Friday, November 17, 2006

PERIPHERAL VISION

Detecting the Weak Signals That Will Make or Break Your Company

Oleh: George S. Day & Paul J.H. Schoemaker

Disarikan oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi - 8605210299

Buku ini dibuka dengan peringatan bagi eksekutif pelaku bisnis bahwa selagi fokus perhatian dipusatkan pada menjalankan bisnis, namun sebenarnya perusahaan selalu berhadapan dengan sinyal – sinyal lemah dari area pinggiran (peripheri). Selain itu buku ini juga mengawali dengan tantangan bagi para manajer, bagaimana mereka mampu membangun kapasitas superior untuk menemu-kenali dan berekasi terhadap sinyal – sinyal lemah dari peripheri sebelum terlambat. Digambarkan bagaimana web lob (blog) semula muncul sebagai sinyal lemah namun lambat laun dapat mengancam bisnis media massa online, atau ditemukannya teknologi radio-frequency identification (RFID) yang dapat di-implan ke dalam tubuh sehinga dapat memancarkan sinyal ketika pemakainya sedang menghadapi keadaan darurat. Memahami eksistensi sinyal – sinyal lemah dari arena peripheri, bagaimana memperlakukan fenomena peripheri sehingga dapat diidentifikasi mana yang memiliki potensi positif maupun negatif bagi keberadaaan perusahaan, dan sinyal mana yang perlu diperhatikan atau dapat diabaikan, merupakan topik dari buku ini.
Day dan Schoemaker berargumen bahwa tumbuh pesatnya kompleksitas seiring dengan semakin cepatnya arus perubahan; kemampuan untuk membaca, mengenali, berhubungan dengan dan menguasai masalah – masalah peripheri (periheral vision / pv) meruakan kunci sukses bahkan – dalam keadaaan tertentu - sebagai salah satu strategi dalam mempertahankan diri (survival). Hal ini beralasan, karena dari sifat alamiahnya, suatu yang berada di peripheri cenderung diabaikan, tidak dapat dilihat dengan jelas dari pusat penglihatan, sering dianggap tidak pasti dan tidak terduga. Kunci yang disarankan, segera kenali dan jangan abaikan bila sinyal – sinyal dari peripheri muncul, meski sekecil apapun, namun apabila relevan dengan urusan bisnis perusahaan segeralah eksplorasi, teropong dengan bijak, saring sinyal – sinyal yang menyesatkan (noise), kenali sinyal yang dapat atau memiliki potensi membesar namun dapat menganggu harmoni bisnis, atau sebaliknya sinyal yang lemah namun berpotensi menunjang sukses bisnis.

Dari penelitian yang dilakukan oleh kedua penulis, lebih dari 80% eksekutif senior di dunia yang menjadi responden penelitian menunjukkan bahwa organisasi bisnis yang dipimpinnya tidak memiliki peripheral vision. Kondisi seperti ini (tidak memiliki peripheral vision) disebut adanya kesenjangan kewaspadaaan (vigilant gap). Pertanyaannya, seberapa besar perusahaaan memiliki tingkat kewaspadaan?, yakni berbagai keadaan ketika pengelola perusahaan dikagetkan dengan peristiwa – peristaiwa yang bedampak besar dalam lim atahun terakhir. Mencengangkan! Ternyata dari 140 praktisi strategi di perusahaan – perusahaan terkenal, 66% menyatakan mengalami tiga peristiwa besar dalam lima tahun terakhir, dan 97% tidak memiliki mekanisme peringatan dini untuk mencegah terjadinya peristiwa – peristiwa yang berdampak besar (negatif) di masa mendatang.

Berbeda dengan manusia yang dianugerahi kemampuan untuk melihat segala sesuatu di luar fokus utama penglihatan, perusahaan melakukan sebaliknya, dirancang untuk hanya fokus pada tugas – tigas yang ada dihadapannya saja, di luar itu tidak menjadi perhatian utama. Fokus perhatian pada satu objek memiliki manfaat jangka pendek, namun demikian dapat menjadi bibit konflik bagi kepentingan jangkan panjang perusahaan, khususnya ketika lingkungan bisnis berubah. Sinyal – sinyal lemah yang sesungguhnya perlu mendapat perhatian, tergilas oleh sinyal gangguan (noise) yang justru menyesatkan. Jika seseorang (yang berada di posisi marginal) di dalam suatu organisasi menengarai adanya peistiwa yang berpotensi membahayakan perusahaan, akankah para petinggi perusahaan segera memercayainya? Pertanyaan semacam ini diajukan oleh Day dan Schoemaker untuk menunjukkan bahwa acapkali bukan substansi yang diperhatikan namun justru lebih memersoalkan siapa pembawa pesan. Memiliki kemampuan peripheral vision bukan sekadar melihat (seeing), meraba (scanning) dan merasakan (sensing) namun juga mengetahui di mana mesti melihat lebih seksama, mengetahui bagaimana menerjemahkan sinyal – sinyal lemah tersebut, serta mengetahui bagaimana bertindak ketika sinyal – sinyal lemah tersebut masih mengandung ketidak-pastian.

Pendekatan Membangun Peripheral Vision

Salah satu sumber yang dijadikan acuan dalam penulisan buku ini adalah hasil sebuah konferensi tentang peripheral vision yang diselenggarakan oleh Wharton School’s Mack Center for Technological Innovation pada bulan Mei 2003. Setelah diperkaya dengan berbagai telaah lainnya dalam terbitan Long Range Planning ditemukanlah metafora dari peripheral vision sebagai lensa yang sangat berdaya guna (powerful) dalam memahami permasalahan kompleks dan membingungkan yang terjadi pada area tepian (edge) dari suatu organisasi. Dengan menggunakan metafora penglihatan (vision), buku ini menggambarkan praktek terbaik dan praktek selanjutnya dari peripheral vision. Diketengahkan kasus – kasus sukses dan kegagalan yang berkenaan dengan kemampuan dan atau ketidak-mampuan dalam berinterkasi dengan masalah – masalah peripheri, seperti bagaimana Tasty Baking menjelaskan kepada publik sinyal – sinyal yang membingungkan mengenai makanan berkarbohidrat rendah, atau bagaimana produsen boneka Bratz segera mengenali perubahan perilaku remaja putri untuk mengalahkan pesaing kuatnya, Barbie; hingga bagaimana industri lampu yang semula tidak menganggap produsen Light Emiting Diode (LED) akhirnya menjadikan produsen LED sebagai pesaing yang perlu diwaspadai.

Dalam menganalisa kasus – kasus yang selanjutnya dijadikan bahan penulisan buku ini, Day dan Schoemaker menggunakan berbagai disiplin seperti: strategi, teori organisasi, pemasaran, inovasi, manajemen teknologi, teori pengambilan keputusan, dan cognitive science, yang digabungkan dengan area terapan seperti pemindaian teknologi (technology scanning), competitive intelligence, serta marketing resarch. Hal ini menunjukkan betapa buku ini menyajikan suatu analisis dan panduan yang cukup komprehensif, bagi para pembacanya. Selain dari kajian multi-disiplin tersebut, Day dan Schoemaker melengkapi buku ini dengan menggambarkan model umum dari sebuah pemrosesan informasi dan organisational learning, namun dengan fokus spesifik pada sinyal – sinyal yang mengandung kekaburan dan ketidak-pastian yang muncul dari ranah peripheri. Dari langkah – langkah tersebut di atas, Day dan Shoemaker selanjutnya mengembangkan model yang disebut “tujuh langkah menjembatani kesenjangan kewaspadaan” (seven steps to bridge the vigilance gap).

Seven Steps to Bridging the Vigilance Gap

Lima langkah pertama dimaksudkan untuk fokus pada semua hal yang secara langsung berpengaruh pada penerimaan, penerjemahan, dan tanggapan terhadap sinyal – sinyal lemah dari peripheri. Langkah pertama scoping, memerhatikan luasan area yang perlu dilihat dan mengidentifikasi isu – isu yang perlu diperhatikan. Adagium yang diacu “melihat semuanya sama dengan tidak melihat apapun”. Manajer dapat menggunakan seperangkat pertanyaan panduan guna memastikan fokus mereka tidak terlalu luas maupun terlalu sempit, serta menghilangkan pengaruh atau kehilangan bagian – bagain penting dari sinyal – sinyal peripheri. Setelah ruang lingkup ditetapkan, langlah selanjutnya adalah bagaimana memindai (scan) di dalam area yang telah dipilih semula. Haruskah pemindaian hanya fokus pada eksploitasi domain yang sudah dikenal dan masuk akal atau pada area yang belum dikenal. Agar dapat menganalisis dengan tajam area peripheri, manajer perlu menerapkan beberapa strategi pemindaian yang berbeda. Pada bagian ini disajikan sarana (tools) dan pendekatan guna mendeteksi sinyal dapal bagian – bagian yang berbeda dari peripheri, termasuk kondisi internal perusahaan, pelanggan dan pesaing, teknologi yang sedang berkembang, serta influencers dan shapers.

Setelah perusahan melakukan pemindaian terhadap area yang telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah memahami apa saja yang telah ditemukan. Sebagian besar informasi ambigu dan tidak lengkap. Dalam daya pandang manusiasinyal dari peripheri tidak jelas warna dan definisinya. Pertanyaannya, bagaimana organisasi menghubungkan sinyal – sinyal yang muncul dan menjermahkan penglihatan yang dikumpulkan dari peripheri? Di antara strategi yang mungkin dilakukan, interpretasi sinyal-sinyal lemah dapat diperkuat melalui sudut pandang yan berbeda – beda, mirip dengan proses tiangulation, guna menambah kedalaman dan perspektif analisa. Berdasarkan interpretasi awal ini, langkah berikutnya adalah memeriksa (probing) lebih lanjut guna memelajari lebih banyak tentang peripehery dan selanjutnya mampu membangun kemampuan “melihat” dengan lebih baik. Hal ini membutuhkan formulasi hipotesis yang baik dan mengetahui bagaimana untuk melakukan pengujian guna memperoleh konfirmasi. Langkah kelima, organisasi harus memutuskan apakah dan bagaimana berekasi terhadap sinyal dari peripheri. Acap kali, sifat ancaman atau peluang membutuhkan aksi yang tegas, bahkan dalam kondisi penuh ketidak-pastian. Sinyal ambigu dari peripheri membutuhkan perhatian yang lebih banyak dan tanggapan yang terukur menggunakan perspektif opsi yang real.

Sementara langkah 1 hingga 5 fokus pada peningkatan proses peripheral vision, dua langkah terkahir fokus pada membangun kepemimpinan dan kemampuan organisasi yang lebih luas guna mendukung peripheral vision. Ketujuh langkah tersebut pada akhirnya membentuk peripheral vision sebagai bagian integral dari budaya dan kinerja organisasi, membantu kemampuan organisasi untuk secara sistematis menjembatani kesenjangan kewaspadaan. Pada akhirnya meski semua orang di dalam perusahaan dapat memainkan peranan penting dalam peripheral vision, buku ini menunjukan peran penting manajer yang dapat dimainkan. Bagaimana membangun kepemimpinan yang dapat membantu menjelaskan rasa ingin tahu para anggotanya merupakan langkah terakhir.

Scoping
Scoping yang efektif bergantung pada kemampuan untuk membuat pertanyaan yang tepat, dan pertanyaan – pertanyaan tersebut berbeda dari pertanyaan yang terkait dengan bisnis utama yang dapat sangat tepat (precise) dan mengarah ke sasaran tertentu. Persoalan yang dihadapi pada tahap scoping, jika scope terlalu sempit, ia dapat diserang oleh segala sesuatu yang luput dari penglihatan; sebaliknya jika terlalu luas dapat mengandung resiko memasukkan sinyal – snyal yang tidak penting. Dari dua ekstrem ini, tantangan pada tahap scoping adalah bagaimana perusahaan mendefinisikan secara tepat scope yang dapat melihat semua hal yang penting tanpa membuang percuma sumber daya perusahaan yang dimiliki.

Dengan mempertimbangkan permasalahan di atas, ada beberapa tahapan scoping yang perlu dilakukan. Pertama, tetapkan scope yang benar dan menyesuaikannya dengan visi strategik perusahaan. Kedua, mengajukan pertanyaan yang tepat, hal ini dapat dilakukan dengan membuat pertanyaan terbuka (open ended questions) guna melihat apakah ada yang terliwati, dan apakah ada pertanyaan sebelumnya yang tak terjawab.. Setelah itu, pelajari hal – hal yang bermanfaat dari masa lalu, seperti misalnya bagaimana perusahaan mampu menjawab perubahan – perubahan yangterjadi di lungkungan eksternal, atau mengidentifikasi blind spot yang tidak dapat diperbaiki (persistent blind spot). Langkah keempat, memeriksa kondisi sekarang, guna menemukan hal – hal yang mestiya ada namun tiada dari lingkungan saat ini, dan memeriksa adakah sinyal – sinyal penting dengan menggunakan alternatif scenario planning, atau future mapping technique. Tahap terakhir, memimpikan masa depan, dengan memberikan panduan lanjut tentang bagaimana scanning periphery dapat dilakukan secara efektif, dengan memerhatikan munculnya perubahan – perubahan teknologi, dan memperkirakan masih adakah senario yang belum terpikirkan.

