Saturday, June 30, 2007

Diskriminasi Kebijakan Tarif Telekomunikasi

Sampai hari ini masih ada diskriminasi tarif layanan Fixed-Wired Access, yang disenggarakan oleh Telkom (Flexi), Indosat (StarOne), Bakri (Esia) yang semuanya menggunakan teknologi CDMA, dibanding dengan layanan Mobile Cellular yang diselenggarakan oleh Telkomsel, Indosat, XL, Natrindo, Hutch (menggunakan teknologi GSM) dan Mobile-8, Sampoerna (CDMA). Jadi ini isu perizinan jenis layanan, bukan isu persaingan teknologi GSM vs CDMA.

Dikatakan diskriminasi karena dari sisi kemampuan kedua teknologi memiliki kemampuan yang sama untuk mobile communication, namun FWA, karena dianggap menggantikan telepon tetap diberi tarif penggunaan frekuensi yang lebih murah dari tarif yang dikenakan kepada layanan selular. Padahal dalam prakteknya, FWA ternyata digunakan untuk mobile juga (kasus Flexi Combo). Hasilnya, terjadi unbalanced tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi antara selular dan FWA.

Setidaknya ada 3 opsi untuk melakukan penyesuaian tarif BHP frekuensi: alternatif pertama, tarif FWA dinaikkan agar sama dengan tarif selular, atau sebaliknya, tarif selular diturunkan agar sama dengan FWA. Konsekuensi dari pilihan pertama, tarif ritel FWA(yang dibayar pelanggan) akan naik, sedangkan dampak alternatif kedua, tarif selular akan turun. Opsi ketiga, FWa dinaikkan dan selular diturunkan. Opsi ketiga ini agak sulit dan cukup lama prosesnya karena mesti mengubah Peraturan Menteri dan regulasi terkait lainnya.

Secara agregat, proporsi pelanggan FWA, hanya sekitar 5% dari total pelanggan telepon di Indonesia. Jika pilihan pertama diambil, kemungkinan kenaikan tarif sebesar ± 40% secara langsung akan dirasakan oleh sekitar 3 juta pelanggan Flexi, StarOne dan Esia. Sementara jika pilihan 2 yang diambil, 5% pelanggan selular akan diuntungkan, namun pada saat yang bersamaan operator selular akan mengalami penurunan revenue dan pemerintah akan kehilangan ±40% dari total Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi yang jumahnya mencapai triliunan rupiah per tahunnya.

Walhasil, keduanya merupakan pilihan yang sulit. Nah dengan asumsi rasional, bahwa kecenderungan dalam pengambilan keputusan kebijakan publik adalah memilih alternatif yang dampak negatifnya paling kecil bagi masyarakat luas (termasuk Pemerintah), maka saya memerkirakan Regulator Telekomunikasi akan memilih menaikkan tarif CDMA dari pada menurunkan tarif seluar.

Sialnya, kebiasaan yang sampai sekarang berlaku di sektor telekomunikasi, kurva permintaan (demand curve) ternyata tidak elastis, setiap kenaikan harga tidak serta merta diikuti dengan penurunan permintaan. Sebaliknya malah meningkat atau tetap (mirip kurva permintaan terhadap BBM, beras dan komoditas primer lainnya). Dari sini, saya menduga, bahwa meski tarif FWA naik, permintaan terhadap layanan telekomunikasi akan terus meningkat, dan karena demand yang masih tinggi ini, maka ada alasan kuat bagi operator sular untuk ikut menaikkan harga layanan.

Catatan Dari Temu Pakar Satelit Nasional

Selasa-Rabu, 26-27 Juni 2007, Departemen Luar Negeri (Deplu), bekerja sama dengan Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) menyelenggarakan workshop Temu Pakar Satelit Tingkat Nasional, dengan Thema "kemandirian Teknologi Satelit Dan Aplikasinya Serta Strategi Penetrasi Pasar Afrika".

Workshop dibuka oleh Menlu Hasan Wirayudan dan Keynote speech oleh Pak Basuki Yusuf Iskandar (Dirjen Postel) dan Pak Suwarto Hadienata (Deputy Bidang Teknologi Kedirgantaraan LAPAN). Workshop diikuti oleh 119 peserta dari berbagai instansi pemerintah, BUMN dan swasta. Para pembicara datang dari berbagai institusi yang beraktivitas di sektor yang terkait dengan penyelenggaraan layanan satelit termasuk dari Ditjen Bea Cukai, Departemen Perindustrian, Ditjen Postel, dan lain sebagainya.

Ada 2 tujuan utama dari workshop ini, pertama sebaqai persiapan menghadapi Afro-Asia Satellite Communication Cooperation Workshop yang akan diselenggarakan pada Oktober 2007, di mana Indonesia berperan sebagai Champion dan sekaligus host country; dan kedua sebagai wahana untuk identifikasi potensi dan kendala yang dimiliki sehubungan dengan keinginan untuk membangun Gugus Satelit Nusantara dan mengekspor expertise, skill, knolwedge dan experience di bidang persatelitan.

Dari 6 sessi, semua materi sangat menarik, hingga sampai saat akhir yang molor lebih dari 2 jam-pun (karena diskusinya seru) peserta masih penuh semangat, dan banyak yang sepakat bahwa masih perlu diskusi dan rencana aksi lebih detil, terukur, serta mengajak para pihak yang kemungkinan berkaitan dengan persatelitan.

Benang merah yang dapat saya sampaikan antara lain: peserta menyadari Indonesia dengan pengalaman satelit lebih dari 30 tahun, memiliki kemampuan dan syarat minimal bagi pengembangan industri manufaktur dan jasa terkait satelit. Dari sisi permintaan pun seluruh kebutuhan transponder satelit balum dapat dipenuhi oleh satelit milik Indonesia sehingga membuka peluang masuknya satelit asing.

Potensi dan pasar yang cukup besar ini ternyata belum dikonsolidasikan/disinergikan, sehingga status sebagai net importer pengguna satalit masih melekat pada Indonesia. Ketika ingin mengubah status menjadi exporter, termasuk menyediakan payanan peluncur satelit yang sedang dibangun di Biak, maka segera diketahui masih banyak kendala - dari yang sifatnya strategis hingga operasional - yang harus dibenahi. Identifikasi (mapping) industri terkait satelit perlu dilakukan, koordinasi segenap stakeholder dan dukungan pemimpin nasional yang kontinyu dan konsisten perlu segera diupayakan, penguatan technical skill dan know how agar dikerjakan, yang semua ini akan menjadi syarat cukup dan perlu sebelum Indonesia berubah status menjadi exporter satelit ke negara - negara Asia dan Afrika.

Dalam workshop tersebut hadir juga pakar dari BPPT, LAPAN, dan Perguruan Tinggi. Penggunaan satelit tidak hanya untuk telekomunikasi, namun juga untuk penyiaran, remote sensing, edukasi, riset, tracking, dan lain sebagainya. Di dalam workshop dibahas tidak saja penggunaan, namun juga kemajuan Indonesia dalam proses industri satelit yang telah dicapai dan ingin dikembangkan lebih lanjut.

LAPAN misalnya, menyampaikan berita gembira tentang keberhasilan membuat roket dan satelit non-GSO yang digunakan untuk riset (non-commercial satellite). Demikian pula dengan PT. Indonesia Air Launch System (ALS) mempresentasikan proyek yang sedang dikerjakan bekerja sama dengan Rusia, yakni peluncuran Satelit via pesawat terbang. Roket-nya bikinan Rusia, satelitnya buatan mana saja termasuk ALS sendiri yang akan juga berperan menjadi Satellite System Integrator. Jika tidak ada halangan besar, ALS akan meluncurkan satelit pertama kali pada tahun 2010.

Itu tadi dua contoh progress yang berhasil diraih Indonesia dalam bidang satelit, khususnya untuk space equipment. Bagaimana dengan ground equipment? Secara umum (belum detil) di dalam workshop juga dilakukan pemetaan, siapa saja yang sudah berhasil atau sedang berkegiatan di bidang satellite ground equipment (antenna, modem, power supply, softswitch, RFA, dll.). Ditemukanlah beberapa perusahaan seperti: LEN, INTI, Hariff, Elektrindo Nusantara, Polareka, Trans Komunikasi Data, dan lain sebagainya.

Apakah sudah mewakili keseluruhan? Tidak juga, karena selain space & ground equipment, masih ada lagi industri terkait satelit, antara lain telekomunikasi, penyiaran, lainnya (di luar telco & broadcasting). Jika hanya dilihat sekilas, maka yang terlihat dominan adalah penggunaan satelit untuk trunking (telekomunikasi), namun sejatinya, trend bisnis layanan satelit yang menjanjikan ada pada broadcasting (termasuk pay-tv), data communication (termasuk Internet), dan lainnya (pendidikan, riset, dll).

Meski Indonesia sudah 31 tahun memanfaatkan satelit (sebagai negara ketiga setelah USA dan Kanada yang memanfaatkan satelit untuk backbone telekomunikasi nasional), namun kemajuan industri dan layanan satelit untuk berbagai keperluan memang lebih lambat jika dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi lainnya seperti terrestrial dan fibre optic (pada jaringan transmisi) dan atau selullar (GSM, CDMA, 3G; pada sarana karingan akses), atau IP (Internet) pada level aplikasi dan content.

Dari sisi bisnis-pun para operator telekomunikasi mengakui bahwa kontribusi pendapatan dari layanan satelit hanya 5 - 7% dari total annual revenue. Jika sedemikian kecil, mengapa operator telekomunikasi dan para stakeholder industri satelit masih tetap ingin berjuang di lini bisnis ini?

Jawabnya, antara lain: menambah devisa, mengurangi ketergantungan dari produk asing, meningkatkan citra bangsa, menghimpun tenaga intelektual di bidang satelit yang (ternyata) jumlahnya lumayan banyak, meraih pasar Afrika yang masih terbuka luas, meningkatkan penetrasi telepon dalam negeri khususnya di wilayah terpencil dan perbatasan, sebagai backup ketika jaringan kabel dan atau terestrial tidak dapat berfungsi, dan masih banyak lagi.

Jadi, worskhop ini sejatinya merupakan salah satu upaya untuk merangkai berbagai aksi yang sudah banyak dilakukan namun belum terintegrasi (piecemeals) dan atau terkoodinasi ke dalam strategi pengembangan industri satelit nasional. Kami semua optimis, meski menyadari masih banyak kendala yang akan dihadapi.

Saya menduga, kelak tidak ada satupun warga Indonesia yang tidak bangga ketika ada Satelit komersial yang berhasil dibangun dan diluncurkan oleh anak-anak Indonesia.

8 Pilar Sukses

Sukses merupakan keadaan/kondisi ketika kita memperoleh apa yang diinginkan.

Sukses merupakan resultan (end) dari interaksi antar berbagai unsur (means), yang selanjutnya saya sebut sebagai Delapan Pilar Sukses.

Delapan Pilar Sukses tersebut adalah: knowledge, skills, passion, leadership, consistency, energy, relationship, dan luck.

7 Pilar ada di tangan manusia, sedangkan 1 Pilar (luck) sepenuhnya berada di luar kendali manusia.

Namun demikian jika didekati menggunakan teori probabilitas jika 7/8 telah dikuasai, hanya 1/8 saja kemungkinan gagal. Meskipun hanya 1/8, Luck mencerminkan bahwa betatapun hebatnya manusia selalu masih ada kekuatan dan kekuasaan lain yang dapat mempengaruhi sukses/gagalnya seseorang. Inilah dimensi spiritual yang menjadi ruang bagi interaksi antara manusia dan Sang Penguasa Jagad Raya (bertransaksi dengan Tuhan).

Sukses juga ada tingkat-tingkatnya. Dilihat dari segi manfaat, pada level pertama adalah orang yang meraih sukses namun manfaat yang didapat sepenuhnya untuk diri sendiri. Siswa atau mahasiswa yang baru lulus atau naik kelas dapat tergolong dalam level ini.

Level kedua dari segi manfaat adalah bila selain untuk dirinya sendiri manfaat dari sukses yang diraih dinikmati juga oleh lingkungan terdekat, keluarga, tetangga dan kerabat.

Di atasnya lagi, selain diri sendiri dan lingkungan dekat, manfaat sukses dirasakan juga oleh lingkungan yang lebih luas, perusahaan tempat kerja, masyarakat, dan negara, bahkan segenap umat manusia.

Level tertinggi dari segi manfaat adalah ketika manfaat yang dihasilkan dari sukses bisa dirasakan segenap umat manusia dalam jangka waktu yang relatif lama (karya cipta Einstein, Gesang, dll)..

Jika dari aspek persaingan, dan mengingat yang dapat berupaya serupa atau menginginkan sukses tidak hanya satu orang, maka tingkatan sukses dapat diklasifikasi sebagai berikut:

Pertama, meraih sesuatu yang diinginkan. Jika keberhasilan tersebut nilainya lebih baik dari orang-orang lain yang juga sukses, maka masuklah ia ke tingkat kedua. Level ketiga dari tingkatan sukses adalah bila berhasil menjadi the best dari semua himpunan orang sukses. Sedangkan level tertinggi adalah bila sudah menjadi the best dan mampu menjaga statusnya sebagai The Best secara terus menerus (sustainable, everlasting).

Dengan tingkat sukses semacam di atas, kita dapat pahami mengapa banyak orang ingin berhasil menjadi pemimpin namun tidak banyak dari mereka dapat menjadi pemimpin yang berhasil.

Dari uraian di atas dapat pula mengingatkan kita semua bahwa ada saatnya kita masih dapat berusaha meraih sukses, namun karena adanya faktor luck, harus ikhlas apabila keinginannya belum dapat terwujud.

Sukses juga merupakan fungsi dari waktu, sama seperti dalam teori ekonomi ada short term costs dan long term costs, dalam sukses ada juga short term success ada pula long term success. Orang yang berorientasi jangka panjang melihat kegagalan hari ini (belum sukses) sebagai bagian dari upaya mencapai sukses jangka panjang.

Akhir kata, yang mengetahui apakah kita belum sukses, telah sukses, sedang sukses, akan sukses terus, bukan orang lain, namun diri kita sendiri. Maka itu kenali jati diri kita sebaik-baiknya, pahami karakter lingkungan Anda, berpikirlah positif, dan ciptakan manfaat bagi orang lain.

Tuesday, June 05, 2007

What Happy Companies Know

1. Pengantar dan Latar Belakang
Dasar dari suatu kesuksesan adalah kecintaan pada pekerjaan. Suatu organisasi dapat menjadi sukses jika di dalamnya terdapat banyak motivasi. Organisasi yang memiliki pemimpin yang tidak dapat memberikan semangat kepada karyawannya tidak akan menjadi organisasi yang sukses. Tetapi justru sebaliknya akan membawa kerugian yang tidak hanya dalam ekonomi, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap organisasi tersebut. Untuk itu, diperlukan suatu cara untuk mengubah perilaku organisasi yang tidak menyenangkan tersebut. Pemimpin yang baik bukan pemimpin yang hanya ingin meningkatkan keuntungan, tetapi juga bermain dengan bersih dan bertindak positif sehingga para karyawan bangga menjadi bagian darinya.

Dan Baker, Cathy Greenberg, dan Collins Hemingway menunjukkan besarnya potensi bisnis yang muncul jika organisasi menggunakan pikiran “kebahagiaan”. Menurut mereka, kebahagiaan adalah kedewasaan, pertimbangan, dan pandangan positif yang dapat memberikan kepuasan diri. Kebahagiaan dapat membuat organisasi memperbaiki aktivitas mereka menjadi lebih baik. Baker, Greenber dan Hemingway mengemukakan bahwa kebahagiaan adalah bumbu rahasia untuk kesuksesan organisasi.

