa. kali ini agak berani dia memotong jalan saya dan memaksa diri berada di antara mobil saya dan mobil di depan. saya duga, dia berharap saya akan menabraknya dari belakang. ketika saya lirik di sebelah kanan kosong, saya ganti jalur lewati sedan di depan saya dan tinggalkan motor pengekor ini. belum nyerah rupanya dia, dia kejar lagi saya, kali ini sambil mengacung-acungkan helm yang semula sudah setengah terlepas dari kepala. saya tetap tidak pedulikan sampai akhirnya dia berhenti di depan stasiun cikini.
sisa jalan menuju salemba saya lalui dengan penuh tanda tanya dan kehati-hatian. saya bersyukur tidak mau meladeni sekelompok orang yang - saya duga - ingin merugikan diri saya. tetapi saya masih berpikir, jika mereka mau nodong mengapa tidak sekalian saja berhentikan saya? mungkin karena siang hari dan jalanan rame. atau jangan-jangan mereka tahu di dalam mobil saya ada alat yang dapat melumpuhkan mereka... he.he (yang ini cuma angan-angan saja). saya berharap tidak pernah lagi menemui kejadian seperti kemaren. mudah-mudahan cerita saya ini ada manfaatnya untuk Anda semua.
ceritanya, kemaren, rabo, 25 Juli 2007, sekitar pukul 16.00 saya mengemudi mobil dari arah tanjung duren menuju salemba melalui route batusari, kemanggisan, katamso, petamburan, jatibaru, abdul muis, budi kemuliaan, dan seterusnya seperti rute yang saya sebut di atas. setiba di jatibaru lampu bensin menyala dan angka menunjuk tinggal 66 km. kalau jalanan tidak macet sepulang dari salemba hingga rumah di rempoa rasanya juga belum habis. khawatir jalan macet, saya mengisi bensin di tanah abang timur. selepas isi bensin, saya bergerak menuju budi kemuliaan, belok kiri arah ke monas terus masuk ke merdeka selatan. sejak keluar pompa bensin, dan masuk budi kemuliaan saya mulai melihat ada keanehan. dua buah sepeda motor selalu menguntit mobil di sisi kanan dan sisi kiri. dari spion saya perhatikan ada satu motor yang setia mengikuti. aneh karena meski jalan di depan sudah lowong, dan memungkinkan motor untuk melewati saya, namun mereka tetap berjalan di samping dan belakang.
selepas lampu merah bundaran depan BI/Indosat, saya melesat masuk ke merdeka selatan, mereka bertiga ketinggalan di belakang. namun mulai mendekati lagi ketika saya terhadang lampu merah di bahwa rel di samping stasiun gambir. mereka tidak dapat menjejeri saya lantaran posisi mobil saya dan mobil lainnya di kanan kiri depan belakang saling rapat. aksi mereka mulai terlihat ketika selepas lampu merah patung tani, salah satu yang disebelah kanan berada di samping depan dan menunjuk-nunjukan tangannya ke bawah bagian belakang dan ke arah saya sambil mengucapkan kata yang saya tidak bisa dengar. saya masih diam saja. setelah lampu merah kedua, masih di sekitar patung tani, ketika saya belok kanan, menuju arah cikini, pemotor yang di sebelah kiri memotong jalan sambil menunjuk - nunjuk ke arah saya.
mulailah saya berpikir, jangan-jangan ada yang salah. ketika melihat ada tanda masuk ke gedung PPM, secara reflek saya kasih lampu sign dan belok kiri, masuk ke pelataran PPM. satpam (yang kebetulan kenal) langsung menyapa dan memberi kartu parkir. setelah parkir sebentar, saya turun dan memanggil satpam, bersamanya saya lihat apa ada yang aneh pada mobil saya. ternyata tidak ada. kepada satpam saya bilang, ada orang yang mengikuti saya sambil nunjuk-nunjuk. mas satpam bilang, ya pak, hati-hati, di sekitar sini pernah ada yang jadi korban, kalau bapak berhenti di pinggir jalan, mereka akan menuduh bapak nyrempet, yang satu ribut sama bapak, satunya lihat suasana, satunya lagi menggerayangi isi mobil. saya mengucapkan terima kasih apda mas satpam dan terus keluar dari pelataran PPM.
