Ku tak bisa menulis puisi cinta, ketika mesin meraung, kemudi dicengkeram.
Walau jendela terbuka, mengundang angin menyusup ke katup cinta.
Langkah kaki berbalur mawar namun tak kuasa menumpah lumpur.
Cantiknya selalu mengalir bagai air sungai pegunungan, suka merayap berderap senyap.
Lembut wajahnya merekat laksana emas bakarat.
Manis kalahkan kue bugis.
Tiada nada cinta semayam di dada.
Janji bersatu dibiarkannya membatu.
Jadikan diri dalam sepi, entah apa yang dinanti.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.