What Happy Companies Know menggambarkan bagaimana perilaku manusia dalam berbisnis, bagaimana perilaku tersebut dapat dirubah menjadi lebih baik, dan bagaimana perilaku memimpin yang lebih baik dapat meningkatkan keuntungan. Karya dari ketiga penulis ini menjelaskan bagaimana menciptakan budaya korporasi yang penuh dengan motivasi dan kreativitas dengan cara yang praktis. Happy companies bekerja dengan level kesadaran yang tinggi sehingga menunjukkan adanya inovasi, kreativitas, dan struktur keuangan yang kuat.

Baker, Greenber dan Hemingway menunjukkan bagaimana nilai, visi, etos kerja, dan kebudayaan dalam berbisnis dapat menciptakan perilaku yang terbaik, moral, dan kreativitas dan bakat yang besar terhadap karyawan. Mereka menunjukkan bagaimana membuat fungsi “whole-brain” dapat meningkatkan kinerja orang dalam organisasi. Dalam buku ini, mereka mengembangkan prinsip, praktek dan peralatan yang dapat membuat perusahaan menjadi menyenangkan.

2. Ide Utama
Dalam suatu kejadian, emosi dan pikiran manusia lebih mudah terjalin dibandingakan dengan realitas manusia. Hal ini berarti rasa takut dalam diri manusia dapat membawa kehancuran dan optimisme dapat memberikan kesuksesan. Perasaan takut yang melekat pada setiap manusia merupakan akar dari kegagalan korporasi yang disebabkan oleh ketamakan, penyalahgunaan jabatan, atau persaingan kotor. Penangkal rasa takut organisasi adalah dengan mengajak setiap individu untuk melakukan yang terbaik dari perbedaan kekuatan, kerja sama, arti kebersamaan, dan kepuasan dalam pekerjaan, serta memberikan jasa dan produk yang berkualitas pada masyarakat dan memberikan keuntungan kepada perusahaan dan pemegang saham.

Terdapat tiga tujuan utama dari buku ini. Pertama, untuk membantu mempelajari dan mencegah dalam skala luas, pengendalian rasa takut, pengaruh pribadi manusia dan krisis organisasional. Kedua, untuk mengatur dan menghasilkan kreativitas, perubahan dalam skala yang luas dan peningkatan kebudayaan kerja. Ketiga, untuk memperbaiki lingkungan moral dan etos kerja sehingga setiap anggota organisasi memiliki keinginan dan hasrat untuk bekerja dan meningkatkan produktivitasnya.

Untuk menjadi happy company, dibutuhkan lebih dari sekedar mengatur tekanan diri (self managing stress) atau pembebasan tekanan bagi pegawai yang bekerja keras. Perubahan yang dibutuhkan adalah tanggung jawab personal dan kebudayaan korporasi sehingga dapat menciptakan langkah-langkah positif yang diperlukan individu dan perusahaan untuk menjadi bahagia. Happy companies juga mengalami berbagai tekanan seperti perusahaan lainnya. Kebahagiaan tidak datang begitu saja, tetapi datang dengan memanfaatkan tantangan sebagai suatu jalan untuk mencapai tujuan.

Happy company, dapat dirumuskan dalam HAPIE company, yaitu perusahaan yang memiliki: Kepemimpinan yang kerendahan hati (Humble), inklusif, memiliki visi, inspirasi dan sepenuh hati, yang berusaha untuk membudayakan inovasi pada perusahaan; Karyawan yang dapat menyesuaikan diri (Adaptive), bersemangat, dan memiliki intelegensi emosional, yang merasa bahwa visi perusahaan juga merupakan visi mereka. Keuntungan (Profit) bagi seluruh anggota perusahaan dengan berfokus pada return on people dan return on investment; Pemegang saham, vendor, dan klien yang dapat memperkuat (Invigorate) pembiayaan perusahaan; Perikatan (Engaged), warga negara yang membangun, yang dapat merangsang dan memperkuat sikap positif organisasi.

3. Argumen Penulis
Banyak korporasi di seluruh dunia yang terus menerus melakukan perilaku buruk berupa “white collar crime” sehingga menyebabkan banyak orang yang mengalami penderitaan dan kerugian. Hal ini tidak hanya terjadi pada individu perusahaan, tetapi juga pada jaringan bisnis di mana korporasi beroperasi. Ribuan kerja keras manusia menjadi sia-sia dan harapan masa depan mereka pun menghilang. Perilaku yang merugikan ini juga berdampak pada pelakunya. Sebagian besar pemimpin korporasi menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara atau dikenai denda jutaan dolar.

Faktor utama yang menyebabkan seseorang yang telah kaya dan berkuasa melakukan tindakan pengerusakan adalah rasa takut. Rasa takut dapat diekspresikan dalam berbagai cara misalnya, ketamakan, kesombongan, kemarahan, berpikir pendek, dan ketidak nyamanan. Rasa takut dapat menyebabkan manusia bertingkah laku dengan cara yang tidak sehat. Maka, agar perusahaan tidak melakukan tindakan buruk yang merusak, rasa takut tidak boleh ikut mengendalikan keputusan bisnis. Jika hal itu terjadi, setiap aktivitas perusahaan dapat menjadi tidak sehat.

Rasa takut menunjukkan tiga reaksi, yaitu perlawanan, pembekuan dan pelenyapan. Reaksi pelenyapan dan pembekuan, yaitu mencoba untuk menghindar dari tantangan pekerjaan atau tidak dapat menyesuaikan diri untuk mengatasi perubahan lingkungan bisnis sehingga dapat merugikan perusahaan, yang ditunjukkan dengan ketamakkan dan keengganan menciptakan gagasan baru Sedangkan reaksi perlawanan dari rasa takut dapat menyebabkan banyak kerusakan baik pada perusahaan, maupun lingkungannya karena perlawanan yang terjadi selalu bersifat agresif. Perlawanan selalu menciptakan peperangan dan perebutan kekuasaan.

Kebahagiaan adalah sikap, bukan hanya perasaan, berlaku pada jalan kehidupan, keteguhan hati, cinta dan kepuasan. Pada tingkat individual, kebahagiaan adalah membangun potensi diri dan membuat hidup lebih baik. Kebahagiaan tidak hanya dapat diterapkan pada individu tetapi tetapi juga pada kebudayaan perusahaan. Pada buku ini, happy companies didefiniskan sebagai suatu organisasi di mana individu-individu di dalamnya pada berbagai tingkat kekuasaan yang memperlihatkan perbedaan kekuatan, membangun kerja sama untuk mencapai satu tujuan, menemukan arti yang signifikan dan kepuasan dalam berproduksi dan menciptakan produk dan jasa yang berkualitas tinggi untuk memperoleh keuntungan dan melalui produk dan jasa tersebut untuk membuat perubahan positif dalam kehidupan.

Happy companies bukan perusahaan yang tidak memiliki tantangan atau konflik, tetapi perusahaan yang dapat membedakan kenyataan melalui pengelihatan dan pemikiran yang positif. Perusahaan menerapkan aktivitas positif untuk dapat keluar dari masa krisis. Perusahaan menjadikan kehormatan, penghargaan dan kepercayaan sebagai kebudayaan perusahaan yang akan membawanya ke dalam kesuksesan. Perusahaan dihormati dan dihargai oleh seluruh komunitasnya, membangun kekuatan yang mempertinggi kualitas kehidupan.

Agar dapat berhasil di abad 21 ini, setiap perusahaan harus berkembang agar organisasi korporasi menjadi lebih maju. Tanpa menghiraukan struktur organisasi, produk portofolio, struktur biaya, proses perubahan atau teknologi, suatu perusahaan harus dapat mengubah pikiran dan kebudayaan secara psikologis agar menjadi lebih baik. Untuk mencapai keberhasilan bisnis, perusahaan harus dapat berubah dengan cepat, dan kemampuan perubahan tidak datang dari rasa takut melainkan dari pemikiran.

Untuk dapat menghasilkan kemampuan terbesar dalam diri manusia diperlukan kombinasi antara kesungguhan dengan kemampuan kecerdasan, intuisi, dan pengetahuan emotional brain. Tanpa adanya executive brain, rasa takut dapat membuat manusia tidak bertangung jawab atau berjalan menuju ke arah yang salah. Tanpa adanya perasaan manusiawi dari emotional brain, maka seseorang akan sulit untuk bekerja sama. Seseorang yang dapat mencapai keseimbangan executive center dan emotional center, akan dapat menggunakan fungsi otak secara keseluruhan sehingga dapat mencapai keberhasilan dalam berbisnis.

Dominasi manusia di bumi bukan dikarenakan jumlahnya yang besar, namun dikarenakan kemampuan besosialisasi. Dengan memiliki pikiran dan kebutuhan, manusia semakin menjadi makhluk yang memiliki sosialitas yang tinggi. Interaksi yang terjadi antara pikiran, bahasa, pengembangan dan kebudayaan dapat membuat kemampuan komunikasi dan koordinasi seseorang menjadi lebih baik. Beriringan dengan semakin berkembangnya kompetensi yang dimiliki, manusia mulai menyerap berbagai perilaku seperti, baik dan buruk, benar dan salah, sopan dan tidak sopan, cinta, kesetiaan, penghargaan dan sikap ‘modern’ lainnya, sehingga manusia dapat meneruskan evolusi kebudayaannya.

Perilaku sosial yang tinggi adalah pokok dari suatu kebudayaan. Perilaku sosial yang tinggi pada individu diukur dengan kemampuan untuk membawa orang lain untuk ikut ke dalam suatu kelompok dan berinteraksi dalam suatu struktur sosial untuk memenuhi kebutuhan fisik, perasaan dan keuangan mereka. Pada pemimpin, perilaku sosial yang tinggi ditunjukkan dengan kemampuan untuk memperoleh hasil yang maksimal pada suatu kelompok. Kemampuan ini berperan untuk saling mempengaruhi antara emotional brain yang memahami orang lain dan executive brain yang menciptakan strategi untuk mencapai tujuan.

Manusia selalu mencari pemecahan dari setiap permasalahan yang terjadi. Pemecahan masalah dapat menghilangkan tekanan dari rasa khawatir dan rasa takut. Salah satu cara dalam berbisnis untuk memperoleh hasil yang besar adalah dengan mengubah suatu masalah menjadi suatu kesempatan. Namun hanya sedikit orang yang dapat melakukannya. Pikiran, perasaan, perilaku dan perkataan yang positif dapat meningkatkan pusat kreatifitas dalam setiap pemikiran sehingga manusia akan berfikir dan bertindak dengan kreatif. Kreatifitas dan inovasi tidak akan muncul pada pikiran yang dipenuhi rasa takut. Melalui pemikiran positif, maka setiap masalah dapat dirubah menjadi kesempatan. Dengan tetap fokus pada setiap kesempatan, maka perusahaan akan menjadi lebih baik di masa depan.

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk menciptakan lingkungan psikologi yang sehat, individu dan perusahaan dapat melakukan empat langkah berikut. Pertama, individu mengendalikan dan bertangung jawab atas kinerja dan kesehatan psikologinya dengan mengurangi atau mengendalikan reaksi dari tekanan pada dirinya. Kedua, kebijakan dan program organisasi untuk mendukung kesehatan dan perilaku positif individu dengan mengurangi tekanan pada pegawainya. Langkah ketiga, peralatan dan teknik untuk meningkatkan psikologi personal dan kegembiraan psikologi melalui jasmani, pikiran dan perasaan. Langkah terakhir adalah mengurangi tekanan melalui perubahan kebudayaan korporasi.

Perilaku manusia lebih mudah berubah dalam sikap dan kebudayaan dibandingkan dalam struktur organisasi dan praktek bisnis. Perubahan pada organisasi harus bersumber dari perubahan pemimpin, perubahan sosial dan perubahan biologis dari dalam organisasi sehingga dapat mempengaruhi perilaku pegawai dari perilaku yang ‘tertekan’ menjadi perilaku yang positif. Melalui perilaku positif, maka pikiran kreatif dan inofatif dapat dibangun untuk mengembangkan perusahaan.
Bagi para eksekutif, kerendahan hati berarti mereka tidak dapat menikmati keuntungan atas keberhasilan mereka. Kenyataannya, kerendahan hati bukanlah hal yang memalukan melainkan sebuah karunia dan keberanian. Kerendahan hati merupakan suatu cara untuk mempengaruhi orang lain. Pemimpin yang rendah hati adalah pemimpin yang dapat memberikan kekuatan pada karyawan dan perusahaan. Penelitian Marshal Goldsmith menunjukkan pemimpin bisnis memberikan penghargaan yang tidak tepat pada kemampuan mereka. Ketika perusahaan mereka berkembang, para pimpinan selalu menghubungkan seluruh karakter mereka dengan keberhasilan mereka, walaupun sebenarnya mereka berhasil karena beberapa dari karakter mereka. Kerendahan hati adalah langkah utama untuk menghancurkan khayalan para pemimpin tersebut. Pemimpin yang rendah hati tidak akan memuji dan membanggakan kemampuannya ataupun dirinya sendiri. Mereka dapat menciptakan lingkungan di mana orang menjadi senang bekerja sehingga menghidupkan kreatifitas dan inovasi yang akhirnya membawa perusahaan menuju keberhasilan.

Dari kerendahan hati, muncul empati. Empati menghasilkan penghargaan yang dapat diwujudkan dengan gerakan sederhana, atau hadiah dalam bentuk materi dan pujian dari perusahaan. Pemimpin yang empati akan mendengarkan dan mengumpulkan ide terbaik dari setiap orang kemudian mewujudkannya pada perusahaan sehingga perusahaan dapat terus berkembang ke arah yang lebih baik bagi pimpinannya, karyawannya, maupun supplier dan pelanggannya.

Visi dapat dikembangkan, tetapi tidak semua pemimpin memilikinya. Visioner adalah orang yang sering mengalami berbagai tekanan dan hal yang menyakitkan. Mereka mengolah pengetahuan yang dimiliki, mereka merasakan lingkungan di sekitarnya, mereka bereaksi terhadap munculnya berbagai kemungkinan. Dengan menyatukan pengetahuan, pengalaman dan informasi, maka dapat tercipta suatu intuisi yang berarti melihat dan memikirkan sesuatu tanpa adanya kesadaran pikiran. Untuk menciptakan visi yang besar diperlukan suatu inspirasi. Tanpa adanya inspirasi, orang bekerja keras hanya untuk memperoleh uang sehingga perusahaan tidak akan berkembang karena karyawannya tidak memiliki motivasi untuk mencapai keberhasilan perusahaan.

Suatu visi harus cukup besar untuk membentuk kembali segmen pasar dan memberikan inspirasi dan dapat memotivasi pemimpin dan karyawannya. Visi dan inspirasi dapat memotivasi, dan motivasi dapat dinyatakan dengan dukungan terhadap perusahaan. Visi berlaku pada setiap orang dalam organisasi. Pemimpin yang memiliki visi, dapat menjadi inspirasi orang lain. Ia dapat menyemangati karyawannya untuk bekerja lebih baik. Banyak pemimpin yang terinspirasi dari pekerjaannya, produk dan jasanya, dan kemampuan mereka untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Perusahaan yang sudah memiliki visi harus berusaha untuk mencapai visi tersebut, untuk itu para pemimpin perusahaan diharapkan dapat menciptakan intentional culture pada perusahaan guna mencapai visi yang telah terbentuk.