Scanning
Manajer dapat memilih acara scanning secara pasif atau aktif. Pasif dalam pengertian manajer hanya memonitor indikator kinerja kunci guna mengetahui akuntabilitas, dan melakukan pengendalian. Karena sebagian besar data diperoleh dari sumber – sumber tradisional, scanning secara pasif cenderung menguatkan anggapan yang berlaku, tidak ada ruang bagi eksplorasi guna menjawab keingin-tahuan. Di pihak lain, scanning secara aktif seringkali dimaksudkan untuk merespon terhadap pertanyaan spesifik.ia juga merefleksikan keingin-tahuan yang kuat dan menekankan pada tindak lanjut dari periphery.

Interpreting
Intepreting dimaksudkan untuk mengetahui arti data yang tersaji dari hasil scanning. Seberapapun lengkap dan canggihnya scoping dan scanning yang telah dilakukan, namun bila tidak dilakukan penafsiran, maka hasilnya menjadi tidak berarti. Persoalan latent yang acapkali terjadi pada penafsiran adalah manusia cenderung melihat hanya pada objek yang ingin dilihatnya, atau mendengar sesuatu yang diniati ingin didengar, di luar itu tidak menjadi perhatian penglihatan atau pendengarannya. Mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan triangulasi dengan menggunakan multi-perspectives, yang salah satunya disebut power of parallax.

Dalam upaya membantu meningkatkan kemampuan penafsiran beberapa hal dapat dilakukan antara lain mencari informasi baru guna dikonfrontasikan dengan realita. Penyebab kegagalan bisnis terbesar bukan terletak pad aburuknya manajemen, namun lebih sering disebabkan oleh kegagalan menghadapi realita. Setelah memperoleh informasi baru, manajer dapat memformulasikan multiple hypotheses, dengan mempertimbangkan kecenderunganmanajer yang memiliki keterbatasan toleransi untuk hal – hal yang bersifat ambigu dan enggan untuk mengembangkan hipotesa alternatif. Selanjutnya, memelihara konflik yang bersifat konstruktif perlu dilakukan, dengan mengajurkan fokus pada tugas bukan pada hubungan antar-individu atau mempermasalahkan personalitas seseorang. Berikutnya, bukalah jalan bagi tumbuh-kembangnya kecerdasan lokal, organisasi harus mampu membangun kecerdasan serta sense making yang bersumber dari level local di dalamnya. Lankah terakhir, gunakan dialog untuk membangun kesepahaman bersama tentang visi besar perusahaan. Hal ini perlu dilakukan karena setiap anggota organisasi perlu mengetahui kemana informasi akan mendukung visi besar organisasi.

Probing
Probing dimaksudkan untuk memandu bagaimana mengeksplorasi lebih dekat kepada sinyal – sinyal lemah yang datang dari periphery. Oleh karena itu probing akan menghasilkan lebih banyak informasi, yang selanjutnya akan dapat digunakan untuk melakukan eksperiment dan mengembangkan opsi-opsi guna dapat memahami substansi yang dikandung dari sinyal – sinyal yang berasal dari periphery serta sekaligus mengemukakan alternatif solusinya.

Acting
Setelah alternatif atau opsi – opsi dikembangkan pada tahap probing, perusahaan perlu segera membuat tindakan secara cepat dan tepat. Ada beberapa alternatif yang dapat diambil manajer dalam melaksanakan tahap acting ini. Perusahaan dapat membuat peluncuran alam skala kecil guna menciptakan platform bagi pertumbuhan masa depan; atau membangun kolaborasi dengan berbagai pihak; atau lebih dari kedua alternatif yang sudah disebut, seperti misalnya kombinasi dari keduanya atau bertindak sendiri namun dalam skala yang lebih besar.

Organizing
Semua tindakan yang disebutkan di muka perlu diorganisasikan agar terbangun lingkungan yang penuh kewaspadaan terhadap permasalahan – permasalahan yang muncul di area periphery. Di dalam tahap ini diperlukan kepemimpinan yang penuh kewaspadaan (vigilant leadership) yang mampu menganjurkan fokus lebar terhadap masalah – masalah pada area periphery. Selain itu, dibutuhkan konfigurasi atau struktur perusahaan yang dapat mendorong terjadinya eksplorasi periphery. Untuk itu diperlukan juga budaya yang memberi penghargaan kepada upaya – upaya penelaahan persoalan – persoalan periphery, dan pengetahuan guna mendeteksi dan memberi-tahukan kepada pihak yang berwenang jika muncul sinyal – sinyal lemah dari area periphery. Keempat aspek tersebut di muka pada akhirnya membutuhkan pendekatan dengan penuh rasa ingin tahu guna mengembangkan strategi peripheral vision.
Leading Dari uraian di atas dapat ditarik pelajaran bahwa peripheral vision lebih merupakan antisipasi dan kesiap-siagaan dari pada prediksi semata.Permasalahannya tidak terletak pada ketiadaan data namun ketidak-mampuan membuat pertanyaan yang baik. Untuk itu perlu dilakukan pemindaian secara aktif namun dengan open mind, karena msalah periphery tidak datang dengan sendirinya, ia harus ditemu-kenali secara aktif. Jika permasalahan telah muncul, manfaatkan pendekatan triangulasi guna memahami periphery. Jika menemukan masalah, sebaiknya diperiksa terlebih dahulu sebelum melompat masuk ke persoalan. Pada akhirnya menyeimbangkan peripheral dan focal vision merupakan tantangan utama bagi kepemimpinan.*****

Boards That Delive

Advancing Corporate Governance From Compliance to Competitive Advantage
Ram Charam

Disarikan oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi - 8605210299

Dewan Direktur (Board of Director / BoD) mengalami transformasi yang sedemikian cepat sejak berlakunya Sarbanes-Oxley Act (SOA) tahun 2002. Pergeseran kekuasaan antara CEO dan BoD nampak jelas. Anggota BoD mulai mengambil tanggung jawab mereka secara serius, menyuarakan ide dan pendapat, serta mangambil langkah – langkah sesuai tanggung jawabnya. Namun demikian peningkatan hubungan antara CEO dan BoD dalam banyak hal belum mencapai titik keseimbangan. Bahwa anggota BoD mulai menunjukkan kiprahnya merupakan tindakan yang sudah lama diharapkan, meskipun demikian ada bahayanya jika membiarkan mereka bertindak terlalu jauh. Anggota BoD dan CEO yang lihai dapat merasakan tekanan ini. Keduanya menyadari bahwa praktek di masa lalu mengalami kegagalan, upaya terakhir untuk membuat BoD sebagai bagian dari strategi competitive advantage tidak selalu berhasil.

Perubahan dalam boardroom pada saat ini tidak ditandai dengan perubahan personalia namun oleh atrmosfer sosial. Boardroom memiliki enegri lebih besar, kegembiraan, interaksi antar-direktor diwarnai dengan rasa ingin tahu, dan persahabatan yang berarti dengan CEO. Perbedaan dengan hari ini ada pada mindset, munculnya keinginan bersama untuk melakukan sesuatu yang berarti. BoD mulai mewujud sebagai institusi dari apda sekedar kumpulan orang.
Dalam banyak hal BoD terbukti melakukan kelalaian yang berdampak biaya (costly mistakes). Ada kasus di mana BoD mengangkat CEO dari luar lingkungan perusahaan, yang ahli dalam pemangkasan biaya, namun sebetulnya perusahaan tersebut sedang membutuhkan pemimpin yang mampu menumbuhkan bisnis. Semua BoD menginginkan melakukan hal yang benar, apakah dengan mematuhi peraturan dan regulasi baru, atau memberi kontribusi substansial dalam pemilihan CEO, memberi kompensasi pada manajemen senior, memastikan perusahaan memiliki strategi yang benar, dan memberikan kelangsungan kepemimpinan dan pengawasan yang semestinya. Guna mencapai potensi terbaik, para anggota BoD harus secara terus menerus berkembang hingga mencapai level yang lebih tinggi.

Evolusi Board
Board mulai evolusi sebelum era SOA. Pada mulanya mereka memiliki sifat seremonial (ceremonial), mereka eksis hanya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Sarbanes-Oxley mendorong banyak Board bergerak ke phase evolusi kedua; Direktur telah menjadi aktif dan terbebaskan (liberated) dari CEO yang semula mendominasi boardroom. Selain itu, telah menanti phase ketiga, ketika para direktur yang aktif ini menyatu sebagai suatu tim dan menjadi progressive.

Ceremonial Board
Praktek di masa lalu yang terjadi di boardroom, ketika seorang anggota BoD senior menasehati anggota BoD yang lebih junior untuk tidak berbicara mengeluarkan pendapat dalam rapat – rapat board, pada saat ini sudah tidak dapat dipertahankan. Pada masa itu CEO memiliki peranan yang sangat besar. CEO tidak banyak berkomunikasi dengan anggota BoD baik di dalam rapat maupun di luar acara rapat BoD. Ia hanya berbicara dengan rekan Direktur yang dipercayainya saja. Akibatnya, anggota BoD cenderung menjadi pasif, meski menjalani tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Geoff Colvin, editor senior majalah Fortune, menandai era ini dengan pernyataannya, “anggota BoD pada umumnya tidak dikenal publik, media jarang menyebut nama atau mengutip pernyataan direktur, sehingga bila perusahaan mengalami permasalahan atau bangkrut para direktur tidak perlu merasa malu aau dipermalukan.”

Liberated Board
Sebagian besar Board meninggalkan sifat seremonial setelah berlakunya SOA. CEO generasi baru mengharapkan peran aktif para anggota BoD. Calon – calon anggota BoD diharapkan mampu berpartisipasi aktif, dan hal ini merupakan persyaratan yang mesti dipenuhi.Liberation merupakan kabar bagus, sementara liberation dapat berarti berfungsinya BoD, ia juga berarti masing – masing direktur dapat menyuarakn pendapat yang saling berbeda satu dengan lainnya. Jika kondisi semacam ini tidak ditangani dengan efektif, liberation sebaliknya dapat membuat CEO dan manajemen berkurang efektivitasnya, dan dapat berdampak negatif pada penciptaan shareholder value.

Progressive Board
Board yang progressive mematuhi dengan cermat hukum, dan mereka juga memegang erat semangat yang terkandung dalam hukum dan regulasi. Hal in dilakukan – demikian ujar Andy Grove, pendiri dan mantan CEO, dan Chair Intel (produsen microchip) “guna memastikan sukses perusahaan berlangsung lebih lama dari pada kekuasaan CEO, dari pada peluang pasar, dari pada siklus produk”. Guna mencapau mandat yang lebih luas, board menjadi tim yang efektif, dan mereka mewujudkan value yang diharapkan dengan menjaga indenpendensi. Sesama anggota BoD saling berwacana tanpa merusak harmoni kelompk dan terjadi tanpa melalui CEO.
Progressive Board menambah value pada beberapa level tanpa menghabiskan waktu manajemen. Berbagai perspektif yang dibawa anggota BoD dari luar lingkungan seperti urusan legislatif, perubahan ekonomi, bisnis global dan pasar keuangan, memperkaya upaya management dalam membangun strategi dan mengelola perusahaan.

What makes a Board Progressive
Charam berargumen, board yang aktif dan penuh energi bukan jaminan bagi good governance. Ketika Liberated board gagal untuk sepenuhnya mengembangkan diri dan menyatu kedalam institusi yang kohesif, ia dapat berubah menjadi persoalan serius bagi bisnis. Artinya meski di satu sisi Liberated board memiliki peluang sangat besar guna menambah value bagi perusahaan, di sisi lain mereka juga beresiko terhadap erosi nilai yang sudah ada. Untuk alasan ini, board perlu memasukkan unsur urgency dalam percepatan transformasi.
CEO dan anggota board lainnya perlu mempersiapkan diri dalam proses transformasi dari Liberated ke Progressive. Untuk itu perlu dipahami building blocks yang membedakan Progressive dari Liberated board. Pertama, group dynamics, maksud atau tujuan interaksi antar antar-anggota board dan antara board dengan manajemen merupakan perbedaan fundamental antara Ceremonial, Liberated dan Progressive boards. Kedua, information architecture, bagaimana board memperoleh informasi, dan dalam bentuk apa, merupakan aspek vital yang mewarnai bagaimana board bekerja. Mekanisme kerja pada dasarnya sangat berbeda untuk tingkat board yang berbeda pula. Ketiga, focus on substantive issues, semua yang menjadi fokus perhatian board akan menentukan apakah boards dapat membantu konsistensi value.

