Perkenankan saya berbicara sebagai independen citizen (bukan sebagai pengurus MASTEL, atau eksektuif perusahaan telematika) dalam sebuah negara bermartabat (NKRI). Jika Pak Eddy berkenan mengingat, rasanya sudah banyak produk kajian yang membicarakan strategi nasional dibidang ICT. Bappenas pernah membuat NITF, Penggede Bappenas (Pak DA) pernah membuat seminar tentang SIBM (mengharap BLN), juga ada ICT for Poverty Alleviation, lalu ada Inpres 6/2001 dengan sekitar 72 item Action Plans, jauh sebelum itu pernah ada Nusantara 21, beberapa kali TKTI diperpanjang dengan menelorkan berbagai kajian (salah satunya buah tangan Bozz Allen Hamilton, Blue Print E-Govt Nasional), ketika Ibu M berkuasa ada produk (mungkin baru gagasan) Sisfonas; semuanya berakhir sebagai sebuah memory (jadi pajangan di lemari, atau bahan ajar saya ketika mengajar Kebijakan dan Regulasi Telematika Indonesia), semuanya berakhir mengiringi berakhirnya masa tugas pencetus gagasan atau pengorder proyek. Semuanya bernasib sama, tidak ada implementasinya, hanya wacana, karya diskusi penggiat (termasuk saya) yang menghabiskan uang rakyat tanpa ada realisasinya di dunia nyata dan dinikmati masyarakat luas. Entah teman – teman yang pernah terlibat (termasuk Pak Eddy) merasakan hal serupa dengan yang selama ini menganggu benak saya atau tidak.
Sekarang, muncul ide E-Strategy atau E-Indonesia. Apa lagi ini? Ketika saya dihubungi untuk ikut dalam diskusi E-Indonesia, seingat saya, saya tidak hadir, bukan karena berhalangan, tetapi karena sudah bosan dan bahkan sedikit skeptis, jangan – jangan hanya akan mengulang apa yang pernah kita semua lakukan di masa lalu. Mengapa saya menjadi skeptis dan menduga hanya pengulangan semata? Sebentar lagi masuk tahun 2007, besar kemungkinan diskursus e-Indonesia akan terus berlangsung hingga akhir 2007 tanpa ada kesepakatan apa deliverables yang akan diberikan kepada rakyat Indonesia. Mulai masuk 2008, saya menduga agenda pejabat pemerintah sudah mulai mempersiapkan diri menghadapi even pemilu di 2009. artinya konsentrasi energi dan anggaran sudah lebih fokus kepada apa yang akan dihadapi di tahun depan. 2009 praktis tidak mudah mengharapkan pemerintah pay much attention untuk urusan ICT. Walhasil peristiwa lama terulang, semua proses yang sudah dibangun terhenti begitu saja ketika regim berganti. Syukur – syukur Presiden, Menteri, dan eselon satunya masih sama. Lha wong eselon satunya masih sama, tetapi Menterinya berubah, isunya juga berubah.
Singkat kata. Sebagai warga negara saya mendambakan upaya nyata segenap stakeholder ICT Indonesia (dengan Pemerintah sebagai lokomotifnya) untuk segera mewujudkan aksi membangun sarana telematika, bukan hanya membangun wacana saja. Jangan setiap ganti pejabat, maka pejabat baru (atau pejabat lama yang diangkat kembali) me-negasikan produk kebijakan, atau pemikiran – pemikiran yang dihasilkan periode sebelumnya, mulai lagi dari nol, sementara siklus pemerintahan tidak memungkinkan dilakukannya start from scratch. Jangan malu untuk menggerakkan kembali the wheel yang sedang macet, bukan malahan mengadakan the wheel yang baru.
Mohon maaf saya bukan sinis, bukan pula sedang tidak menyukai Pak Eddy atau rekan – rekan 4PT, dan tidak sedang membenci pejabat pemerintah, bukan itu semua. Namun semata ingin melihat terwujudnya karya nyata produk kebijakan di bidang ICT. Di Thailand, Malaysia, Singapore, bahkan Vietnam saya melihat kemajuan kebijakan ICT Nasional dan diimplementasikan. Hal ini saya lihat sendiri baik ketika berkunjung negara – negara tersebut atau melalui event APECTEL Working Group yang terakhir saya ikuti tahun 2003 sejak tahun 1996. Waktu itu, setiap kali sidang APECTEL-WG pasti ada laporan kemajuan dari negara – negara tetangga, lha dari Indonesia, sejak tahun 1998 s.d. 2003 laporannya sama terus.. in progress. Entah sejak 2004 sampai sekarang bagaimana perkembangannya, tetapi saya kita semua tahu jawbanya, bukan?
Terakhir, saya ingin mengajak kita semua mengubah paradigma dalam membangun kebijakan ICT di Indonesia. Kebijakan publik merupakan proses berkelanjutan (continuous processes), keputusan pejabat publik (berupa ketetapan atau regulasi) merupakan produk yang perlu dijaga keberlangsungannya. Membuat sesuatu yang baru dan belum pernah ada (invention) merupakan tindakan terpuji, membuat kebijakan publik baru dengan tidak mengindahkan apa – apa saja kebijakan yang pernah dibuat sebelumnya alih – alih merupakan tindakan terpuji, justru menjadi aksi yang tidak produktif. Oleh karena itu, akan lebih bermanfaat dan bernilai tinggi menjalankan saja yang baik dari yang pernah dibuat, dari pada membuat yang baik – baik tetapi tidak pernah dijalankan.*****
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.