Intentional culture adalah tulang punggung dalam mendirikan suatu organisasi yang positif. Organisasi yang baik, yang dibangun dengan dasar visi yang kuat untuk menentukan langkah dalam menciptakan suasana yang penuh dengan inspirasi, dapat mencapai suatu keberhasilan. Inovasi bukanlah hal yang sangat berarti untuk dimasukkan ke dalam suatu organisasi. Namun, Inovasi dalam organisasi adalah kesadaran dalam kehidupan. Perusahaan yang inovatif mengembangkan perilaku yang dapat menghilangkan perselisihan korporasi yang menghalangi terciptanya inovasi. Praktek inovatif melekat pada perusahaan pada saat karyawan yakin bahwa pemimpin menghargai suatu kreatififtas. Pemimpin perusahaan yang inovatif selalu mendorong karyawannya untuk menciptakan kreativitas. Perusahaan inovatif juga menggunakan teknologi yang inovatif untuk memajukan organisasi.

Untuk menciptakan berbagai ide dan kreatifitas yang inovatif diperlukan penyegaran pikiran yang dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan yang berbeda dari kegiatan rutinitas. Banyak pemimpin perusahaan yang menciptakan program khusus dengan tujuan untuk merangsang inovasi. Inovasi banyak ditemukan dalam suatu kerja sama, bukan persaingan, karena dalam kerja sama selalu terdapat pemberian dan pembahasan berbagai gagasan sedangkan pada persaingan terjadi timbunan informasi.

Intelegensi emosional adalah kemampuan individu mengenai kesadaran diri, pengendalian diri dan empati. Intelegensi emosional merupakan manajemen yang aktif pada pikiran dan perasaan untuk mengeluarkan kemampuan terbaik yang dimiliki individu dan untuk menciptakan interaksi positif dengan orang lain. Intelegensi emosional dapat memberikan seseorang kemampuan untuk memperoleh keberhasilan dalam kehidupan dan pekerjaan. Karyawan yang memiliki intelegensi emosional dapat membentuk kembali organisasi dan menggunakan fungsi “whole-brain” terhadap seluruh organisasi sehingga perusahaan dapan berjalan ke arah yang lebih baik.

Mendapatkan keuntungan adalah keharusan tetapi perusahaan tidak hanya harus mendapatkan keuntungan. Individu dan perusahaan yang hanya berusaha untuk memperoleh keuntungan dengan cepat hanya akan terdorong oleh obsesi untuk mencapai target. Obsesi memperoleh keuntungan tidak hanya dapat membahayakan para pegawai, tetapi juga pelanggan yang membeli produk perusahaan tersebut karena perusahaan akan melakukan berbagai cara untuk memperoleh keuntungan sehingga tidak mengutamakan keselamatan individu.

Walalupun penting, keuntungan bukanlah satu-satunya yang menjadi ukuran keberhasilan perusahaan. Perusahaan juga harus mempertimbangkan return on people di samping return on investment. Return on people dapat diwujudkan dengan pengembangan internal karyawan dan tingkat kepuasan karyawan dalam pekerjaan sehingga karyawan dapat menyukai pekerjaannya atau meningkatkan hubungan dengan pelanggan dan akhirnya menciptakan perasaan senang di sekitarnya pada tempat dia bekerja sehingga dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan dan meningkatkan pendapatan.

Memberikan return on people yang baik dapat dimulai dengan cara yang sangat sederhana yaitu, mendengarkan karyawan. Dengan mendengarkan pemikiran dan pendapat karyawan, maka karyawan akan merasa dihargai. Suatu organisasi akan mengalami kegagalan dikarenakan perlawanan dari karyawannya yang terjadi karena pemimpin tidak mendengarkan pendapat dan perhatian karyawan sehingga karyawan tidak mempercayai kebijakan yang diambil oleh manajemen.
Pelatihan adalah salah satu cara untuk meningkatkan potensi karyawan, tetapi harus dengan sungguh-sungguh dan berhubungan langsung dengan pengembangan pekerjaan atau profesionalitas. Pelatihan dan pengembangan diri secara langsung dapat mengembangkan bisnis. Jika karyawan mendapatkan lebih banyak pelatihan yang bernilai maka perusahaan akan segera memperoleh nilai perusahaan yang tinggi.

Langkah selanjutnya untuk mengembangkan potensi karyawan adalah dengan memberikan penghargaan. Perusahaan dapat memberikan bonus kepada karyawan yang memiliki kinerja terbaik sehingga akan memberikan semangat kepada karyawan untuk terus meningkatkan kinerjanya. Dengan kinerja karyawan yang terus meningkat, perusahaan akan memperoleh keuntungan yang semakin besar sehingga perusahaan dapat terus berkembang.

Singkatnya, Return on people dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pertama, karyawan dapat memberikan inisiatif pada aktivitas perusahaan dan memperoleh penghargaan atas inisiatif tersebut. Kedua, dengan memberikan kartu penilaian kepada karyawan agar perusahaan mengetahui pengembangan potensi dan prestasi para karyawannya. Ketiga, pengakuan dari perusahaan atas kinerja karyawan yang terus meningkat. Dan keempat, mengikutsertakan karyawan dalam setiap aktivitas bisnis sehingga karyawan dapat merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan.

Happy companies tidak hanya mengikutsertakan setiap orang yang berada di dalam perusahaan dalam menciptakan kreatifitas, tetapi juga mengikut sertakan orang di luar perusahaan, seperti pemegang saham, vendor, pelanggan dan klien, untuk membuat organisasi menjadi lebih baik. Dengan demikian perusahaan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan pengalaman yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan perusahaan.

Agar perusahaan meraih keberhasilan, diperlukan kepedulian terhadap masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam mencapai misi korporasi. Pengalaman dan pemikiran yang positif dari pelayanan masyarakat membantu mengurangi tekanan bisnis yang dapat membawa organisasi kepada rasa takut dan reaksinya. Pengalaman yang positif memperkuat fungsi “whole brain” sehingga dapat meningkatkan kreatifitas dan pemikiran bisnis. Melakukan kebaikan kepada masyarakat, maka akan berdampak baik juga terhadap perusaaan. Misalnya dengan meningkatkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat, perusahaan dapat berkembang pada saat baik dan dapat bertahan pada masa sulit. Perbuatan baik dapat menciptakan suatu ‘iklim psikologi’ yang dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi.

Kesadaran sosial dapat memberikan inspirasi dan motivasi kepada karyawan dan membuat mereka bangga menjadi bagian dari organisasi. Dengan terlibat dalam aktivitas masyarakat, karyawan dapat mempelajari suatu kesuksesan, mengembangkan ketrampilan, wawasan dan perpektif baru yang dapat digunakan untuk memperluas visi perusahaan dan mengembangkan gagasan baru dalam bekerja sama. Inovasi terkadang datang dalam menghadapi suatu situasi dengan cara baru yang sering dilakukan oleh masyarakat. Karyawan yang masuk dalam masyarakat mungkin mendapatkan hal positif kemudian mereka membawa hal positif tersebut ke dalam perusahaan sehingga dapat memberikan semangat baru kepada seluruh karyawan.

Happy companies menggunakan ‘peralatan perilaku’ untuk menciptakan visi, misi, strategi, dan perilaku bisnis. Tujuan dari ‘peralatan perilaku’ tersebut adalah agar perusahaan dapat mencapai keberhasilan dalam berbisnis. Penggunakan ‘peralatan’ tersebut biasanya dilakuakan pada saat terjadi perubahan seperti, ketika manajemen mencari strategi baru, pendapatan menurun, pergantian CEO, ketika perusahaan dijual atau dimerger, dan perubahan dalam organisasi lainnya. Sasaran dari ‘peralatan perilaku’ adalah individu, kelompok dan sistem.

Langkah pertama untuk mencapai pengembangan perilaku adalah dengan kepribadian manajemen senior yang dapat memotivasi generasi berikutnya. Selanjutnya membangun kepribadian individu dalam berhubungan dengan orang lain dan dalam bekerja sama. Kemudian meningkatkan wawasan individu mengenai kepemimpinan sehingga setiap individu dapat saling bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan.

Setiap individu bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja mereka dengan mengubah perilaku mereka agar dapat mengubah kelompok menjadi lebih baik. Di sisi lain, kerja sama dapat mengembangkan masa depan, meluruskan nilai dan prinsip untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Suatu usaha untuk meningkatkan kepemimpinan dan kinerja organisasi dapat mengalami kegagalan. Jika seorang pemimpin, departemen, atau tim kepemimpinan tidak mengalami perubahan maka usaha tersebut akan gagal karena adanya konflik atau ketiadaan tindakan lanjutan. Kegagalan tersebut juga dapat disebabkan karena tekanan bisnis selalu diperlihatkan sehingga dapat melumpuhkan seluruh perubahan. Kegagalan juga terjadi ketika manajemen mencela suatu proyek tanpa mendengarkan bawahan dan melihat arsip-arsip keterangan. Dan penyebab utama dari kegagalan dalam meningkatkan kinerja organisasi yaitu karena manajemen terlalu banyak ukuran, mengukur hal yang salah, atau menggunakan hasil dari ukuran tersebut untuk memberikan hukuman, bukan sebagai pelajaran.

Keberhasilan dalam mencapai perbaikan kepemimpinan dan kinerja organisasi dapat diperoleh dengan adanya suatu standarisasi untuk mencapai kinerja yang terbaik pada hari ini, yang dapat memberikan dasar yang kokoh untuk meningkatkan kinerja pada keesokan harinya. Tanpa adanya standarisasi, maka tidak akan ada dasar yang tepat sebagai ukuran untuk melakukan peningkatan lebih lanjut.

Dengan menciptakan iklim positif, memulai dengan kepemimpinan yang lebih tinggi dan mengembangkan keseluruhan organisasi, pada akhirnya perusahaan akan dapat menciptakan kebudayaan positif pada seluruh bagian organisasi. Iklim positif, terutama ditunjukkan dengan menganjurkan manajer untuk menggunakan keputusan yang terbaik dalam melaksanakan misi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk merespon perubahan.
Happy companies tidak muncul begitu saja, melainkan harus dibentuk, artinya struktur organisasi, kebijakan manajemen, dan sistem penghargaan dibuat untuk memperbaiki kebudayaan perusahaan. Perusahaan mencari dan memperkuat intelegensi emosional karyawan sebagai suatu kebijakan dan strategi sehingga dapat menciptakan kemampuan yang terbaik dari setiap karyawan. Pembelajaran merupakan bagian dari perusahaan, dan berbagai program seperti pengembangan motivasi, penghargaan, dan keseimbangan kartu penilaian digunakan untuk memperbaiki kebudayaan yang dapat meningkatkan nilai dan misi perusahaan.

Hal paling utama dalam membentuk happy companies adalah tanggung jawab diri baik dalam individu maupun organisasi.. Sesulit apapun suatu situasi, penguasaan diri merupakan jalan menuju keberhasilan. Jika setiap orang bertanggung jawab atas setiap perbuatan mereka, maka perusahaan dapat lebih produktif dan lebih sehat. Jika tidak, cepat atau lambat perusahaan akan mengalami kehancuran.

SUCCESS BUILT TO LAST

1. Argumentasi Pengarang
Orang, tim dan organisasi yang luar biasa adalah orang-orang biasa yang melakukan hal yang luar biasa mengenai apa yang berarti bagi mereka. Untuk membuat suatu perubahan diperlukan perjalanan diri, integritas seluruh kemampuan pribadi dan kehidupan profesionalitas. Jika ketiganya dilakukan, maka akan terdapat potensi untuk menciptakan suatu organisasi dan peninggalan yang dapat diberikan kepada dunia untuk jangka panjang. Untuk itu dapat dilakukan dengan membangun gagasan, struktur organisasi dan model bisnis yang terbaik pada suatu perusahaan dibandingkan dengan menemukan berbagai hal mengenai manusia sebagai makhluk individu. Arti keberhasilan yang sesungguhnya adalah suatu kehidupan dan pekerjaan yang membawa pemenuhan kepuasan pribadi dan suatu hubungan tetap serta membuat perubahan di mana individu tersebut tinggal.

Terdapat tiga elemen dasar untuk mencapai suatu keberhasilan yang kekal yang diimplementasikan dalam kehidupan dan pekerjaan. Elemen pertama adalah Meaning, segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki arti yang dalam pada kehidupan. Penentuan tujuan yang didasarkan pada hasrat dan keinginan yang kuat dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan perubahan pada diri sendiri, perusahaan maupun masyarakat untuk menjadi lebih baik. Elemen kedua yaitu, ThoughtStyle, suatu rasa pengembangan yang tinggi terhadap akuntabilitas, keberanian, hasrat, dan tanggung jawab. Dengan memiliki pikiran yang sehat maka akan dapat menciptakan berbagai ide dan kreatifitas sehinga dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul.

Elemen ketiga yaitu, ActionStyle. Orang yang meraih keberhasilan yang kekal menggunakan cara yang efektif dalam setiap tindakannya. Tindakan yang efektif dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai hal yang dapat membantu untuk mencapai tujuan, misalnya persaingan dan merekrut orang-orang yang bertujuan sama. Dengan bekerja sama sebagai tim, suatu keberhasilan akan lebih mudah untuk diraih. Ketiga elemen tersebut saling berkaitan satu sama lainnnya dalam mencapai suatu tujuan dalam kehidupan seseorang. Dengan merangkaikan ketiganya (Meaning, ThoughtStyle, dan ActionStyle) seseorang akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Segala sesuatu yang berarti (Meaning), diatur dalam pemikiran (ThoughtStyle), kemudian diterapkan dalam perkataan dan perbuatan (ActionStyle) sehingga mendukung apa yang berharga bagi mereka. Dengan menggunakan setiap kesempatan yang muncul maka pencapaian tujuan dan keberartian dalam kehidupan akan lebih mudah diwujudkan.

Setiap manusia dapat meraih suatu keberhasilan walaupun dilahirkan sebagai anak yang terbelakang atau tinggal dalam kemiskinan atau memiliki suatu kecacatan dalam hidup. Manusia dapat mengukur suatu keberhasilan dengan keadilan, kedamaian, kerendahan hati, kebaktian, pemaaf, berperasaan dan rasa cinta. Manusia tidak perlu menjadi kaya, berkuasa, terkenal, sehat, atau pandai untuk menjadi sukses. Jika suatu keberhasilan hanya diukur dengan kekayaan, popularitas, dan kekuasaan, maka keberhasilan tersebut tidak akan memuaskan dan tidak kekal. Kerberhasilan seperti itu akan memudar, menghilang atau menjadi kekosongan jiwa kecuali jika hal tersebut bukanlah tujuan utama dalam suatu keberhasilan. Ketidak-tahuan individu terhadap apa yang paling berharga dalam hidupnya untuk saat ini dan dan masa yang akan datang dapat menyebabkan kekecewaan dan ketidak-bahagiaan pada individu tersebut. Kebanyakan orang mengajukan suatu rencana hebat tanpa memiliki arti bagi dirinya. Tanpa memahami keingin-tahuan pribadi atau suatu hasrat yang berharga dalam kehidupan mereka, risiko kegagalan usaha akan bertambah besar.

Meraih keberhasilan memerlukan kegigihan dan hasrat, hanya cinta pada pekerjaan yang dapat menopangnya. Seseorang yang mencintai pekerjaannya akan bekerja lebih keras, bergerak lebih cepat dan mengajukan lebih banyak gagasan, dan akhirnya mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk berkembang dibandingkan dengan orang yang melakukan sesuatu hanya untuk hidup. Mengerjakan hal yang dicintai akan memberikan pengalaman yang sangat berbeda dalam bekerja. Pekerjaan akan terasa sangat menyenangkan sehingga tidak terasa seperti benar-benar bekerja. Dengan begitu, suatu keberhasilan akan mudah diraih.