Kontribusi Yang Diperhitungkan
Membangun pondasi bagi board agar mereka dapat bekerja secara efektif perlu mendapat perhatian utama. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, upaya memberikan kontribusi nyata sepertinya akan tenggelam dan membuat frustasi direktur dan CEO. Dengan memainkan grop dynamics, information architecture dan focus memungkinkan boards menjalankan pertimbangan umum terhadap topik – topik krusial. Praktek terbaik dalam lima area membantu Progessive board menerapkan kebijaksanaan dan pengalaman mereka memberi kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan bisnis.
Adapun kelima panduan aksi tersebut adalah: [1] menetapkan CEO yang baik dan mempersiapkan mekanisme suksesi; [2] menetapkan kompensasi bagi CEO; [3] menetapkan strategu yang teat bagi perusahaan; [4] membangun kumpulan generasi yang memiliki bakat kepemimpinan; dan [5] memonitor kesehatan, kinerja dan resiko bisnis perusahaan.

Perbandingan dengan Literatur lain
BTD menyajikan kerangka teori dan analisis tentang hubungan yang terjadi di dalam BoD. Kasus – kasus yang diketengahkan dalam buku ini hampir semuanya yang terjadi di USA. Jika kerangka dan ide – ode yang disodorkan dalam buka ini dicoba diterapkan dalam konteks Indonesia, maka ia tidak sepenuhnya dapat diaplikasikan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan struktur umum organisasi bisnis. Di USA, BoD merupakan kumpulan dari individu yang terpilih untuk mewakili kepentingan stakeholder di dalam perusahaan tertentu. BoD memiliki kewenangan tertinggi dalam memilih dan mengangkat CEO, serta menetapkan arah dan strategi perusahaan. Anggota BoD disebut direktur, sementara CEO membawahi manajemen yangsifatnya operasional.

Berbeda dengan USA, di Indonesia berlaku UU-RI Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UU-PT) yang mengatur tata organisasi PT dan tugas – tugas pengurus. Pengurus perseroan (organisasi bisnis) terdiri dari Komisaris dan Direksi, yang keduanya diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Komisaris bertugas melakukan pengawasan serta memberikan nasihat kepada Direksi, sementara Direksi bertanggung jawabpenuh atas pengurusan perseroan, mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan.
Dari kedua fakta ini, jelaslah bahwa peran Direktur (anggota Direksi) dalam perusahaan Indonesia berbeda dengan peran Direktur dalam perusahaan Amerika Serikat. Demikian halnya, Komisaris, karena tidak berwenang mengangkat atau memberhentikan Direksi, maka perannya juga berbeda dengan Anggota Board di dalam perusahaan Amerika Serikat.
Dari kajian kepemimpinan, ada kesesuaian antara BTD dengan Resonant Leadership yang ditulis oleh Richard Boyatzis dan Anne McKee (2005). Boyatzis dan Anne berargumen bahwa tindakan yang benar yang pernah terbukti sukses di masa lau tidak selalu dapat diterapkan kembali dan meraih sukses yang sama di masa dan situasi yang berbeda. Persoalannya, banyak pemimpin gaya lama yang kehilangan realitas emosional, mereka masih terpaku pada keberhasilan masa lalu sementara zaman sudah berubah, akibatnya mereka gagal membangun kepemimpinan yang bersifat resonan yang dipercaya dapat membantu tercapainya competitive advantage.

Sementara Board That Deliver (BTD) mengeksplorasi phase – phase evolusi Board dan menyarankan praktek terbaik yang dapat dilakukan oleh anggota BoD guna mendukung tercapainya competitive advantage, Resonant Leadership di pihak lain, menawarkan pencerahan bagi para pemimpin (dimana anggota Board termasuk dalam kategori ini) untuk mengatasi siklus jahat, stres dan pengorbanan yang kesemuanya menghasilkan ketidak-harmonisan umum (dissonance prevalent) dalam berbagai organisasi. Intinya resonant Leadership dapat melengkapi pendakatan yang ditawarkan Charam bagi Boards.*****

KECERDASAN MORAL

Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju dengan apa yang benar.

Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan menjadi penyebab yang baik di masa depan.

Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia secara umum pada seluruh budaya di dunia.

Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?

2. DILAHIRKAN UNTUK BERMORAL
Seorang pemimpin yang terbaik berpikir “kita”, bukan “saya”. Suatu hal yang sederhana, dimana orang yang baik memiliki moral yang merupakan watak bawaan sejak lahir. Mereka mengikuti sebuah kompas moral walaupun terdapat godaan. Mereka memilih yang benar dari yang salah. Orang baik dan pemimpin yang baik merupakan bagian dari nilai moral. mereka percaya terhadap kejujuran dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka turut berduka terhadap penderitaan orang lain dan tahu bagaimana harus memaafkan seperti pentingnya dirinya sendiri.

Pemimpin yang baik bukanlah sebuah fungsi dari beberapa bakat yang jarang digunakan untuk menginspirasi orang lain. Salah satu dari kita dapat menjadi orang baik dan pemimpin yang baik dikarenakan kita terikat kuat dengan moral. Kita terlahir pada jalan itu. Melihat sekilas pada pokok berita di koran mungkin akan membuat kita sulit untuk memiliki kepercayaan yang kuat, namun inilah alasan mengapa kita berpikir hal itu.

Untuk memiliki moral toleransi, pertama kita memerlukan kemampuan untuk melihat dunia melalui pandangan mata orang lain. Banyak psikolog mempercayai bahwa indikasi awalnya adalah empati. Sejak berumur dua tahun, kita mulai menunjukkan celah keadilan, tanggung jawab, dan merasa bersalah. Kita semua pernah mendengar anak-anak menginjak umur tiga atau empat menanggapi kenyataan atau imajinasi keadilan dengan sebuah empati, “That’s not fair!”. Banyak dari kita memulai pada usia dini untuk melakukan sesuatu yang kita tahu akan membuat kecewa orang lain. Melakukan hal yang negatif merupakan bagian penting dari belajar memiliki moral. jika kita tidak melakukan sesuatu yang buruk, akan sulit bagi kita untuk mengerti perbedaan antara tingkah laku benar dan salah. Pikirkan waktu lalu yang dapat anda ingat ketika anda melakukan suatu kesalahan. Berapa usia anda? Apa yang anda lakukan? Bagaimana anda tahu itu sesuatu yang salah? “golden rule” – perlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan. Pikirkan orang lain. Jangan melakukan sesuatu yang menyakiti orang lain. Katakan yang sebenarnya.

Kita memelihara proses alami dari perkembangan moral sampai kita melihat sebuah situasi dimana hal itu tidak terjadi. Itu tidak dapat terjadi, sebagai contoh, jika kita terlahir dengan masalah neurologika yang pasti. Perkembangan moral tentu akan terus berjalan jika perhatian kita tidak diinginkan atau menyediakan hal yang benar dari pengasuhan di masa lalu. Orang tua kita tidak perlu sempurna. Mereka hanya perlu “cukup baik” untuk bersikap kepada kita sepanjang waktu. Mereka perlu tetap mempengaruhi dan percaya. Mereka harus menunjukkan kepada kita bagaimana untuk menjadi empati, dan mereka membantu kita untuk membangun kepercayaan yang positif terhadap diri kita sendiri.

Ilmuwan yang mempelajari hubungan antara fungsi otak dan tingkah laku memulai dengan bagan “anatomi moral” dari otak. Mereka mempelajari bagaimana otak memberi dampak pada tingkah laku moral. Sebagian dari kita mengetahui apa yang benar, terkadang berjuang untuk melakukan apa yang kita ketahui benar - ketika kita kekurangan kompetensi moral untuk bertindak selaras dengan pedoman moral. Peneliti telah menemukan bahwa otak kita membuat perbedaan. Ketika ilmu syaraf dibandingkan dengan tingkah laku dari dua remaja yang merasa menderita luka-luka otak, mereka menemukan sebuah perbedaan tajam dalam kapasitas luka mereka.

Jika benar bahwa kita memiliki hubungan untuk mengikuti Golden Rule, lantas bagaimana kita dapat menjelaskan semua kekerasan yang terjadi? Kita dapat mencoba menulis kejahatan dan kekejaman sebagai mutasi dari sifat normal alami manusia. Kebanyakan dari kita, bagaimanapun juga menyadari bawa terdapat sisi gelap dalam diri kita. Dengan menyeimbangkan laju persaingan dan mengatur sisi gelap dari diri kita merupakan pokok dari kecerdasan moral. Memilih diantara keinginan-keinginan bersaing merupakan pokok dari kesusilaan. Tidak ada kesusilaan tanpa pilihan. Membuat keputusan antara laju persaingan mewajibkan kita untuk membuat pilihan-pilihan moral. Hal ini merupakan kecerdasan moral, kemampuan untuk menyeimbangkan laju persaingan, yang membuat kita sebagai manusia yang sesungguhnya.

Penting bagi kita untuk menaruh perhatian pada prinsip-prinsip moral yang kita pegang. Bukan berarti kita berpikir setiap orang harus mempercayai moral yang sama. Namun kita berpikir keberadaan prinsip-prinsip moral secara umum yang menawarkan bukti moral. Di samping implikasi biologis, keberadaan prinsip-prinsip moral kemungkinan harapan terbaik untuk memperjuangkan dan memajukan sebuah komunitas global. Jika semua orang di bumi membagikan sebuah daftar kecil dari prinsip-prinsip kritis, bersama-sama kita akan membuat keputusan yang lebih baik yang dapat menentukan perjuangan dari planet.
Pada akhirnya, ditulis oleh psikolog Martin Seligman dan rekan kerjanya dalam lingkup “positif psikologi” memiliki penilitian yang membawa mereka pada enam identifikasi “nilai-nilai umum” dalam semua budaya di dunia: harapan, keberanian, perikemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transenden. Walaupun labelnya mengubah kuat sikap yang melalaikan dan masing-masing budaya kemungkinan menjelaskan prinsip-prinsip yang berbeda, moral yang mendasari pengertian, selalu sama. Kita mempercayai keberadaan prinsip-prinsip umum, walaupun kita tahu prinsip-prinsip umum tersebut tidak tersebar secara keseluruhan. Kita percaya bahwa kita dalam keselarasan dengan prinsip-prinsip sangat penting bagi perjuangan individu, organisasi dan kesuksesan.

3. PEDOMAN MORAL
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa sejak lahir kita telah memiliki “bakat” bermoral. Namun bakat saja tidaklah cukup. Kemantapan antara bakat, kemampuan, dan tindakan merupakan hal yang mendukung menuju tercapainya tujuan. Hal tersebut disebut dengan “keselarasan hidup”. Menggapai keselarasan hidup mungkin terkadang sulit, namun hal itu tidak memaksakan kita untuk melakukan tindakan yang superhuman. Hanya diperlukan langkah yang konsisten dari hari ke hari, apa yang harus kita lakukan, apa yang kita perlukan untuk meraih tujuan. keselarasan hidup juga bukan merupakan suatu kebetulan. Keselarasan hidup diperlukan dalam melakukan sesuatu pada tujuan dan untuk sebuah tujuan. Bagaimana untuk memulainya? Keselarasan hidup memiliki dua proses. Proses pertama, bangun model pandangan pribadi anda:
- Kompas moral – apa nilai anda, dan apa hal paling penting yang anda percayai?
- Tujuan – apa yang anda inginkan untuk menyempurnakan kepribadian dan profesionalitas anda?
- Tingkah laku – tindakan apa yang akan anda perbuat untuk menggapai tujuan anda?

Selanjutnya, setelah membangun model keselarasan pribadi dan mengetahui apa yang pantas dalam “bingkai”nya masing-masing, lakukan yang terbaik untuk memperbaiki keselarasan diantara bingkai-bingkai moral. Pedoman moral penuh dengan prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan yang memandu aspirasi dan tindakan anda, setiap orang memilikinya. banyak orang berasumsi otak mereka utuh, terbangun pusat nilai-nilai kebaikan pada saat berumur empat tahun. Setiap orang dengan sebuah fungsi otak yang normal dan mendekati pedoman moral setiap orang menunjang persamaan terhadap orang lain. Hal itu dikarenakan pedoman moral kita didasari luasnya prinsip-prinsip umum.

