Monday, August 15, 2005

WIMAX: Antara Janji Dan Realita

Akhir April 2005 lalu, penulis berkesempatan mengikuti case study workshop bertajuk Visions for Broadband Wireless: WiMax and 3G yang diselenggarakan oleh US Trade and Development Agency (USTDA) di Bangkok. Workshop ini meruakan salah satu rangkaian acara US-Southeast Asia Telecommuication and ICT Conference. Ada yang menarik dari paparan dalam workshop tersebut yang barangkali dapat menjadi masukan bagi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) atau bagi calon operator WiMax.

Salah satu penyaji mengatakan bahwa Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMax) merupakan teknologi pita-lebar nirkabel (wireless broadband technology) yang menawarkan biaya rendah, bisa dioperasikan pada frekuensi yang dengan atau tanpa izin, dan dirancang untuk melayani koneksi pada area yang luas (Wide-Area Connections). Lebih jauh dikatakan, WiMax juga merupakan cara baru guna memperoleh layanan data kecepatan tinggi bagi pengguna yang memiliki karakteristik menetap (fixed), berpindah (nomadic), dan bergerak (mobile). Tidak hanya itu, dijanjikan pula bahwa WiMax akan mampu menjadi komplemen dari jaringan telekomunikasi kabel dan nirkabel, terutama sebagai jaringan tulang punggung (backhaul) untuk layanan akses data berbasis Wi-Fi, Digital Subscriber Line (DSL), dan menjadi pendamping bagi layanan selular generasi tiga (3G).

Sekilas memang tampak hebat, apalagi bila ditambah dengan kemampuannya mengirim data dengan kecepatan hingga 10 – 50 Mega bit/detik, dengan jaminan Quality of Service (QoS) yang mendekati 100% sehingga dikatakan sangat tepat digunakan untuk layanan VoIP, Internet Gamming, Video Conference, dan Layanan Multimedia Interaktif. Semua kehebatan ini masih ditambah dengan kemampuan untuk transmisi gelombang elektromagnetik yang tidak harus dalam konfigurasi satu garis lurus (non-line-of sight) sebagaimana layaknya persyaratan utama pada transmisi gelombang mikro. Dengan demikian WiMax sangat cocok dipasang di daerah perkotaan yang seringkali terkendala oleh banyaknya gedung pencakar langit.

Dari aspek keamanan, WiMax dikatakan pula memiliki tingkat kehandalan dan keamanan yang tinggi karena didukung oleh sistem pengendalian trafik secara peer to peer, dan data yang dikirim secara otomatis di-enkripsi dengan standar enkripsi yang tergolong susah untuk mengurainya jika tidak mengunakan kode autentikasi yang semestinya. Pendek kata, WiMax dipromosikan sebagai “pendatang baru” yang akan mengubah kemapanan teknologi telekomunikasi yang pernah ada hingga hari ini.

Mendengar paparan yang menjanjikan feature yang sedemikian hebatnya, reaksi yang muncul justru tanda tanya besar, benarkah janji – janji tersebut akan terealisasi dalam bentuk manfaat optimal bagi masyarakat?

Sebagaimana produk teknologi lainnya, apalagi di era yang serba terstandarisasi seperti sekarang ini, munculnya penawaran produk teknologi baru selalu menimbulkan reaksi, baik yang menyambut antusias karena berharap memperoleh sumber rejeki baru, bereaksi dengan kritis agar memperoleh informasi yang seimbang, menolak karena khawatir kemapanannya terganggu, ataupun acuh tak acuh karena tidak merasa punya kepentingan. Pilihan jatuh kepada alternatif kedua, dengan pertimbangan jika keunggulan WiMax memang benar dan keberadaannya dapat mendukung upaya peningkatan teledensity maupun penyebaran sarana akses informasi, maka seyogyanya Pemerintah perlu segera membuat kebijakan yang dapat memfasilitasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi ini.

Ternyata, apa yang dijanjikan belum dapat sepenuhnya dinikmati, ada beberapa persoalan yang masih dibahas di aras internasional, sementara implementasi di negeri ini juga masih menyaratkan diterbitkannya sejumlah kebijakan publik. Bila melihat roadmap pengembangan standar WiMax, semua keunggulan yang dijanjikan sepertinya baru dapat dinikmati pada tahun 2009. Namun demikian sekarang-pun sebenarnya beberapa pihak sudah merasakan features Wimax yang masih terbatas. Persoalan yang mendasari kondisi seperti ini adalah karena standar WiMax untuk layanan fixed (802.16-2004) baru disepakati tahun lalu, sementara untuk standar layanan mobile (802.16e) direncanakan terbit tahun 2008.

Selain persoalan standar, kritik terhadap WiMax terutama mengenai keraguan terhadap janjinya untuk menyediakan solusi yang kompatibel untuk layanan fixed dan mobile. Keraguan ini didasari pada perbedaan lebar data antara Fixed Wimax (256-point OFDM) dan Mobile Wimax (128, 512, 1024, dan 2048-point OFDMA). Demikian pula, janji untuk menyediakan dukungan bagi berbagai layanan telekomunikasi dan komunikasi data masih dipertanyakan mengingat tidak adanya harmonisasi spektrum frekuensi global. Singkat kata, demikian argumen para kritikus, WiMax merupakan produk teknologi yang belum mature, tidak sebagaimana teknologi CDMA, GSM ataupun 3G. Masih banyak kelemahan WiMax yang belum terungkap.

Salah satu realita yang harus dihadapi Indonesia dalam mengadopsi WiMax adalah persoalan alokasi frekuensi dan penetapan siapa yang layak menjadi operatornya. Hari Senin lalu, Direktur Frekuensi dan Orbit Satelit Ditjen Postel menyatakan ada beberapa alternatif pita frekuensi yang dapat dialokasikan untuk layanan WiMax. Persoalannya, di manapun akan ditempatkan, lahan yang tersedia sudah diduduki untuk layanan lain, lebar pita yang tersedia-pun juga terbatas, sementara peminatnya jauh melebihi kapasitas.

Mengenai siapa yang layak menjadi operator WiMax pun menjadi persoalan. Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa lisensi Wimax perlu diberikan kepada UKM penyedia akses informasi. Sementara itu, pengalaman membuktikan banyak pemegang izin yang tidak mampu membangun layanan karena keterbatasan dana sehingga akhirnya berubah menjadi license squaters. Bila ditanya, siapa yang memiiki peluang besar untuk membangun tentu jawabnya yang punya dana, sayangnya pihak terakhir ini bukan dari kalangan UKM. Rupanya kita masih harus bersabar menunggu, hingga janji menjadi nyata.****

3 comments:

  1. Mas, wig
    saya kira teknologi wimax banyak sekali kelemahannya, di indonesia beberapa provider sdh mengelar wimax atau bwa-3 sbg media akses mereka. Dan semua produk2 wimax seperti airspan,alvarion, redline bisa dibilang sangat banyak kelemahannya dibandingkan dgn perangkat perangkat wirelles lain. Apalagi wimax bermain di freq 3.5 Ghz, tidak sedikit loh yg bermain di freq 3,5 Ghz.

    ReplyDelete
  2. BOLEH AKU TAHU APE KELEMAHAN DAN KEBAIKKAN WIMAX????
    SILA SEND KE ALENG77@GMAIL.COM

    HARAP2 DAPAT DIBANTU

    ReplyDelete
  3. iya nih mau tau apa kelemahan wimax dan solusi mengatasi kelemahan itu

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.