Suatu keberhasilan tidak hanya didukung oleh satu keinginan yang kuat terhadap pekerjaan, namun masih banyak hasrat lain yang harus dikejar dalam mencapai keberhasilan yang kekal. Konsep keseimbangan adalah suatu omong kosong yang menyatakan bahwa seseorang hanya memiliki satu keinginan yang kuat dalam kehidupannya, dan pada saat dia mengetahui apa yang diinginkannya, dia akan bahagia. Namun pada kenyataannya, orang yang sukses tidak menggunakan keseimbangan sebagai suatu jalan utama. Mereka selalu melakukan apapun yang berharga bagi mereka yang didasari oleh berbagai keinginan dan hasrat yang kuat. Seseorang dapat meraih keberhasilan ketika tidak membatasi hasrat yang berada pada dirinya. Diperlukan ketekunan dan kerja keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Akhir yang bahagia datang dari mendengarkan bisikan yang berada di dalam kepala seseorang mengenai apa yang berharga baginya. Bisikan tersebut bergema melalui setiap sel dalam tubuh, bunyinya terdengar seperti silent scream yang membutuhkan suatu respon. Terdapat setidaknya empat perangkap yang dapat merusak kemampuan untuk merespon silent scream. Perangkap pertama, tidak mempertimbangkan karir yang bermanfaat. Suatu bisnis kecil yang menguntungkan lebih baik dilaksanakan daripada menuruti keinginan yang penuh dengan ketidak-pastian karena hal itu dapat menyebabkan suatu penyesalan.

Perangkap kedua, harapan untuk memperoleh berbagai hal yang bersifat materi. Jika seseorang mendedikasikan kehidupannya untuk berbagai hal yang hanya memberikan kesenangan sementara seperti mobil mewah, keanggotaan klub, pakaian bermodel, dan lainnya, maka ia tidak akan merespon silent scream dengan baik sehingga ia tidak dapat meraih suatu keberhasilan yang kekal karena yang dikejar hanyalah hal yang bersifat materi, bukan suatu pengembangan dalam kehidupan.

Walaupun tidak ada yang salah dengan memiliki berbagai benda materi, banyak orang yang terserat dalam kebosanan, mengejar apa saja yang diyakini dapat membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik. Seseorang yang menjadi lebih kaya, keinginannya untuk memiliki benda-benda materil akan meningkat. Masalahnya, tidak ada orang yang akan merasa cukup dengan apa yang tidak benar-benar mereka butuhkan untuk menjadi bahagia. Untuk mendapatkan kepuasan hati, yang harus dilakukan seseorang adalah mendengarkan apa yang penting bagi dirinya, bukan perkataan yang berasal dari teman, musuh maupun keluarga.

Perangkap ketiga, godaan kompetensi. Banyak orang yang disarankan untuk melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui bagaimana melakukannya. Dan merupakan suatu kesalahan jika membuat suatu keputusan mengenai karir dan kehidupan yang sepenuhnya berdasarkan pertimbangan orang lain. Orang yang telah meraih keberhasilan mengejar tujuan mereka karena tujuan tersebut berharga bagi mereka, bukan untuk suatu popularitas dan penghargaan. Namun banyak orang yang melakukannya dengan cara yang berlawanan. Mereka melakukan sesuatu karena mereka menginginkan popularitas dan penghargaan bukan untuk sesuatu yang berharga bagi mereka. Orang yang sukses mengakui keberhasilannya hanya pada dirinya sendiri, bukan kepada publik karena ia tahu bahwa silent scream tidak meminta suatu pengakuan dan penghargaan.

Perangkap keempat, penggunaan ‘atau’ sebagai pilihan. Salah satu sumber kesalahan dan membingungkan mengenai silent scream datang dari permainan kata-kata mengenai apakah menyenangkan diri sendiri ‘atau’ orang lain. Tetapi orang yang meraih keberhasilan berpikir berbeda yaitu, apakah menyenangkan diri ‘dan’ membantu orang lain pada saat yang sama? Apakah memuaskan diri sendiri dan orang lain? Bagi mereka, kehidupan jarang menggunakan kata ‘atau’.
.
2. Hasil Penelitian? Metodologi Yang Digunakan?
Buku ini merupakan laporan penelitian yang dilakukan sejak 1996 hingga 2006, dengan mewawancarai tidak kurang dari seribu orang yang berasal dari berbagai kalangan: manajer bisnis, wirausahawan, guru, atlit, CEO, pemenang hadiah Nobel (seperti Nelson Mandela, Mother Theresa), Pulitzer, Grammy, dan Academy Award, seniman, ilmuwan, presiden, aktivis NGO, dan lain sebagainya. Dengan menerapkan batasan-tertentu, akhirnya diperoleh sekitar 200 orang yang digolongkan oleh penulis sebagai Builder.
Dari mereka yang diinterview, ditemukan gambaran praktek kebijaksanaan dan berbagai kisah mengenai keberhasilan yang luar biasa, berkelanjutan dalam berbagai bidang, profesi dan komunitas. mereka, yang telah diwawancarai oleh para penulis.

3. Hubungan Dengan Pandangan Atau Referensi Lain
Buku karya Jerry Porras, Stewart Emery dan Mark Thompson ini dapat digolongkan sebagai buku pencerahan kepemimpinan (leadership). Penulis mengajukan makna baru dari sukses yang diyakini oleh para Builder. Ukuran sukses tidak lagi berupa kekayaan materi, keberhasilan mencapai karir puncak, atau citra di masyarakat, namun lebih dari itu yakni, seberapa jauh para Builder membuat sesuatu yang berbeda, bermakna, memiliki dampak luas bagi masyarakat dan berkelanjutan.
Pandangan semacam ini sejalan dengan pemikiran D’Souza (dalam Proactive Visonary Leadership, 2006) tentang karakter pemimpin yang proaktif. Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang proaktif. Mereka menetapkan tujuan dengan jelas dan pasti; melakukan perencanaan dan penjadwalan untuk mencapai tujuan, memikul tanggung jawab pribadi untuk melaksanakan dan mengikuti perencanaan dan penjadwalan tersebut; gigih dalam menghadapi rintangan; mengatur strategi untuk mencegah permasalahan yang mungkin munculsehingga tidak menghabiskan banyak waktu untuk memadamkan kebakaran, melainkan untuk mencegah kebakaran.

Jika Porras et all menyatakan para Builder mencapai sukses berkat ketekunan dan kecintaan kepada yang mereka kerjakan, demikian halnya dengan D’Souza yang menyatakan bahwa salah satu syarat mencapai sukses berkelanjutan adalah dengan mengerjakan segala sesuatu dengan tekun (persistence). Di bagian lain, Porras juga menyatakan perlunya percaya diri bahwa apa yang dikerjakan akan membawa keberhasian bagi diri sendiri dan orang lain. Pemimpin perlu menciptakan sikap atau keyakinan yang sulit diubah (mindset) yang kemudian akan memengaruhi apa dan bagaimana tindakannya kemudian (John Naisbit, 2006, Mindset). Jika seseorang percaya akan berhasil, maka tindak dan perilakunya akan mencerminkan ciri-ciri orang berhasil, sebaliknya mereka yang tidak percaya diri, maka langkahnyapun mencerminkan isi pikirannya.

Dari perspektif perilaku organisasi, Gary Yukl, 2002 (dalam Leadership in Organizations) menyatakan bahwa keberhasilan organisasi merupakan resultan interaksi antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang berpengaruh terhadap anggotanya untuk bersama-sama meraih sukses memiliki motivasi, kepribadian dan value, serta menularkan (induce) karakteristik ini kepada bawahannya.

4. Kritik
Pemimpin, menurut Daniel Goleman, Richard Boyatzis dan Annie McKee, 2002 (dalam Primal Leadership, Learning to Lead with Emotional Intelligence) dapat dikelompokkan ke dalam enam gaya kepemimpinan: visionary, coaching, affiliative, democratic, pacesetting, dan commanding. Setiap gaya kepemimpinan pada umumnya cocok untuk suatu masa dan keadaan tertentu, pemimpin dengan suatu gaya kepemimpinan yang berhasil di suatu organisasi belum tentu berhasil pula ketika menerapkan gaya kepemimpinan yang sama di organisasi lain. Demikian pula, seorang pemimpin yang berhasil membawa kesuksesan pada suatu periode, acap kali menemui kegagalan ketika memimpin pada periode berikutnya di organisasi yang sama. Meski mengakui bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan pemimpin dan organisasi, Poras et all tidak membahas hal ini (pengaruh gaya kepemimpinan terhadap keberhasilan organisasi).

Kriteria sukses yang diajukan Porras et all dapat dikatakan sebagai kriteria normatif-universal, bersifat makro. Pada kenyataannya, di banyak organisasi, pada level mikro, khususnya organisasi bisnis, kriteria sukses masih diukur dari besaran kuantitatif seperti berapa besar dividend yang diberikan kepada pemegang saham, berapa persen pertumbuhan pasar, berapa poin kenaikan harga saham, dan lain sebagainya. Ukuran sukses secara kuantitatif masih dan akan terus digunakan, meskipun secara jangka panjang, atau sebagai akibat dari inovasi bisnis berbasis teknologi informasi, mulai muncul organisasi bisnis yang menggunakan kriteria keberhasilan model Porras, seperti Yahoo, Google. Namun demikian, ketika hendak mengetahui sudah seberapa bisnis mereka, masih tetap juga mengunakan ukuran kuantitatif, yang menunjukkan besaran uang yang mereka kuasai.

5. Komentar, Saran dan Kemungkinan Penelitian Lanjutan
Walaupun keberhasilan dapat didefinisikan sebagai pencapaian tujuan, terdapat perbedaan antara keberhasilan yang bersifat sementara dengan keberhasilan akhir. Keberhasilan akhir tidak dapat diraih jika tidak ditambahkan beberapa hal untuk dapat meraih sesuatu yang lebih besar. Banyak orang yang berhasil meraih kesejahteraan tetapi mereka tidak benar-benar meraih keberhasilan. Sedangkan orang yang berada dalam berbagai tingkat kesejahteraan, yang mendedikasikan dirinya untuk meraih sesuatu yang lebih besar dari kepentingan dirinya, dapat memperoleh kehidupan yang sangat memuaskan. Satu hal yang dapat memberikan suatu keberhasilan yang kekal adalah berusaha untuk menggerakkan lingkaran dari meaning, thought, dan action ke dalam kehidupan dan pekerjaan.

Setiap orang sukses pernah melakukan kesalahan yang dapat membawa mereka kepada kegagalan. Namun mereka tidak menyerah dan membiarkan pengalaman buruk tersebut terus menghantui. Mereka tetap terus berusaha hingga akhirnya mereka dapat meraih keberhasilan atas tercapainya tujuan dari kehidupan mereka. Walaupun telah memetik hasil dari kesuksesan, mereka tetap bekerja agar kesuksesan tersebut dapat terus dipertahankan.

Sukses berkelanjutan dapat diraih dengan inovasi yang dilakukan secara konitinyu (Paul C. Light, 1998, dalam Sustaining Innovation, Creating Nonprofit and Government Organizations That Innovate Naturally). Organisasi yang ingin sukses dalam ber-inovasi membutuhkan pemimpin yang berperan sebagai institutional leader, menciptakan infra-struktur organsasi yang dibutuhkan bagi inovasi, menyelesaikan permasalahan yang timbul di antara para pemimpin/manajer; the critic, menguji rencana investasi, menetapkan sasaran dan membuat kemajuan; the sponsor, menyediakan, advokasi dan memimpin perubahan; the mentor, membimbing, membela dan memberi nasihat; dan the entrepreneur, mengelola unit organisasi yang melakukan inovasi (Jay Barney, 2007, dalam Gaining and Sustaining Competitive Advantage).

Menggabungkan argumen Light, Barney, dan Goleman et all, serta menggunakan segitiga Porras et all (Meaning, Thought, dan Action), buku Porras et all ini dapat dikembangkan lagi dalam sebuah penelitian yang mengungkap hubungan antara gaya kepempimpinan (Goleman et all), peran pemimpin dalam inovasi berkelanjutan (Barney) dan teknik meraih sukses (Porras et all).

6. Relevansi
Bagi sementara pihak, substansi yang disajikan dalam buku ini bukan hal baru. Bahkan dapat dikatakan sebagai isi lama dalam kemasan baru. Dalam masyarakat Jawa misalnya, ada istilah numusi, yakni sesuatu yang diyakini dan diupayakan dengan tekun pada akhirnya akan terwujud. Dalam literatur manajemen, keyakinan semacam ini disebut Pigmalion Efect. Oleh karena itu, dalam masyarakat Jawa diajarkan agar selalu berhati –hati ketika membuat janji, tekad atau sumpah.
Dalam kontek pengelolaan organisasi, buku ini mengingatkan bahwa zaman terus berubah, ukuran sukses tidak lagi yang bersifat material, kuatitatif, duniawi semata, namun lebih dari itu. Ukuran keberhasilan yang bersifat material, pada umumnya tidak berlangsung lama, sementara, kriteria keberhasilan yang bersifat universal, memberi dampak siginfikan kepada masyarakat akan berlangsung lama. Hal ini dapat dipahami karena kesuksesan semacam ini mendapat dukungan dari banyak pihak, sehingga semua merasa berkepentingan untuk memertahakan keberhasilan tersebut.

Buku ini juga seolah menjawab persoalan keburukan pemimpin yang menurut Barbara Kelllerman, 2004 (dalam Bad Leadership, What It Is, How It Happens, Why It Matters) bahwa manusia pada dasarnya selalu memiliki sifat buruk, sehingga menimbulkan tantangan bagaimana mengendalikan sifat buruk manusia agar tidak merugikan bagi sesama.
Bagi Indonesia - dinyatakan oleh politisi dan pengamat di berbagai media massa – yang sedang membutuhkan pemimpin berkualitas, baik di sektor publik maupun swasta, buku ini dapat memberi pencerahan dan bekal untuk menjadi pemimpin (yang) berhasil, bukan sekedar berhasil menjadi pemimpin.*****

Persaingan Pada Pasar Oligopoli, Kasus: Industri Chip Microprocessor

1. Pendahuluan
Pergulatan untuk mempertahankan posisi dominan di pasar, sampai pada kondisi tertentu seringkali membutuhkan tidak hanya keunggulan teknologi, kehandalan jajaran manajemen, namun juga kepiawaian merancang dan melaksanakan strategi bisnis serta kemahiran dalam berperkara di pengadilan. Suasana seperti ini tergambar dalam persaingan antara Advanced Micro Devices (AMD) dan Intel, keduanya merupakan produsen chip microprocessor, suatu perangkat utama dalam komputer. Bagi Intel yang lebih dahulu eksis dan menguasai hampir 60% pangsa pasar, persaingan dengan AMD merupakan upaya agar selalu waspada bahwa ada “orang lain” yang dapat menggerogoti kue bisnisnya. Sementara itu, bagi AMD, pertarungannya dengan Intel merupakan pertaruhan untuk merebut kehormatan dan kelangsungan hidup.

1.1. Perkembangan Industri Semikonduktor
Akhir 60-an hingga awal 70-an merupakan kurun waktu yang menandai diawalinya produk Teknologi Informasi, beberapa di antaranya adalah mini-computer, modulator-demodulator (Modem), integrated circuits (IC), hingga teknologi yang memungkinkan pesawat ruang angkasa Apollo mendarat di Bulan. Semua inovasi dan karya besar ini dimungkinkan setelah ditemukannya bahan Silicon yang selanjutnya digunakan sebagai komponen utama bahan semi penghantar listrik (semiconductor).

Pertengahan 70-an mulai menunjukkan adanya peningkatan permintaan terhadap microprocessor dan core memory, ketika banyak perusahaan elektronika mulai menyadari banyak aplikasi menggunakan semikonduktor dapat diterapkan pada produk konsumer maupun bisnis. Barang – barang elektronik, seperti radio, televisi, amplifier, jam tangan, kalkulator, telepon, facsimili, dan masih banyak lagi merupakan produk elektronika yang memanfaatkan semikonduktor dalam wujud transistor, atau IC. Kemampuan komputer melakukan kerja komputasi juga semaikn meningkat dengan penggunaan semikonduktor menggantikan tabung hampa udara (vacuum tubes). Jika semula, dengan teknologi transistor komputer main frame merupakan produk unggul dengan kemampuan time-sharing, dengan ditemukannya IC, penggunaan komputer tidak lagi bergantung pada ketersambungan kepada main frame, namun individu dapat menggunakan komputer pribadi di mejanya (desktop personal computer / PC).