Tidak seperti prinsip umum, yang dikirimkan kepada setiap orang, nilai (value) bersifat individu. Terdapat alasan khusus untuk mengidentifikasikan nilai-nilai penting yang dimiliki. Values menolong manusia untuk selektif mengenai bagaimana menghabiskan waktu yang berharga. Saat values dapat membantu mengatakan yang benar dari yang salah, values juga menolong manusia untuk memutuskan yang benar dengan dipandu pilihan-pilihan. Untuk membuat keputusan yang benar, perlu dipertimbangkan pilihan-pilihan penting dari nilai-nilai personal seperti kesehatan, perkembangan personal, petualangan, dan keluarga.
Pada saat kita membuat keputusan yang tidak memiliki beberapa bagian penting moral, seperti contohnya saat memutuskan tujuan berlibur, kita mungkin menuruti keinginan kita untuk berpetualang tanpa pemikiran kedua. Namun ketika kita membuat sebuah kesalahan yang melibatkan orang lain, seperti dalam kasus ketika mempertimbangkan kemajuan karir yang akan membawa dampak pada anggota keluarga. Dalam hal tersebut, kita harus menghormati prinsip tanggung jawab. Kita mungkin menyadari keinginan kita untuk berpetualang, tumbuh, atau akan datang lebih banyak uang dalam yang merupakan harga sebuah tanggung jawab terhadap keluarga.

Sama dengan setiap bagian dari kepemimpinan yang efektif, pembuatan keputusan yang baik menjelaskan tentang nilai-nilai personal anda. Terkadang kita tidak secara tepat menilai apa yang kita katakan dan yang kita lakukan. Jika setiap waktu anda mendapatkan diri anda tidak konsisten dengan nilai-nilai, anda memiliki sebuah pilihan. Anda dapat belajar untuk keselarasan tingkah laku yang lebih baik dengan nilai-nilai anda, membangun kompetensi moral dan emosional anda atau anda secara sederhana menerima bahwa anda menilai sesuatu yang anda rasa tidak penting bagi anda. Hal ini tidak ada masalah selama tindakan anda tidak berlawanan dengan prinsip-prinsip umum.

Kepercayaan merupakan komponen ketiga dari sistem pemandu kita. Kepercayaan kita merupakan ringkasan khusus mengenai pandangan dunia pribadi kita. Kepercayaan menunjukkan pengertian kita mengenai apa yang kita pikir penting dan bagaimana kita berpikir hubungan dalam diri kita mengenai dunia luar.kepercayaan menangkap daftar prinsip-prinsip dan nilai-nilai daam sebuah garis yang mudah untuk dikomunikasikan. Kepercayaan merupakan bahasa yang digunakan untuk menjelaskan nilai-nilai dan pengertian dari prinsip-prinsip terhadap diri kita dan orang lain. Mereka menghubungkan pengertian kita mengenai prinsip-prinsip dengan pilihan dari nilai-nilai.

Setiap pemimpin yang efektif memiliki bola kristal tujuan yang jelas. Tujuan merupakan hal sangat penting bagi pemimpin yang efektif karena tujuan menggerakkan melebihi apa yang disadari atau tujuan yang baik terhadap tindakan yang spesifik. Pemimpin yang efektif menerima tanggung jawab sebagai jalan mencapai tujuan. Pemimpin yang efektif memiliki tujuan yang sangat mereka perhatikan. Mereka juga membesarkan hati pengikut mereka untuk membangun kepribadian dan mencapai tujuan. Salah satu dari alat motivator yang terhandal dari pemimpin yang baik adalah dengan menunjukkan kepedulian terhadap apa yang diinginkan dan tujuan yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja dengannya.

Tingkah laku meletakkan “hidup” dalam “kehidupan yang selaras”. Kebiasaan menunjukkan apa yang dilakukan, termasuk pemikiran, emosi, dan tindakan yang diambil. Kebiasaan merupakan suatu hal yang menginspirasi manusia untuk mengikuti pemimpin. Manusia tidak akan mengetahui anda sebagai pemimpin moral kecuali anda membicarakan mengenai tujuan hidup anda – dan bertindak secara serasi.

4. SELALU MENGACU PADA PEDOMAN MORAL
Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral kita. Kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dan orang lain dalam situasi tuntutan moral. Tanpa kecerdasan moral tidak ada pelatihan yang akan membawa kita pada moral kepemimpinan, disebut juga dengan otak anak kecil yang terluka. Tidak peduli seberapa keras orang tuanya berusaha untuk mengisi nilai-nilai positif, mereka benar-benar kekurangan neurologika dasar, alat untuk membedakan antara benar dan salah.

Kecerdasan moral merupakan bakat dasar untuk gagasan moral dan tindakan. Kecerdasan moral mengijinkan kita untuk mengembangkan nilai-nilai moral dan kepercayaan-kepercayaan serta mengintegrasikannya nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan tersebut ke dalam sebuah pedoman moral yang saling bertalian. Karena itu merupakan bagian dari kita yang mengetahui apa yang benar, kami menggunakannya untuk memastikan bahwa tujuan kita dan tinkah laku sejajar dengan pedoman moral. Seperti sebuah detektor asap, kecerdasan moral membunyikan alarm saat tujuan dan tindakan keluar tidak sejalan dengan pedoman moral.

Kompetensi moral, saat kecerdasan moral mengetahui apa yang harus dilakukan, kompetensi moral merupakan kemampuan dari melakukan tindakan yang benar. Bagaimana kita tahu bahwa apa yang kita tahu benar? Bagaimana kita tahu hal yang benar pada saat kita merasa takut dan tertekan? Untuk itu, kita memerlukan kompetensi moral. Kita memerlukannya untuk memahami apa tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip kita, dan kita memerlukan kompetensi moral untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan kita. Kompetensi emosional membantu kita mengatur emosi kita dan kualitas emosi dalam berhubungan dengan sesama. Hampir tidak mungkin untuk memiliki kompetensi moral yang baik tanpa kompetensi emosional yang baik.

Kompetensi emosional membantu kita untuk menjawab pertanyaan seperti berikut: apa yang membuat suatu hal sulit untuk dikatakan kebenarannya dalam situasi tertentu? Bagaimana tindakan yang akan diambil seseorang jika saya mengatakan kebenaran atau gagal menyampaikan kebenaran? Bagaimana saya dapat memberitahujan kebenaran ketika hal tersebut akan membatasi hubungan saya dengan orang lain? Kompetensi emosional memberi kesempatan pada kita untuk mengerti emosi yang kita miliki, khususnya dalam hal melakukan sesuatu yang benar. Kompetensi emosi juga menolong kita untuk memahami dan merespon kecerdasan untuk emosi terhadap orang lain. Kemampuan untuk merespon pada emosional orang lain tersebut sangat diperlukan sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dimana seseorang merasa cukup aman untuk melakukan moral yang benar.

Ketika anda secara konsisten menggunakan kecerdasan moral, kompetensi moral, dan kompetensi emosional anda, anda akan menemukan bahwa anda meluangkan waktu lebih dengan pedoman moral anda. Saat kecerdasan moral, kompetensi moral, dan kompetensi emosi berjalan seimbang maka kreatifitas dan tindakan anda berada pada tingkat yang terbaik. Pada kebanyakan pemimpin yang sukses, mereka meluangkan mayoritas waktu mereka dengan sejajar. Namun seluruh waktu pengalaman kita ketika hal tersebut sulit untuk tetap sejajar. Ketidaksejajaran moral tidak selalu terjadi karena kita kekurangan kemampuan moral atau emosional. Biasa hal tersebut dikarenakan virus moral atau gangguan emosional yang akhirnya mengganggu kemampuan kita untuk menggunakan kompetensi moral dan emosional kesuksesan.

5. TANGGUNG JAWAB
Bertindak secara konsisten dengan berdasarkan prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan berarti memiliki tujuan penuh dalam setiap hal yang anda lakukan dan dalam setiap hal yang anda katakan. Kejujuran merupakan kebenaran. Kejujuran berarti mengatakan apa yang anda lakukan dan melakukan apa yang anda katakan. Kesadaran merupakan langkah pertama untuk bertindak jujur secara konsisten. Oleh karena itu sangat penting untuk memperjelas tentang apa yang ada dalam pecoman moral anda. Bertindak secara konsisten sesuai dengan pedoman moral anda juga berarti membiarkan orang lain tahu prinsip-prinsip yang penting bagi anda, sebaik seperti keputusan dan tingkah laku yang anda lakukan, konsisten dengan hal tersebut. Pemimpin yang secara menyolok tidak memperdulikan prinsip-prinsip umum berarti melakukan kerusakan besar dalam konstitusi mereka dan bawahan mereka, seburuk pemimpin yang “membayar” lip service terhadap kejujuran, tidak sesuai dengan prakteknya.

Dalam pengaturan perusahaan, kurangnya kejujuran biasanya menunjukkan kurangnya kompetensi moral. Mengatakan kebenaran sering kali berarti menegaskan kenyataan dibalik keadaan tantangan disekitar. Pemimpin perlu untuk mengatakan yang sebenarnya dengan sebab yang nyata untuk harapan dan keoptimisan. Kejujuran sering menyulitkan bagi pemimpin bisnis. Pada saat seorang pemimpin memiliki informasi yang dirahasiakan. Hal ini biasanya dalam situasi melibatkan tawaran-tawaran publik ketika rencana kerja mengalami penurunan. Untuk mengatakan kebenaran pada waktu yang tidak tepat dapat mengakibatkan sebuah penurunan pelayanan bisnis, namun jika hukum memerlukan informasi yang dimiliki, pemimpin harus mengakuinya. Pemegang informasi juga dibenarkan untuk melindungi privacy para karyawan.

Mengatakan yang sebenarnya dan kebijaksanaan merupakan dua hal yang tidak bertentangan. Beberapa orang merasa bangga terhadap dirinya dengan jujur terhadap kesalahannya. Kita mungkin mengatakan sesuatu yang takut untuk dikatakan, namun itu tidak perlu ditambah-tambahi untuk melebihi kebenaran yang ada. Beberapa orang menggunakan “kejujuran” sebagai sebuah kebebasan dari celah permusuhan. Mengatakan kebenaran akan bekerja baik ketika dipasangkan dengan kompetensi emosional dari kesadaran diri sendiri. Kita membutuhkan kesadaran diri untuk memahami bagaimana tujuan dan keinginan kita yang berpengaruh terhadap apa yang kita katakan terhadap orang lain. Pemimpin yang memiliki informasi terbatas mengenai perubahan seharusnya memeriksa dengan teliti motivasi mereka, hal tersebut penting untuk melindungi perusahaannya.

Kita memerlukan kompetensi emosional untuk memahami emosional orang lain dan membuka diri untu berdiskusi kebenaran langkah yang dapat diterima seseorang dan digunakan secara produktif. Para karyawan mengerti ketika pemimpin mereka mambuat keputusan melayani dirinya sendiri dan atau menaungi kebenaran tentang penundaan perubahan. Akibat dampak negatif pada moral dan perbuatan dapat merusak pelaksanaan setiap usaha perubahan.
Menyatakan kebenaran memiliki sebuah dampak terhadap keefektifan kepemimpinan dan kinerja. Ketika seseorang bekerja pada seseorang yang tidak jujur, mereka akan memilah informasi untuk melindungi dirinya dari reaksi negatif ataupun reaksi yang tidak terduga. Bos yang tidak jujur menciptakan sebuah iklim yang terdominasi oleh tipu daya politik daripada kerja produktif, orang-orang yang bekerja pada atasan yang tidak jujur meluangkan banyak waktu mewujudkan keajaiban agenda manajer mereka, berusaha untuk mengumpulkan informasi, berusaha untuk memacu kekuatan, dan hanya melakukan hal-hal yang mereka pikir dapat menjaga mereka terlepas dari kerusakan. Dan sebaliknya, pemimpin yang jujur membangkitkan sebuah kekuatan kepercayaan. Orang yang bekerja pada atasan yang jujur merasa relax karena mereka tahu tidak ada kejutan yang tersembunyi. Mereka lebih menyempurnakan lagi kinerjanya dan bekerja dengan kreatifitas yang tinggi ketika mereka tidak memiliki energi yang terbuang.

Menjaga janji merupakan sebuah kejujuran yang murni karena menunjukkan bahwa kita dapat dipercaya dalam melakukan apa yang kita katakan akan kita lakukan. Menjaga janji merupakan sebuah nilai kompetensi yang tinggi dalam berorganisasi. Untuk menjaga janji biasanya memerlukan bantuan dari beberapa kompetensi emosional- kesadaran diri sendiri untuk mengakui ketidakmantapan dalam bertindak antara tujuan dan tindakan serta kendali dari diri sendiri dalam kebiasaan disiplin kerja guna menjaga janji yang dibuat.