rupanya dua orang yang tadi mengikuti saya masih setia menunggu di dekat pintu keluar PPM ke arah cikini. ketika saya mulai bergerak, keduanya mulai beraksi bersama - sama nunjuk-nunjuk dan ngomel (yang tentu saja saya tidak bisa mendengarnya). karena saya tidak memedulikan, akhirnya mereka minggir - kalau tidak salah - masuk ke gedong joeang. dua orang berhenti, saya lihat di kaca spion, satu masih di belakang. setelah melewati lampu merah cikini - cut mutiah, di depan kantor pos, motor pengekor menyalip saya dengan aksi serupa tangan menunjuk-nunjuk, mulut bergerak-gerak entah berkata apa. kali ini agak berani dia memotong jalan saya dan memaksa diri berada di antara mobil saya dan mobil di depan. saya duga, dia berharap saya akan menabraknya dari belakang. ketika saya lirik di sebelah kanan kosong, saya ganti jalur lewati sedan di depan saya dan tinggalkan motor pengekor ini. belum nyerah rupanya dia, dia kejar lagi saya, kali ini sambil mengacung-acungkan helm yang semula sudah setengah terlepas dari kepala. saya tetap tidak pedulikan sampai akhirnya dia berhenti di depan stasiun cikini.
sisa jalan menuju salemba saya lalui dengan penuh tanda tanya dan kehati-hatian. saya bersyukur tidak mau meladeni sekelompok orang yang - saya duga - ingin merugikan diri saya. tetapi saya masih berpikir, jika mereka mau nodong mengapa tidak sekalian saja berhentikan saya? mungkin karena siang hari dan jalanan rame. atau jangan-jangan mereka tahu di dalam mobil saya ada alat yang dapat melumpuhkan mereka... he.he (yang ini cuma angan-angan saja). saya berharap tidak pernah lagi menemui kejadian seperti kemaren. mudah-mudahan cerita saya ini ada manfaatnya untuk Anda semua.
Puisi Mendoan (Bahasa Jawa)
Puisi ini didedikasikan untuk Arif Pitoyo anggota Masyarakat Penggemar Mendoan (Mapendo)
"Mas APi, mendoan asale soko tempe diiris-iris, digoreng nganggo glepung ora nganti tiris.
Esuk-esuk notol mendoan ora adoh rasane sosis. Awan-awan nggondol mendoan bisa nambah ceriwis.
Sore-sore mangan mendoan enaak abis, nyambi nyakot cengis, nganti raine mringis kaya si bengis lagi nangis, sing weruh miris, terus nggawe garis, ujare klambine sing tipis ben ora dirasuki iblis, nyatane sing teka si bathuk klimis, tangan kiwa muntir kumis, tangan tengen nggrayangi wentis, sing digrayangi gemeter-geter nganti atis, kepengin pipis.
Udakara suwe lelorone mbulet kaya kueh lapis, monthak-manthuk laksana lumpang lan linggis, nganti kembang kempis, persis manuk belibis mangan pakis."
Rempoa, 29 Agustus 2009
"Mas APi, mendoan asale soko tempe diiris-iris, digoreng nganggo glepung ora nganti tiris.
Esuk-esuk notol mendoan ora adoh rasane sosis. Awan-awan nggondol mendoan bisa nambah ceriwis.
Sore-sore mangan mendoan enaak abis, nyambi nyakot cengis, nganti raine mringis kaya si bengis lagi nangis, sing weruh miris, terus nggawe garis, ujare klambine sing tipis ben ora dirasuki iblis, nyatane sing teka si bathuk klimis, tangan kiwa muntir kumis, tangan tengen nggrayangi wentis, sing digrayangi gemeter-geter nganti atis, kepengin pipis.
Udakara suwe lelorone mbulet kaya kueh lapis, monthak-manthuk laksana lumpang lan linggis, nganti kembang kempis, persis manuk belibis mangan pakis."
Rempoa, 29 Agustus 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)