Awal 80-an ditandai dengan mulai menanjaknya penggunaan PC, tidak saja di kantor namun juga mulai dipakai di rumah, dan mengubah tata cara berkomunikasi, bekerja, dan pemrosesan informasi. Tahun 1986 terjadi penurunan tajam permintaan terhadap PC yang berdampak pada pengurangan permintaan terhadap chip microprocessor. Intel dan AMD di satu sisi dan dan pelanggan mereka, yang notabene adalah perusahaan – perusahaan produsen PC berjuang untuk menemukan keunggulan kompetitif baru terutama didorong oleh makin sulitnya lingkungan bisnis. Pada pertengahan hingga akhir dekade 80-an, dengan microprocessor i386 dan i486 Intel berhasil mendominasi pasar microprocessor untuk PC, sehingga produsen PC hanya memiliki satu sumber. Kondisi ini berubah ketika tahun 1991 AMD mulai berhasil membuat processor yang dapat bersaing dengan produk Intel.

Di pihak lain, awal 90-an komunikasi selular mulai tumbuh, demikian pula Internet mulai memasuki tahap komersial setelah beberapa tahun sebelumnya dilepas oleh Pemerintah Amerika Serikat dari penggunaan khusus untuk militer agar dapat digunakan oleh masyarakat awam. Komunikasi data dan mobile computing mulai merebak, integrasi antara telekomunikasi dan teknologi informasi tidak terelakkan. Pertengahan hingga akhir dekade 90-an produsen dan masyarakat pengguna PC mulai menikmati buah kompetisi baru di industri microprocessor. Di sisi lain, fenomena ini menunjukkan bahwa sementara kemajuan teknologi bergerak sangat cepat, menjadi jelas bahwa perusahaan penghasil teknologi perlu bekerja sama untuk memberikan teknologi yang dibutuhkan pelanggan, dari pada melakukan inovasi hanya untuk memenuhi kepentingannya sendiri.

Memasuki abad milenium yang ditandai dengan hiruk pikuk produk teknologi informasi, muncul peningkatan permintaan terhadap PC yang dilengkapi dengan sarana akses Internet dan komunikasi nirkabel (internet-ready and wireless comunication devices). PC yang tidak dilengkapi kedua perangkat ini menjadi tidak laku di pasaran. Awal milenium juga ditandai dengan melejitnya bisnis dotcom yang meski relatif sebentar namun dapat menghidupkan kembali gairah industri Teknologi Informasi (TI). Ketika bisnis dotcom tidak mewujudkan janjinya, industri TI secara umum, termasuk semiconductor, mengalami penurunan kinerja. Kondisi ini juga ditunjang oleh evolusi strategi produsen PC yang semula memfokuskan pada perluasan produk kepada penggantian komponen dan peningkatan kapasitas komputer dengan peralatan tambahan (peripherals).

Meski dihadapkan pada tuntutan untuk membangun perusahaan agar lebih ramping, namun pada awal 2001 permintaan terhadap TI, khususnya kompuer yang Internet-ready masih tetap kuat. Namun demikian peristiwa penghancuran gedung World Trade Center di New York pada tanggal 11 September 2001 mengubah segalanya. Kinerja industri semikonduktor mengalami penurunan paling tajam dalam sejarah, sementara perusahaan dituntut untuk selalu kompetitif. Awal tahun 2002 menunjukkan gejala perbaikan. Penjualan consumer electronics meningkat, didorong oleh penjualan DVD, perekam-suara digital, dan kamera digital. Tahun 2003 industri TI kembali menancapkan kakinya, permintaan kembali menguat, dan hal ini mendorong peningkatan harga saham perusahaan - perusahaan TI. Penjualan PC tumbuh dengan mantap, wireless computing memperoleh momentumnya, dan komputasi 64-bit memasuki arus utama.

1.2. Lisensi sebagai Awal Persaingan
Lembah Silicon (Silicon Valey) di California melahirkan teknologi khususnya Teknologi Informasi (TI) yang setelah diimplementasikan di pasar mengubah tatanan industri, masyarakat, dan bahkan tata hubungan dunia. Komputer salah satunya. Ditemukannya bahan silikon yang memiliki sifat semi-penghantar listrik (semi-conductor) mengilhami dibuatnya transistor yang selanjutnya digunakan sebagai pengganti tabung hampa udara (vacuum tube) yang sebelumnya digunakan sebagai komponen inti perangkat elektronika. Perubahan besar terjadi setelah digunakannya transistor. Ukuran fisik komputer yang semula besar sekali berangsur mengecil, demikian pula kapasitas pengolahan data melonjak cukup besar dibandingkan dengan ketika masih menggunakan tabung hampa udara. Lihat Gambar 1.

Perkembangan teknologi terus bergulir, transistor yang semula ukurannya sudah seper-sekian dari tabung hampa udara, dengan ditemukannya teknologi mikro elektronik dapat dibuat semakin kecil dan dirangkai dalam sebuah integrated circuit (IC). Awalnya, dalam satu IC yang berdimensi 0.5 x 3 x 1cm (tebal x panjang x lebar), terdapat setidaknya 1000 transistor. Awal tahun 2006, dengan kemampuan yang makin berkembang, IC dengan dimensi sama dapat terdiri dari 100.000 transistor. Akibat peningkatan kemampuan untuk memperkecil ukuran IC, perangkat elektronik digital berukuran makin kecil sementara kemampuannya (features) makin banyak bahkan hampir tidak terbatas.

Intel muncul di masa komputer digital baru diperkenalkan. Pembuat IC terbesar pada masa itu adalah Fairchild yang mengoperasikan pabrik di banyak negara termasuk Indonesia. Pendiri Intel – Bob Noyce dan Gordon Moore – meninggalkan Fairchild setelah keduanya melihat peluang yang sangat besar apabila mereka membangun bisnis sendiri. Intel semula menekuni bisnis pembuatan chip IC yang digunakan sebagai Random Access Memory (RAM). Dalam perjalanan waktu, dan sebagai reaksi atas munculnya pemain baru dari Jepang (NEC, Fujitsu, Toshiba, Sharp, dll.) maupun dari dalam negeri (USA), Intel akhirnya menghentikan produksi RAM dan fokus hanya pada memroduksi microprocessor.

Tidak lama setelah Intel berdiri, tepatnya pada tanggal 1 Mei 1969 Jerry Sander – mantan pegawai Fairchild – mendirikan Adanced Micro Devices (AMD) yang produknya sebagian besar sama dengan yang dibuat oleh Intel. Berdirinya AMD menambah pemasok IC dan tentu saja mengubah situasi industri IC yang semula dikuasai oleh Fairchild, Motorola, Texas Instrument, Zilog, dan Intel. Dalam perjalanan waktu Fairchild perlahan – lahan mengurangi perhatian pada produksi IC, sementara Motorola mulai fokus pada perangkat telekomunikasi, sehingga praktis pada industri microprocessor pemain utamanya tinggal Intel dan AMD.

Persaingan Intel versus AMD diawali pada tahun 1975 ketika Intel memberi lisensi kepada AMD untuk membangun microprocessor-nya sendiri menggunakan rancangan microprocessor 8080A karya Intel. Berangkat dari lisensi Intel inilah, AMD membangun kompetensi barunya di industri microprocessor. Perjalanan waktu membuktikan, pertarungan dua perusahaan ini dalam memengaruhi standar komputer, agar produsen komputer menggunakan processor hasil produksinya, tidak saja merupakan pergulatan membangun teknologi baru, tetapi juga melibatkan kegiatan mata – mata (industrial spionage), perjuangan di pengadilan, serta melibatkan politisi dan pejabat pemerintah di berbagai negara di mana kedua perusahaan ini eksis.

2. Kerangka Teori
Industri elektronika dunia, khususnya chip microprocessor tergolong industri yang oligopoli karena dikuasasi oleh segelintir pemain. Dua pemain besar yang saling bersaing sejak akhir tahun 60-an: Intel dan Advanced Micro Devices (AMD) menguasai tak kurang dari 90% pangsa pasar, 10% sisanya harus dibagi untuk pemain lainnya seperti Zilog, Motorola, NEC, National Semiconductor, Texas Instrument, dan lain – lain. Berbeda dengan industri komputer yang merupakan hilir dari industri chip micropocessor dan struktur pasarnya beranjak dari monopoli, oligopoli dan akhirnya menjadi persaingan sempurna (Baye, 2006), dalam industri microprocessor struktur pasarnya relatif stabil.

2.1. Pasar Oligopoli
Oligopoli terjadi ketika hanya ada sejumlah kecil pengusaha dalam suatu industri tertentu di mana keputusan masing – masing saling berpengaruh. (Pindyck & Rubinfeld, 1998). Perusahaan membedakan produk yang dihasilkan dari produk pesaingnya secara substantial melalui kombinasi rancangan produk, promosi, dan distribusi (Douglas, 1995). Dalam pasar oligopoli manajer dituntut tidak hanya membuat strategi persaingan yang istimewa, namun juga dituntut untuk selalu memerhatikan reaksi pesaing terhadap setiap strategi yang diluncurkan perusahaan. Sebagai contoh, ketika pesaing menurunkan harga, manajer dihadapkan pada banyak pilihan untuk menjawab strategi pesaing tersebut, apakah ikut menurunkan harga, atau tidak terpengaruh, atau bahkan menaikkan kualitas produk dan sekaligus menaikkan harga. Kerterkaitan strategi antar-pelaku bisnis menjadi ciri khas pasar oligopoli. Penjual berperan sebagai pembuat harga (price makers), sedangkan pembeli hanya dapat menyepakati harga (price taker) yang dibuat oleh pengusaha. Setiap pengusaha memiliki peran strategis. Sementara itu, entry ke pasar industri yang berstruktur oligopoli relatif terbuka namun sulit untuk dimasuki oleh pemain baru.

Dua perusahaan dengan produk yang hampir identik dalam suatu industri secara bersama – sama menghadang masuknya pemain baru. Perilaku seperti ini menghasilkan marginal cost yang konstan. Apabila kondisi seperti ini terus berlangsung akan menjurus pada pembentukan kartel. Namun demikian pembentukan kartel secara penuh di mana perusahaan secara bersama mengatur harga menjadi sulit dilakukan karena adanya peluang untuk mengingkari kesepakatan. Keseimbangan antara di antara pelaku oligopoli terjadi pada perpotongan kurva reaksi. Setiap perusahaan memilih strategi terbaik, yang selanjutnya dapat berpengaruh kepada strategi perusahaan lainnya. Namun demikian jika semua pelaku oligopli dapat konsisten dengan komitmennya untuk tidak melakukan pengingkaran, maka oligopoli menjadi bentuk pasar yang dapat merugikan konsumen.

Dalam industri chip microprocessor, model yang tepat untuk menggambarkan persaingan adalah Bertrand Oligopoli (Baye, 2006; halaman 336), hal ini karena memenuhi persayaratan:
1. ada sedikit perusahaan yang melayani banyak pelanggan;
2. perusahaan yang bersaing menghasilkan produk yang identik dengan biaya marginal yang konstan;
3. perusahaan memilih terlibat dalam persaingan harga dan bereaksi secara optimal terhadap perubahan harga yang dilakukan kompetitor;
4. konsumen memiliki informasi yang mencukupi dan tidak ada biaya transaksi; dan
5. terdapat barrier to exist.

2.2. Model Duopoli Cournot
Model Duopoli Cournot digunakan untuk menjelaskan perilaku pasar bila hanya ada dua pelaku usaha dalam satu industri. Keduanya secara bersama melakukan upaya menghambat masuknya pendatang baru. Produk yang dihasilkan oleh keduanya memiliki kesamaan manfaat (homogeneous). Demikian pula penambahan biaya yang dihasilkan atas penambahan satu unit produk (marginal cost) konstant dan identik di antara kedua perusahaan tersebut. Bila kedua perusahaan bersetuju, mereka dapat membuat kartel untuk menentukan jumlah produksi, harga jual dan wilayah pemasaran. Namun demikian, bial ada salah satu yang mengingkari kesepakatan (cheating) kartel tidak dapat dipertahankan.

Cournot-Nash Equilibrium
Keseimbagan yang terjadi antara dua pelaku pasar pada titik perpotongan antara dua kurva reaksi. Setiap perusahaan memilih strategi terbaiknya, dengan memperhatikan strategi perusahaan lain. Masing – masing berusaha menepati kesepatan yang dibuat, karena mempercayai perusahaan lain juga akan menepatinya. Ketika perusahaan berada pada pasar oligopoli, masing – masing berupaya memaksimalkan profit, mereka memroduksi sejumlah output lebih besar dari yang dihasilkan oleh pelaku monopoli namun lebih kecil dari produksi pelaku kompetisi. Harga oligopoli lebih murah dari monopoli namun lebih mahal dari pada harga pelaku kompetisi. Dengan demikian agregat output lebih besar dari monopoli namun lebih kecil dari yang dapat dihasilkan oleh pasar kompetitif. Adapun total profit lebih kecil dari keuntungan yang dapt diraih oleh monopoli.

Pengaruh jumlah pelaku pasar terhadap harga dan kuantitas: Efek output: karena harga lebih tinggi dari marginal cost, menjual lebih banyak pada harga pasar berdampak pada peningkatan profit; Efek harga: peningkatan produksi akan menaikkan jumlah produk yang terjual, yang pada gilirannya akan menurunkan harga dan profit per unit daru semua unit yang terjual. Jika jumlah penjual di dalam pasar oligopoli bertambah banyak, pasar oligopoli berangsur berubah menjadi pasar kompetitif. Harga akan mendekati marginal cost, dan kuantitas produk mendekati level sosial yang efisien.

2.3. Keunggulan Kompetitif (Competitive Advantage)
Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif memiliki peluang lebih besar untuk tetap eksis di industri yang digelutinya (Day & Reibstein, 1997). Perusahaan memiliki keunggulan kompetitif manakala aksinya dalam industri atau pasar tertentu menciptakan nilai ekonomi dan beberapa perusahaan lain sejenis mengikutinya (Barney, 2002, halaman 9). Pemahaman terhadap pentingnya perusahaan memiliki keunggulan kompetitif menjadikannya sebagai tujuan. Padahal, keunggulan kompetitif sejatinya merupakan alat manajemen (management tools) yang setelah dimiliki kemudian dioperasionalkan sehingga perusahaan mencapai posisi terbaik yang diinginkan. Iika tidak cermat dalam merancang strategi, perusahaan dapat terjebak pada fokus terlalu besar meraih keunggulan kompetitif, namun setelah itu tidak dapat menjaga keunggulan tersebut agar tetap terbaik dalam industri yang digelutinya.

Dari perspektif teori, tantangan yang harus dijawab antara lain bagaimana sebuah perusahaan menjadi unggul di industri yang dipilihnya dan bagaimana agar mampu mempertahankan keunggulan yang sudah diraih. Menjawab pertanyaan ini, ada beberapa hal yang memengaruhi tetap dimilikinya keunggulan kompetitif (Collis & Montgomery, 2005). Pertama, adanya ancaman peniruan (imitation) yakni pesaing membuat produk atau jasa serupa dengan yang dimiliki perusahaan. Kedua, masuknya pendatang baru (new entry), walaupun penentuan harga dari monopolistic competition lebih besar dari marginal cost, namun hal ini tidak menjamin bahwa keuntungan yang diperolehnya akan langgeng. Pendatang baru dengan sedikit diferensiasi akan menggerogoti pangsa pasar. Ketiga, adanya produk yang menguasai celah pasar tertentu (distinct niche products) sehingga perusahan tidak dapat memasuki pasar tersebut.