Kompetensi kejujuran merupakan sentral pusat pada keefektifan anda sebagai seorang pemimpin. Bagi seorang pemimpin, satu dari sekian banyak janji pemimpin mereka simpan dengan harapan untuk menjaga privacy dari orang lain. Keluhan yang ada umumnya mengenai rendahnya kejujuran para pemimpin yang menunjukkan bahwa mereka gagal dalam menjaga kepercayaan. Beberapa pimpinan mengkhianati kepercayaan dengan maksud baik dikarenakan mereka percaya bahwa membagi informasi dengan orang lain akan menolong orang yang diberi pernyataan informasi pribadi tersebut. Kepercayaan yang salah lainnya bahwa hal tersebut dapat diterima untuk membagi informasi yang diyakini mengenai sebuah partai ketiga yang mereka percaya tidak akan menyebarkan informasi yang diyakini kepada orang lain. Suatu hal yang ironis bahwa beberapa dari kita mengharap sebuah partai ketiga untuk menjaga sebuah kepercayaan yang kita khianati. Ketika anda mendiskusikan informasi pribadi mengenai orang lain dengan yang lainnya, anda dapat mengasumsikan bahwa hal tersebut akan menjadi umum, dan orang yang kepercayaannya anda khianati akan tahu bahwa andalah sumbernya.

Ketika seorang pemimpin mengkhianati kepercayaan, mereka kehilangan lebih dari kehormatan dari teman kerja sejawatnya. Mereka juga berhenti mendapat sumber informasi dari karyawan dan rekan kerja karena mereka menjadi lebih sensitif melindungi informasi yang dimiliki dari seorang loose-lipped leader. Seorang pemimpin yang kehilangan infornasi yang diyakini tidak semenderita sebanyak hancurnya karir orang yang kehilangan dimensi kejujuran. Jika pemimpin memiliki reputasi yang baik, orang kemungkinan akan mencoba untuk memberi kompensasi dengan menekankan kekuatan penuh pada pemimpin bahwa informasi yang pasti harus dipegang dalam kepercayaan.

6. BERSEDIA MEMAAFKAN
Ketika anda seorang pemimpin, memiliki tanggung jawab untuk melayani orang lain mengalir dalam perasaan. Aktif memperdulikan sesama berarti bahwa anda melakukan sesuatu yang secara aktif mendukung pilihan-pilihan personal orang lain. Terkadang itu bermakna bahwa anda peduli tujuan-tujuan orang lain seperti mereka peduli terhadap tujuannya sendiri. Suatu waktu, anda mungkin mendapatkan diri anda dengan serius mempedulikan tujuan orang lain melebihi apa yang mereka rasakan. Kompetensi memaafkan merupakan “kompetensi cermin” yang memiliki hubungan yang sangat dekat. Sulit untuk membicarakannya secara terpisah, namun keduanya bukan kemampuan yang sama. Beberapa dari kita merasa lebih baik memaafkan diri kita sendiri dibandingkan memberi maaf pada orang lain dan begitu pula sebaliknya. Kita tidak dapat melepaskan begitu saja kesalahan orang lain. Terkadang kita mengecam diri kita sendiri namun kita memiliki waktu yang mudah untuk memaafkan diri kita sendiri karena kita mengetahui maksud baik yang kita miliki secara mendasar. Sementara itu kita mungkin menolak untuk memaafkan orang lain karena kita tidak mempercayai motivasinya. Pemimpin yang efektif tahu bahwa melepas kesalahan yang orang lain lakukan akan memperjelas jalan menuju prestasi masa depan yang lebih baik.

Melepas kesalahan yang kita perbuat bukan berarti kita membebaskan atau menjelaskan lebih jauh tingkah laku yang tidak dapat diterima. Hal ini penting, menerima tanggung jawab terhadap apa yang anda lakukan dan menjalankan dengan lebih baik untuk melangkah ke depan. Namun kita harus menghentikan pembicaraan negatif yang akan memenuhi otak kita ketika kita kecewa terhadap diri kita sendiri. Mengapa? Ketika kita sibuk berbicara pada diri kita sendiri, mengenai kegagalan kita, kegelisahan, dan rasa bersalah, tidak ada ruang dalam jiwa untuk mempelajari pelajaran dari kesalahan kita. Jika kita tidak dapat memaafkan diri kita sendiri, kita akan diam ditempat. Oleh karena itu, kesalahan yang telah kita lakukan kita jadikan pegangan sebagai pengalaman dan peluang yang baru. Tanpa saling memaafkan, kehidupan manusia secara virtual tidak mungkin. Hubungan yang akrab dengan teman, keluarga, dan rekan kerja tidak akan ada tanpa saling memaafkan. Tanpa saling memaafkan, prestasi organisasi akan terhambat. Pemimpin yang efektif membentuk sebuah hubungan dengan pengikut-pengikutnya dengan saling memaafkan pada intinya.

7. EMOSI
Setiap saat kita menghadapi dunia dari dalam sebuah segitiga dari pemikiran, emosi, dan tindakan. Tidak peduli apa yang terjadi, kita selalu berpikir, merasakan, dan bertindak, dan kita melakukan kesemuanya secara serempak. Sebagai pemimpin dan pembuat keputusan, kebanyakan dari kita merasa lebih nyaman menjalankan satu dari ketiga domain tersebut. Beberapa dari kita tipe pemikir yang cenderung mengandalkan logika dan ide-ide; yang lainnya tipe perasa yang cenderung mengandalkan emosi dalam membuat keputusan, atau beberapa dari kita tipe fisikal yang ingin bertindak sebagai sebuah jalan dalam merespon sebuah masalah.
Sebenarnya anda menyadari segitiga anda sendiri, orang disekitar anda melihat tingkah laku yang diakibatkan. Apa yang rekan kerja anda perhatikan mengenai anda dan bagaimana mereka menafsirkan apa yang mereka lihat, memiliki dampak yang sangat besar dalam hubungan kerja anda, baik ataukah buruk. Karena orang-orang disekitar anda tidak dapat membaca pemikiran dan perasaan anda, mudah bagi mereka untuk salah pengertian terhadap tindakan anda. Jika anda ingin menjadi pemimpin yang efektif, anda memerlukan rekan kerja untuk mengerti secara tepat apa maksud anda, mengapa anda melakukan tindakan tersebut dan apa yang anda lakukan. Tanpa kesadaran dari diri sendiri, anda akan menyisakan sebuah misteri pada diri anda, dan akan akan berapa dalam kegelapan mengenai bagaimana anda harus berhadapan dengan rekan kerja anda. Tanpa kesadaran terhadap diri sendiri, perbaikan kapasitas dari diri anda sangat terbatas. Menyadari perasaan anda merupakan hal yang juga vital terhadap kemampuan menciptakan iklim kerja yang positif bagi karyawan anda.
Kita perlu untuk mengerti pemikiran kita sehingga kita dapat memperhatikan dan mengatur dampak emosional dan fisik. Kita dapat memilih pemikiran kita dan ketika kita mengubah pemikiran kita, semuanya berubah. Jika anda memiliki pemikiran kritik, anda akan melihat bahwa emosi dan tubuh anda negatif, dan anda tidak dapat menunjukkan hal yang terbaik. Jika anda meluangkan sedikit waktu untuk menempatkan ulang pemikiran kritik anda dengan kalimat-kalimat percaya diri dalam diri anda, suasana hati anda akan terangkat, tubuh anda relaks, dan prestasi kerja anda meningkat.

Pemimpin yang efektif meyandarkan diri pada kendali diri untuk memelihara kestabilan dengan prinsip-prinsip.kebanyakan pemimpin yang sukses telah mengetahui dari pengalaman, bahwa kehilangan kendali emosional akan berdampak buruk bagi harga diri mereka, reputasi mereka, dan prestasi bisnis mereka. Salah satu dari nutrisi emosional terbaik adalah sebuah keseimbangan hidup. Keseimbangan berarti mencapai keseimbangan dalam banyaknya waktu dan enegri yang anda luangkan pada masing-masing dari banyak dimensi kehidupan anda. Anda menetapkan keseimbangan emosional anda dengan mengalokasikan sumber daya personal, seperti waktu, energi, dan uang dalam kehidupan yang berarti bagi anda. Tidak ada aturan dalam menciptakan keseimbangan. Hanya anda yang dapat menentukan seberapa banyak waktu dan energi yang anda luangkan dalam hidup anda.

Kestabilan emosional akan tetap terjaga baik jika anda memilih kegiatan-kegiatan yang anda nikmati, dibandingkan kegiatan-kegiatan yang anda lakukan karena anda berpikir kegiatan tersebut baik bagi anda. Kegiatan relaksasi sehari-sehari juga dapat menambah kestabilan emosional dan fisik. Hal yang terpenting adalah memilih beberapa praktek sehari-hari yang mengisi kembali kestabilan badan, pikiran, dan semangat. Kemampuan efektif personal seperti memutuskan apa yang dipikirkan dan kendali diri merupakan bantuan nyata pada kompetensi moral. Kita tahu kita membutuhkan kendali emosional untuk melakukan hal yang benar. Namun mengapa kita membutuhkan kemampuan seseorang dalam kompetensi moral? Untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang lain, kita perlu memahami mereka. Untuk memiliki rasa belas kasih dan memaafkan kita perlu melihat dunia melalui mata orang lain.

Empati merupakan sesuatu yang seolah-olah seperti bagian jiwa dimana anda mengalami sebuah perubahan situasi melalui penglihatan orang lain. Tanpa empati anda terbatas dengan penglihatan realita subjektif anda sendiri. Empati bagi situasi kehidupan orang lain sering memberi inspirasi bagi kita untuk berkeinginan menolong. Hal ini penting untuk membedakan antara mengerti dunia orang lain dan terkontrol oleh keperluan-keperluan dan pilihan-pilihan orang lain.

Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan hal yang perlu bagi kompetensi moral. Dengan hati-hati mendengarkan menunjukkan tanggapan bagi nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, tujuan-tujuan, emosi-emosi orang lain. Kemampuan sepenuhnya untuk mendengarkan juga membuat kemungkinan empati karena hal tersebut sebagai bahan masukan pada rasa belas kasih dan memaafkan yang sepantasnya. Rasa hormat merupakan perekat yang membolehkan orang dari latar belakang, pandangan, dan kebiasaan yang berbeda untuk bekerja sama. Moral pemimpin mengetahui bahwa mereka hanya dapat mempercayai orang yang mereka hormati. Rasa hormat datang dari apresiasi terdalam kita terhadap orang lain. Ketika kita berkata bahwa kita hormat terhadap seseorang, kita membentuk sebuah hubungan dengan diri mereka, sebuah hubungan positif yang bebas dari pendapat kita terhadap pilihan dan tindakan mereka.

Karena pemimpin memerlukan orang lain untuk mewujudkan tujuan mereka, mereka harus terus berhubungan dengan orang lain. Empati, kemampuan mendengar, dan rasa hormat merupakan tanda seorang individu yang terus berhubungan baik dengan orang lain. Pemimpin yang dapat memiliki hubungan baik dengan orang lain memiliki empat tambahan kualitas: mereka menunjukkan ketertarikan pada kehidupan orang lain; mereka terbuka dan dekat dengan orang lain; mereka fleksibel dalam menyesuaikan pilihan-pilihan dan kebutuhan-kebutuhan orang lain; dan mereka enjoy dengan perbedaan diantara mereka.

Menghargai perbedaan-perbedaan melebihi rasa hormat atau menilai bermacam-macam pandangan yang dibawa orang lain. Hal ini merupakan kapasitas untuk menikmati perbedaan-perbedaan diantara kita yang membuat kita menarik. Orang yang dapat terus berhubungan baik dengan orang lain tidak hanya sabar menghadapi perbedaan; lebih dari itu mereka merasa kaya dengan keunikan kepribadian dan pandangan bahwa orang dari latar belakang yang berbeda dapat memberikan masukan.

8. PEMIMPIN YANG BERMORAL
Ketika anda seorang pemimpin, anda akan selalu berada di atas panggung. Setiap hal yang anda lakukan diteliti dengan cermat, dianalisa, dan diterjemahkan oleh orang-orang disekitar anda. Selebriti dan politisi mengakui bahwa kemampuan memandang merupakan pedang bermata dua. Dilain hal, sangat tidak mungkin untuk menyembunyikan kebiasaan dari pandangan umum. Kekuatan merupakan aset lain dari pemimpin untuk mempengaruhi organisasi anda untuk mengangkat kemampuan moral. Kepemimpinan dan kekuatan sebetulnya searti, sebagai bukti karakteristik kepemimpinan sebagai kekuatan. Kebanyakan pemimpin formal memiliki kekuatan.

