Wednesday, August 29, 2007

Catatan Penjurian Best E-Corp 2007

Perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) oleh korporasi di Indonesia menunjukkan fakta yang cukup menggembirakan. Setidaknya itulah kesan saya selama mengevaluasi data 33 perusahaan yang mengirim jawaban kuesioner dalam rangka BEST E-CORP-2007 yang diselenggarakan oleh majalah ekonomi bisnis SWA.

33 perusahaan ini tergolong dapat mewakili sektor bisnis masing-masing. Ada yang bergerak di bidang asuransi, perbankan, distribusi, pertambangan, transportasi, farmasi, dan telekomunikasi. Salah satu ciri menonjol yang terlihat adalah perusahaan sudah menyadari dan mulai mengintegrasikan antara strategi bisnis dan strategi TIK, atau dalam kata lain, peran TIK sebagai darah perusahaan (yang apabila tidak tersedia, maka perusahaan akan berhenti beroperasi) sudah semakin diakui dan dirasakan kebenarannya.

Selain itu, untuk perusahaan yang menerapkan strategi bisnis customer oriented, seperti perusahaan asuransi dan perbankan penggunaan perangkat (gadget) TIK seperti Personal Digital Assisstant (PDA), aplikasi berbasis Internet sangat ekstensif. Hal ini dapat dimaklumi, karena sebagaimana kita tahu, kompetisi merebut kepercayaan pasar sangat tinggi, sehingga layanan yang dari mana saja, kapan saja oleh siapa saja, menjadi dambaan setiap perusahaan zaman sekarang. Guna menjawab tantangan seperti itu, salah satu resep jitunya adalah memanfaatkan TIK seoptimal dan seefisien mungkin.

Perusahaan yang memiliki jaringan bisnis di berbagai wilayah, seperti sektor perbankan, distribusi, dan pertambangan sangat terbantu oleh kesediaan Internet yang dapat menghemat biaya telekomunikasi. Ketersediaan perangkat hardware dan paket software yang semakin hari semakin relatif murah, serta infrastruktur jaringan komunikasi data, khususnya Internet, yang semakin luas memberi peluang bagi munculnya inovasi baru dalam memanfaatkan TIK guna meningkatkan kelestarian keunggulan daya saing.

Bagaimanapun, harus diakui bahwa potret yang berhasil dikumpulkan masih memberi peluang bagi para eksekutif untuk meningkatkan lagi komitmennya terhadap pemanfaatan TIK bagi kemajuan perusahaan. Beberapa data yang belum semuanya terungkap adalah besaran anggaran yang akan dialokasikan untuk investasi TIK. Jika data ini muncul, akan berguna untuk menilai persentase belanja TIK dibandingkan dengan total revenue tahunan dan persentase pertumbuhan perusahaan. Dari sini dapat ditarik suatu analisis apakah pertumbuhan perusahaan dipengaruhi oleh investasi TIK, jika YA, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar. Bila semua perusahaan menyajikan data ini, maka saya akan dapat mengatakan bahwa investasi TI di lingkungan korporasi di Indonesia memiliki peluang untuk mendorong pertumbuhan perusahaan sampai sekian persen per tahun.

Data lain yang tidak semuanya terisi adalah return on investment dari investasi yang dikeluarkan untuk membiayai proyek TIK. Sebagian besar hanya menguraikan secara kualitatif. Jikapun ada yang menguraikan secara kuantitatif, didominasi dengan asumsi-asumsi yang tentu saja hasilnya akan berbeda bila asumsinya juga berbeda. Saya dapat memahami mengapa masih sangat sedikit pelaku TIK (CIO) yang belum dapat menyajikan manfaat investasi TIK secara kuantitatif ketika ditanya hal ini. Hingga sekarang belum ada ketentuan yang mengatur perlakuan perhitungan manfaat investasi TIK, sehingga model dan cara menghitungnya sangat ditentukan oleh selera CIO. Ke depan saya melihat menjadi tantangan bagi para praktisi dan akademisi TIK untuk menghasilkan pedoman dan standar penghitungan manfaat investasi TIK.

Dari aspek organisasi yang mengelola TIK juga belum ada standar, apakah pejabat tertinggi yang bertanggung jawab langsung dalam pengelolaan TIK, ditempatkan pada level direktur, general manajer, atau hanya manajer saja. Di beberapa perusahaan yang sudah mengangkat CIO dalam jabatan Direktur, berpeluang untuk memiliki tingkat kepatuhan (good governance) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang hanya memercayakannaya kepada seorang manajer di bawah general manager atau direktur. Hal ini mudah dipahami karena tentu saja kewenangan Direktur lebih tinggi dari Manajer. *****

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.