Keunggulan kompetitif dapat dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem terintegrasi di mana setiap elemen strategi saling diselaraskan (Collis & Montgomery, 2005). Sumberdaya perusahaan dievaluasi untuk melihat apakah dapat memenuhi faktor – faktor penentu sukses, sehingga dapat menjadi pertimbangan (justification) apakah akan tetap di bisnis yang sekarang atau masuk ke bisnis baru. Selanjutnya, bisnis tersebut dipantau dan dikendalikan dengan mengandalkan infrastruktur organisasi. Jika manajemen puncak tidak mampu mengendalikan bisnisnya secara indenpenden, maka besar kemungkinan keunggulan kompetitif yang diharapkan tidak pernah tercapai.

Selain membutuhkan kemampuan pengawasan dan pengendalian, guna mencapai keunggulan kompetitif juga diperlukan hubungan yang kuat (coherence) di antara berbagai elemen organisasi bisnis. Hal ini dapat dilakukan melalui rancangan struktur, sistem dan proses yang memungkinkan perusahaan secara efektif memanfaatkan sumber dayanya. Struktur perlu dirancang agar mampu memberi dukungan terhadap setiap sumberdaya dengan intervensi minimal. Sedangkan sistem dan proses yang sesuai dengan karakter perusahaan dipilih untuk mendukung ketrampilan sumberdaya manusia, dan koordinasi berbagai macam aktivitas.

2.4. Keunggulan Perusahaan Berbasis Sumberdaya
Perusahaan harus mampu menciptakan value yang lebih tinggi dari pesaing. Penciptaan value tersebut memerlukan ketersediaan sumber daya dan kemampuan mengelolanya (disctinctive capabilities). Semua perusahaan mempunyai sumberdaya dan kemampuan (capabilities), yang membedakan adalah kelangkaan (scarcity) and imperfect mobile. Kelangkaan dimaksudkan bahwa hanya sedikit yang memiliki sumberdaya dan kemampuan seperti yang dipunyai perusahaan. Meski demikian, kelangkaan tidak menjamin bahwa tidak ada perusahaan lain yang dapat memiliki sumber daya serupa atau sumber daya substitusi. Sumberdaya langka yang telah dimiliki dapat dengan mudah beralih ke tangan pesaing, kecuali bila sumberdaya tersebut dilengkapi dengan imperfectly mobile. Umpamanya, sumber daya tersebut tidak dapat dengan mudah menjual dirinya sendiri ke pesaing. Contoh, supplier K- Mart hanya bisa menjual ke K-mart. Beberapa sumberdaya merupakan imperfectly mobile; umpamanya teknologi atau ketrampilan yang didapat dari beberapa tahun pengalaman, reputasi, hak cipta, keterikatan akan geography dan lain sebagainya. Sebaliknya, bila sumberdaya langka yang dimiliki berwujud pegawai ahli, informasi, teknologi dan rumus yang bisa di-copy maka akan dengan mudah sumberdaya tersebut menjadi mobile.

2.4.1. Mekanisme Isolasi
Kepemilikan sumberdaya langka dan yang bersifat sulit untuk ditiru tidak cukup untuk menjamin perusahaan tetap memiliki keunggulan kompetitif. Xerox produsen mesin photo copy mendapat perlawanan dari Canon dengan produk yang kualitasnya baik dan jarang rusak, sehingga menumpulkan sustainable competitive advantage-nya Xerox. Isolating mechanism mencegah perusahaan lain mengambil sebagian atau seluruh keuntungan perusahaan. Mekanisme isolasi guna melindungi produk atau jasa dilakukan dengan mencegah duplikasi (impediment to imitation) produk unggulan. Sebagai contoh, Cisco dengan produk routers, penghubung jaringan yang dibangun berdasarkan konsep yang berbeda dari peralatan sejenis yang sudah ada sebelumnya berhasil mendominasi pasar perangkat jaringan dan memberikan kontribusi keuntungan yang sangat besar melebihi dari apa yang telah dicapai oleh Coca Cola, Intel dan Microsoft.

2.4.2. Kendala Terhadap Imitasi
Selain upaya menghambat imitasi secara nyata (tangible barriers to imitation), ada teknik lain yang dapat digunakan yakni secara tidak nyata (intangible barriers). Hambatan tidak nyata dapat tercipta secara tidak langsung, ketika perusahaan berhasil menciptakan kemampuan unik (distinctive organizational capabilities). Adapun hambatan – hambatan tersebut berupa causal ambiguity, dependence on historical circumstances, dan social complexity.

Causal Ambiguity.
Merujuk pendapat Richard Rumelt, Causal Ambiguity adalah situasi dimana perusahaan dengan kemampuan yang tidak mudah didefinisikan (obscure) dan hanya dapat dimengerti secara tidak sempurna namun masih dapat menciptakan nilai bagi stakeholders. Pengetahuan dan ketrampilan (knowledge and knowhow) yang dimiliki merupakan tacit knowledge, yaitu kemampuan yang sudah menjadi satu dengan pemiliknya, namun sulit diartikulasikan ke dalam bentuk formula, algoritma atau peranturan. Pengetahuan tersebut biasanya didapat dari uji coba dan diperhalus melalui praktek dan pengalaman, jarang ditulis datau dikodifikasi ke dalam buku petunjuk, dan hanya bisa dibuktikan bila dipraktekkan secara langsung. Di pihak lain, causal ambiguity juga mempunyai dampak negatif yakni perusahaan tidak mampu mem-transplantasi-kan kesuksesan di suatu pabrik ke pabrik lain walaupun dari perusahaan yang sama.

Dependence on Historical Circumstances.
Perusahaan mungkin juga tidak dapat mereplikasi kemampuan pesaing karena sejarah dan pengalamannya. Ketergatungan kepada masa lalu (historical dependence) membatasi kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dari kebutuhan operasional baru. Historical dependence hanya dapat digunakan untuk masa yang pendek. Contohnya People Express mendapatkan keuntungan dari adanya perubahan regulasi dengan pemanfaatan tenaga buruh yang rendah di mana perusahaan besar masih terkunci dengan serikat buruhnya, namun setelah perusahaan besar tersebut telah berhasil merenegosiasikan kontrak dengan buruhnya, People Express mendapatkan kesulitan untuk mempertahankan keunggulannya.

Social Complexity
Hubungan yang baik dari manajer perusahaan terhadap pemasok dan konsumen termasuk yang sulit ditirukan. Salah satu penyebab sukses Toyota adalah kepercayaan yang diperoleh dari para pemasoknya. Ketergantungan perusahaan didalam mempertahankan keunggulan bersaing dari causal ambiguity, history dan social complexity menyebabkan perusahaan yang melakukan perubahan organisasi secara besar-besaran dan melupakan aspek di atas berakibat kehancuran perusahaan.

2.5. Keunggulan Pelaku Pertama
Konsep pelaku pertama (first mover) dipengaruhi oleh karya ekonom terkenal Joseph Schumpeter yang beragumen: perusahaan mencapai keunggulan kompetitif dengan jalan inovasi (Hoskisson, Hitt & Ireland, 2004). Perusahaan dikatakan sebagai pelaku pertama bila mengambil langkah kompetitif awal (terlebih dahulu sebelum pesaing melakukanya) guna membangun atau mempertahankan posisi atau meningkatkan keunggulan yang sudah diraihnya. Pada umumnya first mover mengalokasikan dana yang cukup besar yang akan digunakan untuk membiayai inovasi dan pengembangan produk, kampanye pemasaran, serta kegiatan penelitian dan pengembangan.

Menjadi first mover memiliki peluang untuk meraih manfaat yang substansial, khususnya dalam pasar yang siklusnya relatif cepat di mana periode pengenalan produk – produk baru terjadi dalam waktu singkat, sehingga menjadi sulit bagi perusahaan untuk tetap mempertahankan keunggulan kompetitif bila tetap mempertahankan produk produk lama. Oleh karena itu, meski keuntungan yang diraihnya tidak pernah absolut, namun demikian dalam lingkungan industri yang perubahannya sangat cepat akibat pengembangan teknologi, menjadi first mover merupakan pilihan strategi yang mendukung kenunggulan kompetitif.

Selain dapat memperoleh tingkat keuntungan di atas rata – rata, sampai dengan pesaing mampu merespon langkah suksesnya, sebagai first mover dapat memetik manfaat dari: kesetiaan pelanggan yang tetap memilih produk pertama karena kualitas maupun ketersediannya; dan pangsa pasar yang telah dibangun sementara belum ada pesaing. Di samping itu, ada keuntungan lain yang dapat diterima oleh first mover, yakni: kurva pembelajaran (learning curve), reputasi dan ketidak-pastian pembeli (reputation and buyer uncertainty), biaya pengalihan yang dialami pembeli (buyer switching-cost), dan efek jaringan (network effects).

Perusahaan yang mampu menjual produknya lebih awal akan mendapatkan kurva pembelajaran dan menghasilkan biaya yang lebih rendah daripada pesaing. Semakin rendah struktur biaya akan mampu memotong pesaing, seterusnya meningkatkan penjualan dan mendapatkan kurva pembelajaran lagi. Perusahaan yang mempunyai reputasi kualitas produk yang baik, memiliki peluang untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang besar. Hal ini salah satunya disebabkan oleh karena pembeli cenderung ragu untuk pindah ke produk lain yang belum dikenal. Contoh; penjualan obat aspirin. Perusahaan pioneer menjualnya dengan harga US$ 2.5. Setelah beberapa lama, pendatang baru tidak bisa menjual dengan harga yang sama, karena pembeli cenderung untuk tidak berganti produk kepada yang telah diyakini kualitasnya. Sehingga dalam memasuki pasar, pendatang baru mau tidak mau harus menjualnya dengan harga yang lebih murah. Disini first mover menikmati harga premiumnya, ditambah dengan kepercayaan pembeli yang semakin banyak.

Ada beberapa limitasi dari dampak reputasi yang perlu mendapat perhatian. Perusahaan mungkin sangat percaya terhadap produknya dan mengeksploitasinya secara berlebihan. Perubahan demography dan perubahan selera mungkin akan menggerogoti nilai dari merek yang telah terbentuk. Teknologi akan memperpendek jarak antara merek terkenal dengan merek yang kurang terkenal.

Pembeli mengeluarkan biaya pengalihan (swithcing costs) untuk berganti pemasok. Contohnya; pengguna Microsoft Word harus mengeluarkan investasi baru untuk membeli software dan biaya pelatihan ketika hendak beralih ke produk WordPerfect. Switching cost dapat sangat berguna untuk menghalangi pesaing baru, namun juga mempunyai keterbatasan. Terjadi peningkatan biaya untuk menjaga loyalitas pelanggan. Sistim garansi meningkatkan biaya service. Membuat produk komplemen juga menciptakan pembeli kedalam satu niche; yang apabila terdapat perubahan selera, konsumen akan berganti produk secara keseluruhan. Ekonom, menyebutkan perusahaan yang sudah mapan tidak tertarik untuk berkompetisi menggunakan instrumen harga untuk mendapatkan pembeli baru., karena akan mengurangi profit margin dari pelanggan lama. Sebaliknya pendatang baru cenderung menyerang dari sisi harga.

Besaran efek jaringan tergantung dari semakin banyak produk menggunakan produk sejenis, atau semakin banyak pelanggan menggunakan produk dan atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Contohnya, pengguna jasa telephone. Jika seseorang di suatu kota ingin menghubungi keluarganya yang ada di desa, namun saudaranya tidak mempunyai pesawat telephone, maka manfaat jaringan telepon menjadi berkurang. Semakin banyak actual network saling berkomunikasi, semakin meningkat nilainya. Untuk virtual network, sesama pelanggan tidak saling bertemu. Contoh dari virtual network adalah computer operating systems, video gaming, personal digital assistant, dan lain - lain. Bila jumlah anggota virtual network bertambah, maka permintaan untuk produk – produk komplementer akan meningkat. Efek jaringan memberi peluang kepada perusahaan first mover untuk meraih pelanggan baru dan membentuk pasar yang baru (competing for the market). Microsoft misalnya, dengan produk Operating System yang dihasilkannya (Windows O/S) berhasil mengubah pasar dan memenangkan persaingan membentuk pasar sistem operasi personal computer yang sebelumnya dikuasai oleh proprietary software.

3. Persaingan Antara Intel Versus AMD
3.1. Intel
Intel didirikan oleh Bob Noyce dan Gordon Moore pada tahun 1968, setelah keduanya meninggalkan Fairchild, sebuah perusahaan elektronik produsen integrated circuit (IC). Semula perusahaan yang didirikan Noyce dan Moore diberi nama NM Electronics, kependekan dari nama kedua orang tersebut. Setahun setelah mendirikan NM Electronics mereka menggunakan nama perusahaan Intel setelah membeli perusahaan kecil Intelco. Keduanya kemudian mendapat dukungan dari Arthur Rock yang menanamkan modalnya sebesar US$ 2.5 juta dan kemudian Arthur menjalani jabatan sebagai Chairman pertama Intel. Tahun 1969 Intel mulai mengenalkan logo perusahaan yang kemudian menjadi terkenal di dunia. Pada tahun yang sama Intel meluncurkan produk pertamanya IC3101 yakni Schottky Bipolar Random Acess Memory (RAM), suatu bagian penting dari komputer. Masih di tahun 1969 Intel juga memperkenalkan suatu jenis produk baru IC1101 sebuah Metal Oxide Semiconductor Static RAM yang pada waktu itu langsung mengungguli bipolar transistor konvensional.

Beberapa kondisi dapat ditunjuk sebagai sukses faktor Intel dalam bisnis DRAM, antara lain: karakteristik individu eksekutif pada umumnya sangat percaya diri dan pengambil resiko; bisnis DRAM merupakan industri yang unik; Intel merupakan pihak yang pertama kali membuat chip memory dengan peralatan terbaru; memiliki keunggulan dalam desain dan teknologi produksi; dan menerapkan strategi pengembangan produk yang berupaya agar selalu menjadi pemimpin pasar. Sementara itu, setelah beralih fokus ke produk chip microprocessor, Intel berupaya membangun keunggulan bersaing dengan menerapkan kebijakan inovatif untuk membuat desain central processing unit (CPU) semikonduktor inovatif yang kemudian digunakan secara luas sebagai komponen utama komputer mikro.

Pada tahun 1971 Intel meluncurkan microprocessor 4004 sebagai CPU semikonduktor pertama di dunia. Keberhasilan ini diikuti dengan peluncuran microprocessor 8-bit 8008 pada bulan April 1972. Dua tahun kemudian Intel berhasil memasarkan microprocessor seri 8080 yang dalam perjalanan selanjutnya dilisensikan kepada AMD. Pada tahun 1979, menyusul keberhasilan membuat microprocessor 8088, Intel memenangkan proyek dari IBM untuk membuat Personal Computer (PC) generasi pertama. Proyek ini menandai dimulainya arsitektur komputer yang bersifat terbuka baik untuk hardware dan software, berbeda dengan desain komputer sebelumnya yang bersifat tertutup (proprietary).