Kekuatan kepemimpinan tidak hanya dinyatakan oleh pemimpin, bisa juga dengan diberikan oleh pemimpin kepada pengikutnya. Pengikut yang mengikuti pemimpinnya, jadi memiliki kekuatan. Karena pemimpin memiliki kekuatan, pengikut berhati-hati dalam memberikan informasi kepada pemimpin. Pertahanan terhadap pengaruh kekuatan bukan hanya kualitas dari data bisnis yang sulit terhubung pada laporan keuangan, kualitas produk, dan sikap pelanggan, namun rasa hormat terhadap kekuatan juga membatasi jumlah dan kualitas dari “data lunak” yang tersedia untuk pemimpin. Ketika pemimpin membuat kesalahan, sulit bagi pengikut untuk mengatakannya. Tanpa informasi yang akurat tentang bisnis dan tentang kapasitas yang dimiliki, akan berisiko dan membuat sebuah kesalahan besar yang dapat mengakibatkan kehancuran bisnis.
Ketika anda memiliki kemampuan tinggi pada seluruh kompetensi moral, anda diperkenankan untuk menggunakan kekuatan kepemimpinan dan kemampuan pandangan anda untuk memproduksi hasil bisnis terbaik. Banyak pemimpin senior yang efektif dan jujur yang terhormat karena mereka menunjukkan kejujuran dan tanggung jawab, walaupun kurang dalam rasa toleransi dan rasa memaafkan. Namun pemimpin yang mengilhami pengikut mereka dengan usaha yang baik memiliki rasa toleransi dan pemaaf.

Sejauh ini kita telah melihat mengapa moral kepemimpinan diperlukan untuk dioperasikan pada puncak skala kompetensi moral. Karena kekuatan dan pandangan mereka, sikap mereka memiliki dampak utama terhadap sikap disekitar mereka. Sebagai tambahan, pada keahlian yang tinggi pada kompetensi moral dan emosional, kebanyakan pemimpin yang efektif menjalankan dari sebuah pusat kepercayaan organisasi yang memberitahukan dengan melalui pengikut-pengikutnya. Setiap hal yang mereka lakukan terinspirasi oleh sebuah kepercayaan pada kebaikan seseorang. Dapat disimpulkan bahwa walaupun manusia tidak sukses, dan walaupun mereka membuat kesalahan, banyak orang yang memiliki maksud baik.

Pendekatan moral kepemimpinan terhadap prestasi dan perkembangan manajemen dipandu oleh kepercayaan pemimpin dalam kepentingan yang baik dari orang-orang yang melaporkan kepadanya. Hal ini merupakan sebuah pendekatan yang membesarkan hati para karyawan agar hidup dalam keselarasan, melepaskan energi positif mereka, dan usaha terbaik mereka.
Sebagai seorang pemimpin moral, anda memegang teguh tanggung jawab terhadap diri anda sendiri untuk menolong orang lain agar tetap selaras dengan keserasian yang penting bagi mereka. Bagaimana caranya? Pertama, kepercayaan pada para karyawan yang potensial untuk melakukan hal yang luar biasa bagi diri mereka sendiri dan organisasi anda. Kedua, anda dapat menggunakan diskusi untuk membicarakan tujuan hidup yang karyawan anda perhatikan, bukan hanya tentang tujuan bisnis. Ketiga, pegang erat tanggung jawab atas rapat seluruh personal dan tujuan profesional mereka. Membangun karyawan merupakan pusat pembangunan dari moral kepemimpinan. Mengapa? Itu dikarenakan perkembangan manusia merupakan jalan untuk menciptakan sebuah kekuatan kerja pada keperluan prinsip moral untuk menopang kesuksesan organisasi anda. Ketika sebuah moral kepemimpinan ditanamkan dalam perkembangan seorang karyawan, dia akan melebihi tipe sasaran pada kemampuan teknis dan kebiasaan yang menghasilkan akibat bagi perusahaan dalam jangka pendek. Rencana perkembangan yang dipimpin untuk prestasi bisnis jangka panjang meliputi banyak hal. Termasuk diantaranya tindakan menolong karyawan diwujudkan bukn hanya sebagai tujuan bisnis namun bagi seluruh kepentingan personal dan aspirasi profesional. Rencana perkembangan yang efektif bukan hanya tanggung jawab karyawan, tapi juga penyebaran rencana pertumbuhan karyawan yang anda dan karyawan anda jalankan. Anda dan karyawan anda bekerja sama untuk meraih tujuan yang penting bagi karyawan dan pada kesempatan yang sama diharapkan untuk menghasilkan keinginan hasil organisasi.

Tindakan mungkin akan berbicara lebih keras dibandingkan kata-kata, namun mengkomunikasikan sebuah kepercayaan dalam kebaikan dari kebutuhan pengikut akan secara aktif dibicarakan dengan baik. Dimulai dengan menyebarkan prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan yang mendasari pedoman moral. karena banyak karyawan tidak memiliki pengalaman sebelumnya dengan superior yang bertanya mengenai bermacam-macam informasi. Keinginan anda untuk penyingkapan kepercayaan personal akan selalu memperkecil setiap ketidak nyamanan pada bagian karyawan anda. Namun anda juga harus membuatnya menjadi jelas bahwa penyingkapan atas kepercayaan dan tujuan anda bukan sebuah formalitas. Anda menyebarkan kepercayaan dan tujuan anda karena anda juga ingin membantu melalui karyawan-karyawan anda.
Manajer selalu berasumsi bahwa mereka memiliki sebuah hak secara sepihak untuk menyalurkan feedback dengan posisi mereka. Feedback yang tak diinginkan merupakan sambutan yang tidak efektif. Manajer sering tertekan untuk menutupi akibat yang sering muncul dari feedback negatif pada tindakan yang memburuk lebih lanjut melebihi perbaikan. Turunnya prestasi disebabkan emosi negatif yang menyebabkan feedback yang tidak diinginkan. Karyawan yang menerima feedback negatif yang tak diinginkan merasa tidak berharga, salah pengertian, dan kehilangan kekuatan. Manajer harus mencari ijin untuk memberikan feedback dan untuk mengumpulkan feedback dari karyawan mengenai tindakan manajer sendiri. Jika manajer berhasil berkomunikasi lebih dalam dan percaya pada karyawan, karyawan dapat menyesuaikan aspek negatif dari feedback dalam kontek merasa bernilai positif dengan manajer. Pada akhirnya, jika manajer dapat mengkarakteristikkan feedback sebagai peluang untuk menolong karyawan menyelesaikan kepentingan pribadi atau tujuan professional, karyawan akan melihat feedback sebagai sebuah tindakan bantuan daripada sebuah serangan.

9. MEMIMPIN ORGANISASI BESAR
Kecerdasan moral organisasi merupakan kesatuan yang budayanya ditanamkan dengan nilai-nilai yang berguna dan anggota-anggotanya secara konsisten bertindak dalam jalur yang selaras dengan nilai-nilai tersebut. Karakteristik utama kecerdasan moral organisasi adalah merupakan sekumpulan kecerdasan moral manusia. Setelah semuanya, jika anda meletakkan cukup kecerdasan moral manusia dalam satu tempat maka akan ditangkap oleh nilai budaya. Namun moral pemimpin menyadari bahwa pekerjaan mereka akan lebih sederhana dengan menyewa orang lain yang bertindak dalam langkah yang pasti, seperti sebuah kecerdasan moral organisasi. Menggerakkan moral pemimpin dan meningkatkan prestasi dengan secara aktif membesarkan hati setiap orang dalam organisasi untuk menggunakan prinsip-prinsip moral mereka pada tindakan individu mereka dan juga menciptakan luasnya kebijakan-kebijakan organisasi, praktek-praktek dan sistem pemberian penghargaan berdasarkan nilai-nilai moral.
Jika kita memiliki sebuah antena penglihatan dari kecerdasan moral organisasi yang tertinggi, apa yang akan kita lihat? Pertama, kita tidak akan melihat orang memiliki kesederhaan moral, atau kesederhanaan sosial, atau secara sederhana terfokus pada aspek teknik pekerjaan mereka. Kita akan melihat nilai-nilai moral hidup dalam kebiasaan alamiah mereka, terkait dengan nilai-nilai sosial dan bisnis lain yang penting pada sebuah perusahaan besar yang sukses. Kita akan melihat pemimpin-pemimpin yang mempercayai adanya beberapa bagian nilai moral manusia yang tersebar pada setiap manusia di dunia dan oleh karena itu tersebar juga dalam lingkungan kerja dan di luar lingkungan kerja. Kita akan memberitahukan pemimpin yang berbicara dengan penuh semangat mengenai kepercayaan mereka dan nilai-nilai yang didirikan oleh perusahaan. Kita juga akan memberitahukan bahwa memimpin sebagai kemampuan moral yang secara strategi diberikan.

Jika titik tempat yang menguntungkan bagi perusahaan cukup tinggi, kita akan melihat organisasi secara umum terikat secara internal dari nilai-nilai moral, sosial, dan bisnis mencapai lintas negara dan benua untuk kerjasama manusia dari bahasa, kebiasaan sosial, dan tradisi yang berbeda dalam pencarian dari sebuah bagian impian dari prestasi individu dan prestasi profesional.

Kelompok senior manajer dari labolatorium pertahanan pengurus sebuah sidang pembelajaran dalam hal mengatur konflik selama sebuah periode ketegangan pada masa perubahan perusahaan. Workshop kepemimpinan mereka menyarankan sebuah jalan untuk mencegah konflik dalam organisasi adalah untuk meningkatkan sebuah “kontrak sosial” – sebuah kode dari kebiasaan tingkah laku.

Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan: rasa penuh hormat, adil, jujur, profesional, menghargai, sikap positif, tanggung jawab. Rasa hormat terhadap orang lain dengan memperlakukan mereka secara adil dan jujur. Perlakukan diri anda dalam cara profesional yang menimbulkan rasa menghargai, merasa penting, sikap positif, dan tanggung jawab. Sebelumnya dijelaskan prinsip-prinsip umum yang kita percayai sebagai kunci efektif kepemimpinan – jujur, tanggung jawab, toleransi, dan rasa memaafkan. Prinsip-prinsip ini sangat diperlukan bagi keefektifan organisasi. Organisasi yang nilai-nilai organisasinya merefleksikan prinsip-prinsip ini dalam budaya mereka akan sukses karena mereka akan menjaga karyawan-karyawan berbakat mereka. Ini merupakan prinsip-prinsip yang dengan kuat menyuarakan pada karyawan, sehingga mereka ingin tetap tinggal dan terinspirasi untuk memberikan usaha yang terbaik pada organisasi. Namun jika kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan rasa memaafkan hilang dari kehidupan organisasi, ketidaksesuaian antara tujuan berdirinya organisasi dengan harapan dan kepercayaan karyawan. Jika pedoman moral karyawan tidak segaris dengan kode etik perusahaan, hal itu berarti mereka tidak lagi memberikan usaha terbaik mereka pada perusahaan.

Sebuah organisasi yang bertindak dengan kejujuran lebih seperti memiliki kepercayaan, karyawan yang setia. Namun kejujuran juga sangat penting karena pemegang saham turut mendukung. Perusahaan harus mengangkat empat dari delapan nilai-nilai sebagai “nilai-nilai inti” mereka – termasuk didalamnya prinsip-prinsip yang sangat mendasar dari kejujuran. Pertama bagi pemimpin senior untuk menyekat-nyekat sebuah strategi komunikasi yang mereka gunakan dengan karyawan mereka dan mengumumkan secara luas untuk mengenal dan meningkatkan nilai-nilai organisasi mereka. Kedua, senior tim perlu mempraktekkan apa yang mereka ajarkan dan setia menyelenggarakan nilai-nilai perusahaan yang diumumkan. Strategi ketiga adalah bagi pemimpin senior agar mengajak tenaga kerja mereka supaya agar bertanggung jawab atas diri mereka.

Kejujuran menciptakan penghargaan besar bagi organisasi yang memeluknya. Seluruh pemegang saham – karyawan-karyawan, penjual keliling, penanam modal, rekan bisnis – lebih suka melakukan bisnis dengan organisasi yang memiliki kejujuran kuat. Sederhana dan mudah untuk menggunakan sebuah organisasi yang jujur yang menetapkan misi dan nilai-nilai, dan tidak menyimpang dari itu. Pengertian umum: organisasi yang menarik karyawan dan pelanggan dengan kenyataan dari kejujuran mereka, seperti kesuksesan yang tinggi dalam perjalanan yang panjang.

Terdapat dua hal penting dalam tanggung jawab organisasi. Pertama, tanggung jawab untuk melayani orang lain. Kedua, mengakui kesalahan dan kegagalan. Yang terpenting adalah organisasi memiliki misi sosial yang bermanfaat. Rasa memaafkan dalam organisasi merupakan sebuah kapasitas organisasi untuk menerima kesalahan dan kegagalan diantara pekerja keras. Rasa memaafkan sangat penting bagi dua alasan. Pertama, karyawan perlu untuk mengetahui bahwa mereka memiliki ruang kegagalan. Jika kesalahan selalu dihukum, iklim emosional organisasi akan tidak menarik pada karyawan terbaik anda, yang akan pergi saat menemukan tempat yang lebih menjanjikan. Kedua, rasa memaafkan merupakan dasar pada inovasi dan pertumbuhan. Inovasi memerlukan usaha dalam ketidaktahuan, dimana tidak ada formula. Risiko akan diambil, kesalahan akan dibuat. Sesuatu akan bekerja, dan sesuatu akan gagal. Organisasi tidak dapat mempelopori wilayah baru kecuali mereka menerima bahwa mereka akan menghasilkan beberapa waktu dalam mengitari lingkaran atau sampai jalur akhir.
Unit dasar dari organisasi adalah manusianya. Kemampuan organisasi anda untuk menggunakan. Menyewa orang yang tepat merupakan orang yang siap untuk menyebarkan nilai-nilai perusahaan anda, dan memiliki sebuah catatan jejak dari tindakan secara konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Ini merupakan hal terpenting dalam menciptakan sebuah kompetensi moral organisasi.