Pesaing utama Intel pada masa awal berdirinya adalah Motorola dan Fairchild. Untuk mengalahkan pamor kedua pesaingnya yang telah lebih dahulu eksis di industri semikonduktor, Intel menerapkan strategi pemasaran yang sangat agresif di berbagai lini terutama dimaksudkan untuk mengalahkan Motorola. Mengantisipasi kecenderungan ke masa depan, berkat sukses bisnis bersama IBM, Intel membuat kebijakan drastis menghentikan produksi DRAM yang semula menjadi lini bisnis utamanya dan fokus hanya pada microprocessor. Budaya entrepreneurship dan independensi manajer menengah dalam menentukan arah strategik dan dikombinasikan dengan perencanaan srategik menghasilkan pertumbuhan dan menjaga keunggulan. Selain itu, Intel menerapkan strategi outsourcing dengan menerbitkan lisensi kepada 12 perusahaan untuk memroduksi chip, keberhasilan strategi ini menobatkan Intel sebagai pemasok utama processor 80386 bagi semua produsen PC kecuali IBM. Untuk mengantisipasi pertumbuhan industri PC, Intel mengubah proses internalnya dengan membangun beberapa pabrik.

Tahun 1971 mulai membuat microprocessor pertama di dunia. Pada akhir tahun 2005, dengan jumlah pegawai mendekati 100 ribu yang tersebar di 200 kantornya di seluruh dunia, selain memroduksi microprocessor, Intel juga sebagai produsen komputer, networking, dan perangkat komunikasi. Pendapatan (revenue) tahun 2005 mencapai US$ 38.8 milyar, menempati posisi 50 dalam ranking Fortune 500. Intel saat ini dipimpin oleh Paul Otellini sebagai President & CEO dan Craig R Barrett sebagai Chairman of The Board. Berusaha selalu di depan (Leap Ahead), Solusi, Inovasi, Kepemimpinan Dalam Industri (Industry Leadership), dan Corporate Citizenship merupakan serangkaian strategi yang dijadikan bekal bagi membawa Intel sebagai pemain utama dalam industri chip di dunia.

Dalam mengantisipasi pertumbuhan permintaan dari indsutri PC, Intel mengubah proses internalnya dengan mengembangkan berbagai sumber internal, beberapa pabrik dan proses pembuatan chip secara simultan. Hal ini dilakukan karena Intel percaya bahwa inovasi dan teknologi yang diberikan kepada pelanggan akan membawa keuntunggan tinggi. Keyakinan ini terbukti ketika Intel sukses menjalin bisnis dengan IBM, yang ketika itu berperan sebagai pembeli utama untuk microprocessor-nya. Selain itu, Intel juga menunjukkan kekuatannya dalam mendukung Compaq sebagai pemain baru dalam industri PC. Dengan mendukung Compaq pada dasarnya Intel membuka pasar baru bagi produk microprocessor-nya dan membuat IBM menyadari bahwa sudah ada pesaing kuat di industri PC. Munculnya Microsoft membuka peluang baru bagi Intel, sebagai mitra strategis untuk kerja sama bisnis yang lebih luas. Dengan semua keberhasilan tersebut, Intel menunjukkan dirinya sebagai perusahaan Amerika Serikat yang sukses mentransformasikan pasar komputer dari semula berorientasi vertikal menjadi horisontal dengan standar terbuka, yang pada gilirannya menawarkan kepada industri perilaku yang cost-efective.

Dalam mengelola sumber daya untuk mencapai ketangguhan, Intel melakukan berbagai aksi yang mendukung strategi persaingan. Dalam menghadapi persaingan seiring munculnya standar Reduced Instruction System of Computing (RISC) Intel melakukannya dengan mendengarkan masukan dari pelanggan dan akhirnya membuat keputusan untuk tetap memroduksi microprocessor 80486, hal ini didukung oleh kenyataan pelanggan enggan menggunakan standard RISC dan ingin tetap menggunakan standard Complex Instruction System of Computing (CISC) yang menjadi konsep keunggulan Intel.
Dalam menghadapi produk – produk tiruan (cloning products) Intel mengembangkan strategi khusus yang dimaksudkan untuk menunjukkan kepada pelanggan dan pengguna komputer bahwa produk original – karya Intel – masih lebih unggul dari pada produk tiruan. Strategi ini dilakukan dengan investasi pada sumber daya manusia dan teknologi manufaktur. Intel menerapkan kampanye “Intel Inside” guna menjaga hubungan baik dengan pengguna komputer. Dengan kampanye ini diharapkan semua PC menggunakan processor Intel di dalamnya. Selain itu, dalam menyikapi makin pendeknya daur hidup microprocessor, Intel menetapkan harga premium untuk produk yang baru diluncurkan guna membatasi permintaan, hal ini tentu saja menciptakan peluang bagi Intel untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan pada awal sebuah produk baru. Ketika kompetitor sudah mulai memasarkan produk sejenis, dan kompetisinya sudah mulai sengit, secara bertahap Intel menurunkan harganya, sehingga menekan tingkat keuntungan pesaing. Di samping menerapkan strategi harga, Intel juga mengalokasikan produknya untuk Original Equipment Manufacturers (OEM) sehingga ada keseimbangan antara supply dan permintaan, dengan memerhatikan perilaku pembelian pelanggannya guna menentukan persediaan.

Dalam hal berhubungan dengan pemasok, pada awalnya Intel menerapkan kebijakan standarisasi, namun ketika menyadari kebijakan ini menuai banyak permasalahan, manajemen mengubah kebijakan tersebut menjadi dual-sourcing khususnya untuk bahan baku yang kritikal.

Kinerja keuangan Intel tahun 2005 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan dibanding tahun – tahun sebelumnya. Hal ini merupakan hasil dari perubahan strategi bisnis, pengembangan teknologi dan proses manufaktur, serta strategi produk yang semakin luas.


3.2. AMD
Tanggal 1 Mei 1969 menandai berdirinya Advanced Micro Devices (AMD) oleh Jerry Sander bersama tujuh orang temannya di rumah salah satu dari tujuh teman Jerry tersebut. Sama dengan Noyce dan Moore, Sander yang mengawali karier sebagai engineer, sebelumnya juga bekerja di Fairchild Semiconductor sebagai Direktur Marketing Internasional. Dengan filosofi bisnis mengutamakan sumber daya manusia, karena sesudah itu produk dan profit akan diperoleh, Sander berupaya mendahulukan kepentingan dan kepuasan pelanggan. Hal ini terutama didorong oleh kondisi Lembah Silicon pada masa itu bersamaan munculnya berbagai perusahaan semi-conductor serupa AMD, persaingan memerebutkan pelanggan besar seperti IBM, Honeywell, HP, Prime, Bourough, dan lain – lain menjadi tak terelakkan.

Sebagian besar pelanggan AMD adalah perusahaan komputer yang membutuhkan pasokan komponen dan suku cadang komputer secara stabil dengan kualitas produk yang prima. Menyadari hal ini, AMD memanfaatkan teknologi produksi yang mampu menghasilkan produk dalam tempo cepat serta efisien. Bersamaan dengan itu, dicanangkan pula standar kualitas tinggi dengan menerapkan uji laboratorium untuk semua produk menggunakan standar produk militer. Respon pelanggan cukup memuaskan, pada akhir tahun 1974 AMD memiliki 1500 karyawan dengan membuat 200 jenis produk – sebagian besar proprietary – dan menghasilkan penjualan senilai US$ 26.5 juta.

Tahun 1975 AMD mulai membuat chip memory dalam bentuk Random Access Memory (RAM) – Am9102. Pada tahun yang sama, dengan lisensi dari Intel, AMD berhasil mengembangkan microprocessor dengan melakukan reverse engineering terhadap processor 8080A yang dibuat oleh Intel. Keberhasilan ini menjadi awal bagi AMD memasuki pasar microprocessor. Pada tahun yang sama AMD juga memperkenalkan keluarga produk Am2900 sebuah seri processor menggunakan teknologi bit-slice, yang memungkinkan pengguna memperoleh keuntungan dari kemampuan komputer untuk mengolah data dengan jalur yang lebih lebar, dengan disipasi panas rendah, dan kecepatan pengolahan data lebih tinggi. Am2900 juga menyediakan fleksibilitas bagi perancang software untuk mengembangkan instruksi pemrograman menggunakan bahasa mereka sendiri, independen dari set instruksi microprocessor. Periode pertengahan 1970-an ditandai pula dengan pengembangan lokasi pabrik dari Sunnyvale di California ke Austin di Texas, Manila di Philippina, dan Penang di Malaysia. Kinerja tahun 1975 ditutup dengan meraih penjualan senilai US$168 juta, kenaikan gabungan sebesar 60% dari sejak perusahaan berdiri.

Pada akhir 1981 angka penjualan mencapai dua kali lipat dari penjualan tahun 1979. Hal ini tercapai berkat dukungan strategi perluasan pabrik di San Antonio dan Austin texas. Hampir bersamaan dengan itu AMD mengeluarkan investasi yang cukup besar untuk membiayai kegiatan riset dan pengembangan, yang pada akhirnya menghasilkan INT.STD.1000 sebuah standar kualitas pabrikasi tertinggi pada masa itu. Pertengahan hingga akhir 80-an merupakan periode yang sangat menantang bagi pelanggan AMD, ketika mereka dihadapkan pada tuntutan perubahan strategi bisnis. Tahun 1986 AMD meluncurkan satu-juta-bit EPROM (erasable programmable read-only memory) suatu peningkatan kapasitas dan fleksibilitas bagi komponen PC yang sangat kritikal. Dengan EPROM ini produsen PC dapat mengembangkan peluang produk baru dengan cara diferensiasi produk. Setahun sesudah itu AMD berhasil membangun kolaborasi dengan Sony sehingga memiliki akses kepada teknologi pembuatan microprocessor berbasis CMOS (complementary metal oxide semiconductor).
Akhir 80-an dan awal 90-an menandai titik balik bagi AMD setelah selama 8 tahun melakukan upaya hukum melawan Intel sebagai pelaku dominan, untuk menegakkan perjanjian cross-licensing yang mengizinkan AMD (dan perusahaan lain) untuk berkompetisi dan menyediakan alternatif dalam pasar microprocessor. Proses yang sulit ini telah memperluas perspektif majemen AMD ke dalam suasana yang disebut lingkungan pengaruh (Spheres of Influence). Dengan perspektif ini AMD bermaksud memperluas cakupan produknya, sehingga tidak hanya memroduksi microprocessor namun juga programmable logic device (PLC), memori berkinerja tinggi, chips elektronik untuk networking dan telekomunikasi. Tahun 1991 AMD meluncurkan Am386® yang dimaksukan untuk bersaing langsung dengan Intel 80386 yang diluncurkan pertama kali Oktober 1985. Demikian juga ketika tahun 1993 AMD meluncurkan Am486® untuk mendampingi Intel 486 yang diluncurkan 4 tahun sebelumnya (April 1989). Tahun 1993 ditandai juga dengan joint venture dengan Fujitsu mewujudkan Fujitsu AMD Semiconductor yang menghasilkan Flash memory.

Tahun 1997 AMD menerbitkan AMD-K6® yang head to head bersaing dengan Intel Pentium yang dibuat 1993. Kemudian disusul dengan peluncuran AMD-K6-2 pada tahun 1998 guna menyaingi Pentium Pro yang diluncurkan tahun 1995. Tahun 2000 AMD membuat AMD Athlon dan Mobile AMD-K6®-2 yang didukung oleh teknologi AMD PowerNow!. Di bulan Oktober 2000 AMD mengumumkan produk chipset AMD-760 yang memiliki teknologi memori Double Data Rate (DDR). Processor AMD yang berikutnya diperkenalkan ke pasar adalah AMD Athlon XP, AMD Alchemy™, Au1100™, AMD Opteron™, AMD Athlon™ 64 FX, dan AMD Sempron™


Pada saat ini AMD menghadapi tantangan dinamika pasar dan para pesaing yang menggairahkan (invigorated). Selain itu, persaingan antara AMD dan Intel telah sampai pada tahap peperangan menyeluruh pada setiap front. Menghadapi semua ini, manajemen AMD telah menyiapkan strategi bisnis ke depan komprehensif yang meliputi peluncuran produk – produk baru, inisiatif pemasaran dan akuisisi.

Khusus di dalam menghadapi persaingan dengan Intel, AMD menyiapkan produk microporcessor dan IC pendukung Personal Computer. Makin maraknya penggunaan notebook juga disikapi AMD dengan menyiapkan produk yang dirancang khusus mendukung desktop PC. Selain itu, sejalan dengan kampanye hemat energi dan conta lingkungan, AMD mulai memroduksi karya rintisan berupa microprocessor yang hemat energi dan ramah lingkungan. Perubahan dalam gaya hidup yang ditandai dengan penggunaan mobile computing, juga disikapi AMD dengan membuat microprocessor yang dapat digunakan untuk mendukung mobile PC maupun Personal Digital Asistant (PDA).

Investasi di fasilitas perangkat lunak ditingkatkan. Sebagai elemen utama dalam industri microprocessor, perangkat lunak yang berfungsi untuk memberi instruksi dasar bagi bekerjanya sebuah microprocessor menempati posisi yang sangat strategis. Keunggulan software instruksi microprocessor (firm-wired software) akan menentukan bagi suksesnya kinerja microprocessor. Selain software tersebut, proses dan kapasitas pabrikasi juga mempengaruhi kinerja perusahaan secara kesuluruhan. Menyadari hal ini, AMD mengubah proses pabrikasi yang telah berlangsung selama ini dengan proses baru yang sekaligus dapat meingkatkan kapasitas produksi.

Aliansi strategis dengan produsen komputer menjadi salah satu kunci sukses yang diperkirakan menjadi pendukung keberhasilan AMD. Kerja sama dengan HP-Compaq, IBM, Dell, Toshiba, Sony, Acer, dan banyak lagi produsen komputer domestik untuk memasok microprocesor sebagai alternatif dari Intel sudah mulai berjalan. Dalam banyak kasus, pembeli PC lebih suka menggunakan AMD dari pada Intel, karena harganya yang relatif lebih murah, sementara kinerjanya tidak jauh berbeda.

4. Analisis
4.1. Perspektif Dinamika Persaingan
Perbedaan karakter pasar antara DRAM dan microprocessor dapat dilihat dari hal – hal sebagai berikut: Teknologi pembuatan DRAM sudah tersebar (diffused) dan banyak yang menguasainya, kondisi semacam ini mengakibatkan patent bukan merupakan upaya menghalangi masuknya pemain baru (isolating mechanism) yang efektif. Di sisi lain, meskipun semua perusahan pembuat semikonduktor berangkat dari teknologi yang hampir sama, microprocessor memiliki keunikan dan dilindungi oleh undang – undang perlindungan hak cipta intelektual. Hal inilah yang menjadi awal kasus dinamika persaingan antara Intel dan AMD.

Pada umumnya perusahaan – perusahaan Amerika mendominasi bisnis microprocessor dibandingkan dengan perusahaan dari negara lain yang menghasilkan produk serupa, hal ini diduga disebabkan oleh beberapa hal:
a. Teknologi elektronika termasuk semi-conductor, komputer dan Internet diciptakan di USA, oleh sebab itu majoritas standar industri komputer berasal dari Amerika Serikat dari pada negara – negara lain seperti Jepang, dan Eropa;
b. Sebagian besar perusahaan elektronik AS mengalokasikan anggaran yang cukup besar bagi membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan;
c. Adanya pasar domestik yang sangat besar bagi produk – produk elektronika yang di dalamnya menggunakan microprocessor sebagai komponen utamanya;
d. Kelompok industri elektronik dan semi-conductor membentuk cluster industri komputer di Silican Valey;
e. Riset Porter et all (2000) menunjukkan bahwa Jepang sebagai negara produsen elektronik kedua terbesar di dunia cenderung memroduksi perangkat elektronik yang tidak membutuhkan microprocessor berkemampuan unggul, hal ini berakibat pada ketergantungan produsen PC Jepang seperti NEC, Sony, Fujitsu, Toshiba kepada produsen microprocessor Amerika seperti Intel dan AMD.
f. IBM, dan HP-Compaq sebagai lokomotif industri menerapkan strategi outsourcing yang membuka peluang bisnis bagi pemasok komponen komputer seperti Intel, Motorola, Fairchild, dan lain – lain.

Tanpa persaingan yang bebas dan terbuka, inovasi sulit muncul. Konsumen mengalami kerugian karena adanya keterbatasan pilihan, harga yang relatif tinggi, dan pertumbuhan yang lambat. Munculnya AMD dengan kemampuan membuat microprocessor yang setara dengan produk Intel, mendorong terjadinya dinamika persaingan.
Intel berulang kali mengumumkan akan melakukan tuntutan hukum bila ada pihak yang melanggar hak cipta dan paten atas produk microprocessor-nya. Hal ini dibuktikan ketika Intel menuntut AMD dengan tuduhan telah melanggar paten dan hak cipta. Langkah Intel merupakan sinyal yang dimaksudkan untuk mengecilkan hati (discourage) pesaing utamanya untuk tidak coba – coba meniru produknya. Selain menggunakan sinyal untuk mengurungkan niat pesaing, Intel juga membuat komitmen yang dimaksudkan sebagai senjata strategik mengalahkan pesaing.

Jika manajer mampu menjalani komitmen atas strategi tertentu, pesaing akan memerhatikan hal ini ketika menentukan aksi terbaik mereka (Day et all, 1997, halaman 295). Manajer dengan kemampuan melihat ke depan dapat memilih strategi dan sumber daya yang dapat memengaruhi keputusan pesaing. Komitmen dapat dibuat dengan cara tegas maupun lembut berdasarkan pada pengaruhnya terhadap profit yang diperoleh pesaing. Menambah kapasitas produksi yang dapat berdampak pada pengurangan profit pesaing tergolong komitmen tegas (tough), sedangkan membuat perjanjian dengan pelanggan dapat digolongkan sebagai komitmen lunak. Baik komitmen tegas maupun komitmen lunak akan mendatangkan respon yang berbeda dari para pesaing. Komitmen tegas bersifat lebih mengancam dan oleh karenanya dapat pula menimbulkan reaksi agresif dari pesaing, namun demikian komitmen tegas dapat digunakan dengan cara yang dapat menimbulkan respon yang bersifat akomodatif dari pesaing.

Komitmen tegas memiliki dua bentuk, capacity pre-emption dan komitmen kepada merek dan iklan. Dalam industri semikonduktor perusahaan melakukan komitmen tegas dengan membangun terlebih dahulu (sebelum pesaing mengerjakan serupa) fasilitas pabrikasi (fabs) guna meningkatkan kapasitas sehingga terjadi kelebihan kapasitas, yang pada akhirnya memberi sinyal kepada pesaing untuk tidak melakukan hal serupa bila tidak ingin merugi. Strategi ini telah mendukung Intel untuk tetap berada pada posisi dominan pembuat microprocessor. Membangun fabs sebelum pesaing melakukannya memberi Intel peluang untuk mendahului persaingan dan menurunkan profit pesaing.

Dalam kasus dinamika persaingan tertentu, undang – undang antirust dapat digunakan sebagai strategi persaingan yang ampuh. Kasus gugatan antitrust sering berakhir dengan perubahan mendasar: merger dapat dicegah, pabrik didivestasi, pemberian lisensi diamanatkan, dan berbagai upaya penguasaan pasar secara tidak fair digagalkan. Namun demikian pengaruh tidak langsung dari gugatan antitrust juga perlu mendapat perhatian: terjadi ketidak-pastian pada lingkungan bisnis, penangguhan eksekusi strategi, gangguan terhadap citra perusahaan, dan perhatian manajemen menjadi teralihkan. Jika objek penuntutan dimaksudkan untuk mengubah perilaku pasar dari tergugat, keputusan pengadilan diharapkan berpengaruh pada daya tarik dari berbagai opsi strategi yang tersedia bagi penuntut. Dalam kasus persaingan antara AMD versus Intel, AMD harus memutuskan apakah akan meng-copy microcode milik Intel (dari pada menciptakannya sendiri), dan keputusan ini dibuat ketika litigasi atas hak hukum AMD menggunakan microcode tersebut masih berlangsung. Jika AMD meng-copy microcode Intel dan kemudian kalah dalam gugatannya, pengadilan dapat mencegah penjualan microprocessor AMD yang menggunakan microcode tersebut. Dalam kasus seperti ini, strategi kompetisi dan strategi legal bertautan.
Intel merupakan perusahaan yang menggunakan pendekatan opsi (options approach) dalam berbagai strategi aliansi, khususnya dengan perusahaan – perusahaan yang terlibat dalam pengembangan teknologi Internet (Day & Schoemaker, 2000). Intel beranggapan teknologi Internet tertentu memiliki potensi yang tinggi, sebagaimana juga mengandung potensi ancaman karena teknologi Internet tersebut menginjinkan pengguna individual untuk tersambung kepada aplikasi, data dan pemrosesannya melalui perangkat komputer yang relatif sederhana dan murah. Teknologi ini dapat menghancurkan bisnis Intel. Untuk melindungi diri dari resiko semacam ini Intel melakukan investasi lebih dari $500 juta dalam venture capital, memiliki opsi untuk membeli saham – saham perusahaan perusahaan yang terlibat dalam pengembangan teknologi Internet.

4.2. Anomali Oligopoli
Jika kajian dibatasi hanya pada perilaku persaingan antara Intel dan AMD, maka dapat dilihat terdapat anomali dari sifat pasar yang oligopolis. Intel dan AMD tidak memiliki minat untuk membentuk kartel yang berfungsi menguasai pasar secara bersama – sama dengan mengatur harga. Meski dikatakan bahwa model yang tepat untuk menggambarkan persaingan di industri chip microprocessor adalah Bertrand Oligopoli dengan sifat – sifatnya, tetapi dalam kasus Intel versus AMD masih ada parameter yang belum termasuk dalam model Bertrand tersebut. Industri microporcessor mirip industri jasa telekomunikasi, dimana pada level infrastruktur para perusahaan dapat saling bekerja sama, namun di tataran produk akhir masing – masing saling berkompetisi. Intel memberikan lisensi kepada AMD untuk menggunakan teknologinya agar dapat dikembangkan secara rekayasa terbalik (reverse engineering). Demikian juga dengan microcodes yang merupakan firmware dari sebuah microporcessor, Intel sebagai pemain dominan memberikan lisensi kepada AMD untuk menggunakan microcode produk tertentu. Hal ini merupakan wujud kerjasama pada level infrastruktur.

Persaingan sangat terasa dan menonjol terlihat di tataran produk. Masing – masing berupaya agar produknya menjadi pemimpin pasar dan selalu menjadi pemenang. Strategi inovasi yang dilakukan secara terus-menerus dengan dukungan aktivitas riset dan pengembangan menjadikan Intel sebagai pemenang dan AMD menjadi follower. Dalam perkembangannya, persaingan yang sengit menjurus pada perilaku bisnis yang melewati koridor hukum sehingga kedua perusahaan saling berperkara di pengadilan. Suatu kondisi yang relatif jarang terjadi di pasar oligopoli yang cenderung saling bekerja sama pada setiap level bisnis.

4.3. Memenangi Persaingan
Setelah hampir empat dekade kedua perusahaan eksis, masing-masing memiliki keunggulan kompetitif yang berbeda. Intel mengandalkan kecepatan masuk ke pasar (time to market) sebelum AMD atau produk lain sejenis diluncurkan. Strategi ini dapat pula dianggap sebagai sinyal agar para pesaingnya mulai merasa bahwa produknya sudah ketinggalan jaman. Selain itu, meluncurkan produk baru dalam siklus produk yang semakin cepat juga merupakan upaya isolasi untuk menjamin perusahaan tetap memiliki keunggulan kompetitif. Citra sebagai perusahaan yang selalu terdepan dalam menghasilkan produk TI dapat dijaga dengan strategi time to market. Intel meraih keuntungan besar dari strategi ini.

Di sisi lain, Intel sulit mencegah terjadinya imitasi atas produk – produk yang dihasilkannya. Pada umumnya pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari keterbukaan informasi menjadikan teknik membuat microprocessor sudah tidak dapat dikategorikan sebagai tacit knowledge karena semuanya tersusun dalam suatu dokumentasi yang terinci sehingga siapa saja termasuk pesaing dapat memelajarinya. Makin berkembangnya penggunaan Internet sebagai jaringan terbuka memudahkan pihak – pihak yang memiliki kepentingan terhadap industri microprocessor mendapatkan informasi tentang bagaimana membuat microprocessor yang berkualitas, reliable, dan murah.

Dibanding AMD, Intel tergolong first mover, dan oleh karenanya layak memperoleh benefit yang lebih baik dari AMD. Di pihak lain, melalui strategi aliansi dengan banyak produsen komputer, agar makin banyak komputer yang spesifikasi standard-nya menggunakan microprocessor AMD; serta aliansi strategik dengan pembuat teknologi lain seperti Sony untuk menghasilkan processor dengan teknologi CMOS, atau dengan Fujitsu untuk menghasilkan Flash memory, dan penetrasi ke pasar China untuk membangun kerja sama dengan Lenovo, Founder, Thunis, dawning, IBM, HP dan SUN telah berhasil menempatkan AMD pada posisi yang sejajar dengan Intel.

Meski sedang saling tuntut di pengadilan untuk memperkuat posisi persaingan, kedua perusahaan selama lima tahun terakhir selalau meraih keuntungan. Hal ini membuktikan bahwa strategi persaingan yang selalu dikendalikan dengan baik, dapat mengatasi berbagai persoalan yang menghadang laju tumbuhnya perusahaan. Artinya, secara finansial kedua perusahaan tidak ada yang kalah. Dari sisi penguasaan pasar Intel masih lebih dominan dibanding AMD. Hal ini menunjukkan industri microprocessor masih terus tumbuh, walaupun persaingan di dalamnya sangat sengit. Pertumbuhan ini diduga disebabkan oleh kuatnya permintaan terhadap PC, dan dipengaruhi pula oleh inovasi perangkat lunak yang dihasilkan oleh pemain dominan di sektor piranti lunak, yang selalu menerbitkan versi baru sebelum pesaing berhasil menyamainya. Kemajuan teknologi perangkat lunak, pada gilirannya menuntut peningkatan kemampuan dan kapasitas microporcessor. Dengan demikian aliansi strategis antara produsen microprocessor dengan produsen sistem operasi dan piranti lunak lainnya, serta dengan produsen PC menjadi faktor kunci suksesnya bisnis microprocessor.

Dari aspek dukungan industri terkait, Intel memperoleh dukungan dari cluster industri semikonduktor yang berlokasi di wilayah California yang sering disebut Lembah Silicon. Di wilayah ini, beroperasi ratusan bahkan ribuan perusahaan TI yang saling bekerja sama melahirkan karya inovatif. Sebaliknya, AMD memilih strategi yang berbeda. Dengan lokasi pabrik tersebar di berbagai negara, AMD mengharapkan makin mendekati konsumen di samping biaya produksi relatif lebih rendah dibanding bila diproduksi di Amerika.

5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Kebutuhan terhadap microprocessor berkorelasi positif dengan pertumbuhan permintaan terhadap PC. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya microprocessor merupakan mesin utama dari PC. Sementara teknik pembuatan komputer semakin mudah karena dukungan modularisasi, dan hal ini menghilangkan entry barrier bagi pendatang baru untuk memasuki bisnis perakitan komputer, di pihak lain teknologi pembuatan chip microprocessor semakin kompleks, membutuhkan investasi tinggi dan pada akhirnya hanya sedikit pemain yang dapat bertahan. Dengan demikian struktur pasar yang terbentuk merupakan pasar kompetisi sempurna di hilir (produksi PC), dan oligopoli di hulu (produksi microprocessor).

Saling ketergantungan (inter-dependensi) terjadi antara produsen PC dan microprocessor. Hal inilah yang menjadi latar belakang terjadinya strategi aliansi antara Intel di satu pihak dengan para produsen PC di pihak lain. Intel mengawali strategi ini pada tahun 1980 ketika melakukan lock-in dengan IBM mengalahkan Motorola sebagai pesaing terkuatnya pada waktu itu. Strategi ini dimaksudkan untuk memperluas pangsa pasar secepat mungkin. Selain itu, upaya menciptakan standar baru dalam teknologi PC juga diluncurkan Intel untuk menjawab kondisi pasar yang masih terbelah (fragmented). Standar dimaksud adalah arsitektur terbuka (open architecture) di mana PC dapat menggunakan software dan komponen yang dapat dibeli dari berbagai sumber.

Strategi aliansi terus dikembangkan dengan produsen PC lain seperti Compaq, Dell, Acer, Toshiba, dan lain sebagainya. Motto yang digunakan untuk sekaligus menutup peluang masuknya pesaing adalah Intel Inside. Suatu upaya kompetisi monopolistik yang sangat berhasil. Selain dengan produsen PC, Intel juga menjalin kerjasama dengan Microsoft guna membuka peluang bisnis baru.

Menyusul kemenangan dalam membuat standar baru PC, Intel melakukan kampanye pemasaran yang agresif untuk mengalahkan Motorola, pesaing utamanya. Pada periode ini, produk AMD belum dikenal luas dan oleh karenanya belum dianggap sebagai pesaing kuat. Ketika sukses mulai diraih, Intel justru membuat keputusan strategik meninggalkan produksi DRAM dan fokus hanya pada membuat microprocessor. Keputusan ini bukan merupakan arahan strategik dari manajemen senior tetapi merupakan kebulatan tekad para manajer tingkat menengah (Collis & Pisano, 2002).

Keunggulan Intel, didukung pula oleh strategi operasional berupa komitmen untuk melayani semua kebutuhan industri PC. Intel mengubah proses internal dengan mengoperasikan semua fabs secara simultan, dan memanfaatkan kerja sama dengan pemasok dalam suatu industrial cluster. Produktivitas dan efisiensi menjadi sasaran yang berhasil dicapai dengan strategi ini. Pergulatan menghadapi berbagai tantangan membawa Intel berhasil melakukan tranformasi pasar komputer dari vertical alignment yang berbasis teknologi proprietary menjadi horizontal alignment dengan standar terbuka.

Di pihak lain, AMD sebagai pendatang baru perlahan tapi pasti beranjak dari posisi tidak dikenal berubah menjadi pesaing kuat yang diperhitungkan eksistensinya. AMD lebih dikenal sebagai follower dan bahkan sementara pihak mengatakan produk AMD sebagai tiruan (clone) dari produk Intel. Peran AMD dalam evolusi bisnis microprocessor sungguh penting. Selain menjadi alternatif bagi produk Intel, sehingga dominasi Intel menjadi berkurang, AMD juga menjadi contoh keberhasilan dapat diraih dengan keteguhan mewujudkan visi, ketekunan melahirkan inovasi, dan kedisplinan melaksanakan strategi.

5.2. Saran
Studi mengenai dinamika persaingan dalam pasar oligopoli sudah banyak dilakukan. Berbagai strategi untuk memenangkan persaingan dalam persaingan semacam ini juga sudah diajukan bahkan diterapkan. Sebagai bidang bisnis yang baru berumur hampir lima dekade, dinamika persaingan industri microprocessor cukup menarik untuk diamati.Terkait dengan kondisi Indonesia sebagai pengguna komputer, masih banyak peluang riset yang dapat dikembangkan dari topik ini misalnya bagaimana dampak persaingan antara Intel dan AMD terhadap industri PC nasional. Atau adakah industri elektronika (non-kompuer) nasional yang menggunakan microprocessor dari kedua produsen ini, dan bagaimana kinerja industri ini.

Terlepas dari tujuan utama penulisan artikel ini, mudah – mudahan substansi yang berhasil disusun dapat bermanfaat bagi pembaca.