10. KECERDASAN MORAL BAGI WIRAUSAHAWAN
Pengusaha jarang meluncurkan usaha dengan sebuah fokus moral yang jelas. Mereka membuat kesalahan-kesalahan, dan sebagian besar kesalahan yang paling sering dilakukan adalah moral, bukan strategi ataupun operasional. Ketika tingkat kompetensi moral pengusaha sudah berkurang atau bahkan tidak ada, bisnis-bisnis mereka biasanya mengalami kebimbangan atau gagal secara keseluruhan. Tetap saja model bisnis yang luar biasa sekalipun tidak dapat bertahan tanpa kemampuan moral kepemimpinan. Pengusaha-pengusaha yang ingin sukses harus menguasai bukan hanya tantangan bisnis mereka, namun harus menyelaraskan bisnis mereka dengan prinsip-prinsip kejujuran, tanggung jawab, sikap toleransi dan tindakan memaafkan. Nilai moral sangat penting sekali pada semua ukuran organisasi, baik organisasi besar maupun organisasi kecil, organisasi profit maupun organisasi non-profit. Kejujuran, tanggung jawab, rasa toleransi, dan tindakan memaafkan merupakan nilai-nilai yang tidak dapat disangkal.

Aliran informasi yang bagus, dengan mudah datang pada organisasi kecil. Karyawan pada organisasi besar sering merasa tertekan dalam menjaga hubungan dengan superior agar tetap baik. Meskipun itu berarti menyembunyikan rasa sakit dari tindakan-tindakan yang buruk. Ironisnya, ketika kebenaran yang sulit untuk disembunyikan telah tertutupi, akibatnya mungkin tidak begitu menakutkan karena perusahaan profit yang besar biasanya memiliki iklim kerja yang buruk dari lingkungan internal yang tidak jujur.

Tidak seperti pada perusahaan besar yang biasa terfokus pada peningkatan profit, banyak perusahaan baru ataupun perusahaan kecil yang mencoba untuk memperkaya tujuan dalam membuat profit. Sedangkan perusahaan kecil tidak memiliki tanggung jawab yang mewah. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mengakui sebuah kesalahan dapat membuat perbedaan antara tinta hitam dan tinta merah. Namun mengakui kegagalan terasa sulit, di lain hal dikarenakan individu yang bekerja pada perusahaan kecil sering merasa lebih memperhatikan pada kepemilikan serta keputusan yang mereka buat dan ingin tetap menjauhkan hambatan-hambatan agar hal tersebut terus bekerja.

Perusahaan-perusahaan baru dapat sukses, bukan karena mereka tidak membuat kesalahan-kesalahan, namun dikarenakan mereka tahu bagaimana untuk membuat kesalahan secepatnya. Semakin cepat organisasi mengakui kesalahan, semakin cepat dia dapat merubah jalan. Rasa toleransi datang lebih mudah dalam sebuah organisasi kecil. Dalam perusahaan kecil anda akan mengenal mana orang baik dan anda akan mengenal seluruh pekerja. Keanggotaan dalam kelompok kerja kecil terasa lebih dekat, kita akan merasa tertarik dengan pasangan kerja kita. Kita merasa memiliki ikatan dengan mereka. Kita melihat kesuksesan mereka dan kita seakan saling terhubung. Ketika mereka memerlukan bantuan, kita ingin menolong mereka. Namun bukan berarti dalam organisasi kecil anti terhadap persaingan, penipuan, ataupun perasaan tidak suka. Tidak ada sekelompok manusia yang sempurna. Kita mungkin melihat sisi gelap dari sekelompok manusia. Kita mungkin melihat sisi gelap dari hubungan ketika kita bekerja dalam sebuah organisasi kecil, namun kita jarang melihat ketidakacuhan.

Dikarenakan sebuah organisasi kecil mempercayakan pada kemampuan mereka untuk memutar roda bisnis dengan mengalami kesalahan-kesalahan, penting bagi organisasi kecil untuk memaafkan kesalahan-kesalahan. Melepaskan kesalahan-kesalahan dan terus berjalan di atas semua hal yang telah terjadi akan lebih mudah pada organisasi kecil. Dalam sebuah organisasi kecil, sulit untuk bekerja disekitar sebuah hubungan yang sarat pertengkaran. Mengerti dan menerima kegagalan dari penderitaan teman sekerja kita akan mengatur tingkatan untuk “melayaninya” dan terus maju.

Pengusaha dengan ketentuan memilih jalur menuju sukses yang keduanya berisiko, keduanya meletihkan dan menggembirakan. Kesuksesan usaha anda seperti beberapa orang pemimpin bergantung pada kesamaan empat prinsip dari kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan sikap memaafkan yang mendasari perusahaan yang menderita.

Berikut ini terdapat lima nasehat:
1. Bangun sebuah bisnis yang menolong orang lain. Jika produk atau jasa anda tidak membuat dunia menjadi sebuah tempat yang lebih baik. Mengapa susah?
Walaupun bisnis anda gagal, namun pada dasarnya banyak pengusaha melakukan kegagalan selama beberapa waktu sebelum sepenuhnya membangun sebuah kesuksesan usaha.
2. Pilih rekan kerja anda dengan bijak
Jika anda bekerja pada sebuah organisasi besar, hubungan profesional anda terpelihara pada jaringan teman kerja, rekan industri, penasehat, pimpinan, dan pengetahuan-pengetahuan. Pada organisasi kecil hubungan profesional anda sering terkait dengan jaringan pribadi, keluarga, dan teman.
3. Pegang erat nilai-nilai inti yang anda miliki
Usaha bisnis kecil perlu waspada tentang perbaikan keselarasan nilai-nilai inti.
4. Disekitar diri anda dan para karyawan, siapa yang membagi nilai-nilai anda
Walaupun nilai-nilai organisasi merupakan kunci mencapai kesuksesan, pastikan untuk menjaga keanekaragaman. Culture organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan. Jika anda hanya memperbanyak usaha yang ada, anda akan kehilangan peluang bagi usaha anda dengan adanya karyawan-karyawan baru yang membawa penghargaan bagi produk dan jasa.
5. Utamakan karyawan dan organisasi lebih dulu
Mengutamakan karyawan berarti menginvestasikan perkembangan karyawan. *****

Monday, November 13, 2006

The Natural Monopolies and Externalities in Telecommunications

The economic literature provides two main reasons for regulating telecommunication services (Davis, 1994). First, there are economies of scale and scope in the production of those services to make telecommunications markets natural monopolies. Secondly, use of and subscription to telecommunication services are claimed to yield two types of positive consumption externalities. The first is known as the call externality: a caller provides benefits to called party, who does not pay for those benefits. The second is called the network externality, when new subscribers join the network, existing subscribers receive benefits, without paying an additional charge, from calls by the new subscribers and being able to call them. Both the natural monopoly property and the network externality can lead to market power for an incumbent telecommunications services provider. Incumbent benefits from monopoly granted by government, and on the other hand, new entrants have to deal with high entry barriers.
A monopoly by definition is a market that has only one seller, but many buyers. Because a monopolist is the sole producer of a product, the market demand curve relates the price that the monopolist receives to the quantity it offers for sale. In general, the monopolist's quantity will be lower and its price higher than the competitive quantity and price. This imposes a cost on society because fewer consumers buy the product, and those who do not pay more for it. According to Pindyck and Rubinfeld, monopoly is a form of market power, the ability to affect the price of a good. As the sole producer of a product,

a monopolist is in a unique position. If the monopolist decides to raise the price of the product, it need not worry about competitors who, by charging a lower price, would capture a larger share of the market at the monopolist's expense. The monopolist is the market and has complete control over the amount of output offered for sale. But this does not mean that the monopolist can charge as high a price as it wants - at least not if its objective is to maximize profit. To maximize profit, the monopolist must first determine the characteristics of market demand, as well as its costs. Knowledge of demand and cost is crucial for a firm's economic decision making.
The existence of a positive natural monopoly does not imply that the market possesses the property of a normative natural monopoly (Low, 2000). There are two reasons for this: First, a monopoly may be unsustainable; that is, the incumbent monopolist may be unable to keep out equally efficient entrants while at least breaking even. Secondly, the incumbent and entrant(s) may prefer to coexist under less fierce competition, with possibly all firm is making profits. High sunk cost and other entry barriers that make entry unlikely however, usually accompany natural monopolies. The network externality makes a fully interconnected network the most efficient supply structure. Thus, according to arguments based on natural monopoly and externality, the tasks of telecommunication regulation should be to eliminate market power and mimic the outcome of competitive markets (Duesterberg, 1997). In addition, regulation should ensure the realization of the efficient market structure and help optimize the competition with respect to the consumption externalities.
The best way to test for the natural monopoly property is probably to let the
market discover the best outcome. If, despite restrictions, the market is a normative
9

natural monopoly, some inefficiency will emerge. But that potential inefficiency has to be compared with the certain inefficiency created by regulation of entry. Most likely, entry will occur only if the natural monopoly properties no longer hold (Vogelsang, Mitchel, 1997)7. In using frequency bands for radio services, Government as regulator must bear in mind that radio frequencies are limited natural resources and that they must be used rationally, efficiently and economically

Perencanaan Sistem Informasi dan Manajemen Strategi

Pertanyaan Penelitian:
Apakah setiap perubahan Strategi Korporate (SK) dan Strategi Bisnis (SB) akan berdampak pada strategi SI/TI? Jika Ya, seberapa besar perubahan tersebut untuk setiap kategori perusahaan?
Apakah perubahan faktor eksternal berpengaruh terhadap strategi SI/TI? Bagaimana polanya?


Persoalan

Perusahaan menerapkan manajemen strategi pada berbagai tingkatan. Pada level korporat terdapat strategi korporasi, demikian ula pada level bisnis dan level – level di bawahnya.

Perusahaan menggunakan SI/TI untuk menunjang strategi korporasi dan strategi bisnis

Agar kontribusi SI/TI terhadap Sk dan SB menjadi optimal , diperlukan strategi SI/TI yang sejalan dengan strategi di level atasnya.

SK dan Sb dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor eksternal. Besaran masing – masing faktor berpengaruh terhadap SK dan SB sesuai dengan karakter perusahaan.

Perubahan lingkungan bisnis seringkali berpengaruh terhadap lingkungan internal perusahaan. Manajemen menyikapi hal ini dengan berbagai kebijakan, ada yang hanya menganggapya sepele, namun ada yang menyikapinya dengan saerius karena berdampak terhadap kelangsungan bisnis.

Perusahaan yang telah menerapkan Teknologi Informasi (TI) atau Sistem Informasi

Penelitian ini dimaskudkan untuk mengetahui sejauh mana perubahan lingkungan eksternal berpengaruh terhadap perubahan strategi korporat dan strategi bisnis, serta khsusunya perubahan kebijakan strategi Sistem Informasi.

Penelitian semacam ini menjadi penting karena pemanfaatan TI di perusahaan di Indonesia sudah cukup luas, namun demikian bagaimana manfaat TI terhadap kinerja secara keseluruhan perusahaan belum banyak yang melakukan penelitian di bidang ini, lebih lanjut, ingin diketahui apakah pemanfaatan TI sudah sedemikian berpengaruhnya terhadap perusahaan, sehingga ketika terjadi kerusakan atau terhentinya layanan TI, hal in mempengaruhi operasional perusahaan secara keseluruhan.

Perkembangan TI yang ditandai dengan penggunaan Internet di dunia bisnis telah mengubah karakter bisnis setidaknya dalam dua kelompok, perusahaan brick and mortar dan click and mortar. Hinga akhir tahun 2000, di perusahaan – perusahaan brick and mortar TI masih dianggap sebagai pelengkap saja, artinya TI hanya berfungsi sebagai pendukung (support) yang tidak memiliki peran sentral dalam menentukan hidup matinya perusahaan. Perjalanan waktu membuktikan, di perusahaan brick and mortar seperti di industri penerbangan, perbankan dan lembaga keuangan, telekomunikasi dan layanan tenaga listrik bahwa peran TI sudah menjadi sedemikian pentingnya, sehingga tanpa TI, operasional perusahaan menjadi lumpuh. Pada kondisi semacam ini, TI menjadi sangat strategis bagi perusahaan. Di sisi lain, perusahaan click and mortar, menjadikan TI sebagai organ utama dalam operasional perusahaan. Tanpa TI tidak ada perusahaan click and mortar.

Mengacu pada penting dan strategisnya TI di perusahaan vital di atas, sementara jika mengacu pada teori (Wheelen, Ward, Fred, dll) manajemen sebaiknya menjadikan perubahan lingkungan sebagai umpan balik (fedback) bagi strategi korporat dan kemudian pada level operasional strategi Sisitem Informasi, muncul pertanyan bagaimana manajemen mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal perubahan terhadap strategi Sistem Informasi.

Posisi Strategi Sistem Informasi dalam Manajemen Strategi

Perubahan lingkungan eksternal meliputi antara lain perubahan politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, peta persaingan dan lain sebagainya. Perubahan ini dapat disebabkan oleh pengaruh makro dan mikro, baik oleh para pihak yang berhubungan langsung dengan perusahaan seperti pemasok, dan pelanggan, maupun yang tidak berhubungan langsung seperti pemerintah, asosiasi bisnis, dan lain sebagainya. Reaksi atas perubahan bermacam – macam, perusahaan dapat diam saja atau menjaga status quo, bersikap reaktif, bersikap proaktif, atau menghdapai perubahan eksternal tersebut dengan perubahan internal sehingga perusahaan dapat tetap eksis.

Perubahan eksternal yang berpengaruh terhadap kebijakan TI misalnya, larangan impor komputer bekas yang berdampak pada tertutupnya peluang menggunakan komputer yang relatif lebih murah. Atau adanya kebijakan pemerintah untuk membuka

Sajikan dan inventarisasi kebijakan pemerintah yang berdampak pada manajemen SI.

Buat matrik kebijakan dan dampaknya, kemudian berikan analisis awal.

Gunakan sampel penelitian perusahaan yang sudah go publik.

Klasifikasikan berdasar ukuran perusahaan, jenis bisnis, besaran pemanfaatan TI
Daftar Pustaka

Brooke, Geoffrey, M, (1992), The Economic of Information Technology: Explaining the Productivity Paradox, Center for Information Systems Research, Working Paper No. 238, Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology, April.
Low, Linda, (2000), Economics of Information Technology and The Media, Singapore University Press.
Lucas, Henry, C, (1999), Information Technology And The Productivity Paradox, Assessing the Value of Investing in IT, Oxford University Press.
McCarty, Marilu Hurt, (2001), The Nobel Laureates, How The World’s Greatest Economic Minds Shaped Modern Thought, McGraw-Hill.Ward, John & Peppard, Joe, (2003), Strategic Planning for Information Systems, John Wiley& Sons, Ltd

Perlukah Indonesia Menindaklanjuti Resolusi PBB 55/63 Soal Kejahatan Berbasis TI?

Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi

Sidang Pleno Majelis Umum PBB tanggal 4 Desember 2000 telah menyetujuiditerbitkannya Resolusi PBB Nomor 55/63 tentang ”Memerangi Tindakan Kriminal Penyalahgunaan Teknologi Informasi (Combating the criminal misuse ofinformation technology). Berbagai negara dan banyak organisasi kerja sama internasional menjadikan resolusi PBB ini sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan pencegahan tindakan kriminal menggunakan teknologi informasi. Asia Pasific Economy Cooperation (APEC) merupakan salah satu organisasi regional yang dengan gencar menganjurkan kepada anggotanya untuk semaksimal mungkin menerapkan prinsip-prinsip yang tertuang dalam resolusi tersebut. Pertimbangan yang melatar-belakangi munculnya resolusi ini adalah perlunya anggota PBB dapat mempromosikan penegakan hukum dengan lebih efektif dan efisien agar hukum dan keadilan dapat ditegakkan sebagaimana diinginkanmanusia di muka bumi.

Lebih jauh, resolusi ini juga memperhatikan arus bebas mengalirnya informasi terbukti dapat memajukan pembangunan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kepatuhan pada asas demokrasi. Peningkatan arus informasi ini terlaksanaberkat dukungan pengembangan aplikasi teknologi informasi dan infrastrukturjaringan telekomunikasi. Namun, disadari pula bahwa kemajuan teknologi memiliki peluang untuk disalah-gunakan dalam berbagai tindakan kejahatan. Kemajuan teknologi informasi mendorong semakin mudahnya interaksi antar-komunitas bangsa, antar-ekonomi, dan antar-pemerintah. Kerjasama antarnegara baik bilateral maupun multilateral dalam bidang ekonomi, budaya,politik, pertahanan, dan lain sebagainya meningkat luar biasa dalam duadasawarsa terakhir. Hal ini dimungkinkan karena komunikasi dan pertukaran informasi sangat mudah diselenggarakan dengan biaya yang cenderung menurun dari tahun ke tahun.

Sisi negatif dari meningkatnya komunikasi dan pertukaran informasi global adalah makin canggihnya kualitas kejahatan menggunakan teknologi informasi.Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi bersifat netral, ia dapat digunakan untuk kebaikan, namun pada saat bersamaan dapat pula dipakai untuk melakukan tindakan kejahatan. Memahami bahwa kondisi masing-masing negara dalam menyediakan dan menggunakan teknologi informasi sebagai sarana penunjang berbagai aktivitas masih sangat bervariasi, maka diperlukan panduan yang dapat dijadikan acuan bagi masing-masing negara, khususnya yang belum memiliki undang-undang tentang pemanfaatan teknologi informasi, dalam menyiapkan kerangka legal dan kebijakan pengaturan di bidang teknologi informasi. Lebih khusus lagi, kerangka legal dan kebijakan yang diinginkan minimal mengatur tentang: pencegahan terjadinya tindakan kriminal, acuan dalam investigasi oleh aparat penegak hukum, hukuman bagi pelaku kejahatan komputer, dan kerja sama internasional dalam menanggulangi kejahatan komputer.

Dengan memperhatikan diktum pemikiran di atas, dan dalam semangat untuk mencegah terjadinya tindakan kejahatan teknologi informasi, resolusi nomor55/63 yang disahkan Majelis Umum PBB pada tanggal 4 Desember 2000 mengimbau anggotanya tentang hal-hal sebagai berikut. Pertama, negara perlu menjamin bahwa hukum dan praktik hukum tidak melindungi pelaku kejahatan teknologi informasi. Kedua, pemerintah perlu menjalin kerja sama internasional dalam penegakan hukum, khususnya yang menyangkut kejahatan teknologi informasi. Ketiga, melakukan pertukaran informasi antar-negara terutama yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan teknologi informasi. Keempat, menyelenggarakan pelatihan dan penyediaan peralatan yang diperlukan oleh aparat penegak hukum dalam mencegah dan memerangi kejahatan teknologi informasi. Kelima, menyediakan sistem hukum yang mampu melindungi kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data dan sistem komputer dari upaya perusakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, dan jika pun masih terjadi kejahatan teknologi informasi, menjamin bahwa pelaku kejahatan tersebut mendapat hukuman yang semestinya; Keenam, mengizinkan dan melaksanakan penjagaan/perawatan dan akses kepada data elektronik yang diperlukan dalam investigasi kejahatan teknologi informasi. Ketujuh, menggalang kerja sama nasional antar penegak hukum dan bantuan dari para pihak yang terkait dalam pengumpulan bukti–bukti dan investigasi terhadap kejahatan teknologi informasi. Kedelapan, berupaya agar masyarakat umum menyadari dan memiliki pemahaman yang memadai terhadap diperlukannya: perlindungan terhadap data, informasi dan sistem komputer, serta upaya bersama dalam memerangi kejahatan teknologi informasi. Kesembilan, menganjurkan kepada semua pihak agar dalam merancang pemanfaatan teknologi informasi, sedapat mungkin sudah memasukkan aspek dan teknis perlindungan, deteksi, pelacakan, dan penyediaan barang bukti atas kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan teknologi informasi. Kesepuluh, selalu memperhatikan perlindungan terhadap kebebasan individu dan privasi serta kapasitas pemerintah dalam memerangi tindakan kejahatan teknologi informasi.

Memperhatikan materi di atas dan melihat ke dalam negeri sendiri, pertanyaan yang muncul, perlukah Indonesia sebagai anggota PBB menindak lanjuti resolusi tersebut? Jika jawabnya ”YA”, siapa atau lembaga pemerintah mana yang perluterlibat? Bagaimana langkah untuk menindak-lanjutinya? Atau dalam kata lain, apakah kita perlu meratifikasi Resolusi PBB tersebut ke dalam produk hukum atau kebijakan pemerintah Indonesia yang khusus dimaksudkan untuk memerangi kejahatan teknologi informasi? Di pihak lain, jika jawabnya tidak, kira-kira apa dampaknya kepada Indonesia baik secara umum dalam percaturan ekonomi dan politik global, maupun secarak husus dalam konteks pengembangan pemanfaatan dan aktivitas bisnis telematika? Dapat pula dipertanyakan, apakah dengan tidak memperhatikan dan tidak menindak-lanjuti Resolusi PBB ini maka sangsi dunia terhadap Indonesia yang tanpa sadar sudah diterapkan kepada setiap transaksi pembelian melalui Internet dari Indonesia dapat demikian saja dicabut?

Daftar pertanyaan masih dapat diperpanjang, keterbatasan ruang dan waktu menjadikan Kolom kali ini tidak dimaksudkan untuk menjawab semua pertanyaan di atas. Namun mencoba mengomentari satu aspek dari diktum yang termasuk dalam resoulusi PBB tersebut. Inti permasalahan dari resolusi tersebut sebenarnya adalah perang terhadap kejahatan teknologi informasi dalam berbagai bentuk. Dilihat dari sasarannya, kejahatan teknologi informasi diklasifikasikan ke dalam dua golongan. Pertama, kejahatan yang bertujuan merusak data, informasi dan fasilitas komputer. Perusakan situs Internet, penyebaran virus komputer, dan perusakan jaringan komputer termasuk kelompok ini. Kedua, kejahatan yang menggunakan teknologi informasi sebagai alatnya. Penjualan obat terlarang, penipuan, pornografi, terorisme, dan pencurian data masuk ke dalam golongan ini. Sebagaimana dilaporkan oleh pihak Kepolisian RI kecenderungan terjadinya kejahatan teknologi informasi di Indonesia terus meningkat. Semakin banyak laporan kepada polisi tentang tindakan kejahatan teknologi informasi ini. Jika kita bersedia meluangkan waktu sejenak untuk membaca berita kriminalitas di media massa, hampir tiap minggu muncul berita kejahatan teknologi informasi, baik berupa penipuan indentitas, pemalsuan kartu kredit, maupun perusakan situs internet, penipuan menggunakan Short MessageService (SMS), dan masih banyak lagi jenis kejahatan baru yang muncul seiring dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi informasi. Beberapa pelaku berhasil diciduk polisi dan diproses ke pengadilan. Penghargaan perlu diberikan kepada polisi dan aparat penegak hukum lainnya yang telah merintis peradilan terhadap pelaku kejahatan tekonologi informasi, meski landasan hukum yang seharusnya menjadi acuan bagi proses peradilan bagi tersangka pelaku tindak kejahatan teknologi informasi belum tersedia.

Berbeda dengan kejahatan biasa, investigasi untuk membuktikan dan mencari barang bukti adanya tindakan kejahatan teknologi informasi relatif lebih sulit. Barang bukti mudah sekali hilang atau dihilangkan. Diperlukan personel polisi yang menguasai teknologi informasi, prosedur pembuktian yang standar, dan peralatan yang canggih untuk mencari alat bukti. Jikapun bisa dihadirkan di muka sidang, belum tentu hakim dapat menggunakannya sebagai barang bukti yang sah, karena belum ada ketentuan hukum yang mengatur alat bukti berupa catatan elektronik.

Beberapa negara serumpun di wilayah ASEAN, Malaysia, Singapura, Thailand,dan Filipina telah memiliki undang-undang anti tindakan kejahatan teknologi informasi. Vietnam, negara yang baru bangkit, melaporkan sudah selesai membuat draf undang-undang serupa. Apa untungnya bagi rakyat terutama yang memanfaatkan teknologi informasi? Yang terlihat dan dirasakan, rakyat lebih percaya diri. Percaya diri sangat diperlukan karena menjadi syarat utama sebelum orang lain percaya kepada kita. Dengan ungkapan ini, menjadi maklum kiranya bila makin banyak saja investor asing yang berkurang kepercayaannya kepada Indonesia karena kita sendiri tidak percaya kepada diri sendiri. Mengapa? Jawabnya mudah, tidak punya undang-undang!

Penulis adalah Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Country Coordinator, GIPI Indonesia. Sinar Harapan7 Sept 2002