T: Tanya
J; Jawab
T: Krisis sepertinya belum berakhir. Bagaimana outlook bisnis telekomunikasi di Indonesia tahun depan? apakah lebih baik atau lebih terpuruk tahun ini?
J: Anda benar, krisis belum berakhir, bahkan baru dimulai. Secara umum saya memperkirakan bisnis telekomunikasi Indonesia tahun depan tetap ada pertumbuhan walaupun nominalnya rata – rata satu digit alias di bawah 10%. Jika dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya tentu tidak lebih baik, namun di tengah kondisi krisis yang bila tidak diantisipasi dengan cermat dapat membuat perekonomian semakin memburuk, masih meraih pertumbuhan – walau hanya 10% - saya kira masih lebih baik dibandingkan stagnan.
T: Review tahun ini sendiri seperti apa?
J: Sebagaimana kita saksikan bersama, hampir semua operator telekomunikasi masih mampu melakukan ekspansi meningkatkan Network Coverage and Capacity (NCC). Ada yang sudah mencapai hampir 90% dari kewajiban membangun coverage nasional, namun ada juga yang baru di beberapa pulau besar dan padat penduduk saja.
Pertumbuhan pelanggan juga masih mencapai di atas 20%, bahkan ada yang mendekati 100% terutama operator baru. Walau jumlah pelangan dan daerah layanan meningkat, namun tingkat rata – rata pendapatan per pelanggan (ARPU) dan rata – rata margin laba per pelanggan (AMPU) pada umumnya semakin rendah. Hal ini dapat dimengerti karena laju pertumbuhan pelanggan lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan. Artinya, biaya untuk mendapatkan dan melayanai pelanggan sudah mendekati pendapatan yang berasal dari pelanggan. Penyebabnya? Kompetisi.
Kompetisi yang semakin rame dan cenderung brutal mewarnai industri telekomunikasi tahun 2008.
T: Kekurangan apa yang dialami tahun ini, dan sektor mana yang perlu diperbaharui tahun depan? bagaimana dengan perang tarif, apakah operator tidak melewati batas bersaing secara fair?
J: Dari pihak operator, beberapa hal yang perlu diperbaiki antara lain kesantunan dalam aktivitas pemasaran khususnya iklan dan promosi. Praktik pemasaran yang ditunjukkan rekan – rekan operator sepanjang tahun 2008 seolah menunjukkan mereka tidak menghormati tata krama periklanan, bahkan menghormati pelanggan.
Dari aspek operasional, saya melihat menjelang akhir tahun semakin banyak pelangan menerima sms yang dapat digolongkan sebagai SPAM. Saya berpendapat, operator terkesan membiarkan promosi melalui sms ini, yang bagi banyak pelanggan terasa merugikan. Mengapa mereka membiarkan? Tentu karena mereka mendapat pembayaran dari aktivitas pengiriman sms promosi ini. Jadi kenyamanan pelanggan dikorbankan demi untuk menambah revenue.
Sebagaimana saya sampaikan di atas, tahun 2008 adalah tahun perang tarif telekomunikasi Indonesia. Secara bersamaan beberapa operator kehilangan dan sekaligus kelebihan kepercayaan dirinya sehingga dalam menawarkan tarif takut kalah dari operator lain, namun merasa seolah atau tidak mau tahu bahwa penurunan tarif yang tajam, cenderung menjadi boomerang bagi perusahaan dan pada gilirannya bagi pelanggan dan industri.
T: ARPU operator terkena dampak perang tarif serta krisis, bagaimana pertumbuhan telekomunikasi bisa dipacu?
J: Kinerja operator tidak hanya dilihat dari ARPU. Di tengah iklim krisis, pertumbuhan masih dapat dipacu dengan menerapkan survival strategy. Menunda ekspansi, atau jika harus membangun jaringan baru gunakan skala prioritas berdasarkan urgency dan tingkat kekuatan pasar dalam menyerap jasa yang akan ditawarkan, hal ini tercermin dari cepat-lambat atau kecil-besarnya revenue yang dihasilkan segera setelah network di bangundi suatu wilayah. Meningkatkan efisiensi operasional, dengan cara stream lining proses operasi jaringan dan pelayanan pelanggan sehingga mengurangi total biaya operasi. Melakukan inovasi menghasilkan produk – produk baru (konten, bundling services, dll) dengan tujuan meningkatkan utilisasi fasiltas jaringan, sekaligus meningkatkan revenue. Mengakuratkan sistem penagihan (billing systems) dan meningkatkan collectibilitas. Dan last but not least, mengubah strategi pemasaran dari yang semula mengandalkan kepada massive advertising, beralih kepada atau ditambah dengan intensive personalization service kepada pelanggan, guna meingkatkan loyalitas dan jumlah penggunaan layanan telekomunikasi.
Bila sebagian besar operator telekomunikasi melaksanakan strategi tersebut di atas, niscaya secara agregat pertumbuhan telekomunikasi masih dapat dipacu.
T: Dengan jumlah operator yang sangat banyak, apakah operator bisa berekspansi dengan agresif? apakah perlu dibatasi? apakah operator perlu merger untuk menyediakan kualitas layanan terbaik? atau kondisi sekarang justru menguntungkan bagai konsumen?
J: Dalam kondisi krisis, yanag akan kita alami di tahun 2009, strategi ekspansi secara agresif saya kira tidak tepat. Jika ada operator yang tetap melakukan hal tersebut, pada hemat saya hanya ada tiga kemungkinan: manajemennya bodoh, sehingga tidak tahu prioritas utama yang harus dilakukan agar perusahaan tetap eksis; atau perusahaan memiliki likuiditas yang sangat besar, sehingga krisis tidak berpengaruh terhadap rencana investasi; atau manajemen melakukan dengan sengaja untuk kepentingan sendiri (principal – agents problem).
Krisis yang sudah dimulai, pada hemat saya merupakan moment terbaik bagi kalangan industri telekomunikasi Indonesia untuk mulai melakukan konsolidasi pasar. Bagi operator kecil, saya membayangkan mereka melakukan merger dengan operator yang lebih besar atau sesama yang kecil dengan teknologi yang serupa. Bagi operator besar konsolidasi dapat dilakukan dengan mengoptimalkan network, organisasi, dan operasional.
Dalam jangka panjang konsolidasi akan menguntungkan industri termasuk konsumen.
T: Soal Wimax bagaimana supaya layanan ini tidak tumpang tindih dengan 3G?
J: Kekhawatiran bahwa layanan WimAx akan menjadi pengganti (substitusi) terhadap 3G yang sudah terlebih dahulu eksis, saya kira kurang beralasan. Dalam hal tertentu keduanya saling berkompetisi, namun keduanya dapat pula eksis dan saling mendukung (complement).
Jadi saya kira, tinggal bagaimana Pemerintah mengatur alokasi pemanfaatan kedua teknologi tersebut agar manfaat keduanya bagi masyarakat mejadi optimal, yang tercermin dari semakin mudah dan murahnya untuk mendapatkan layanan akses informasi.
T: Selama ini 3G lebih sukses di bidang data, apakah kehadiran Wimax tidak akan menjadi ancaman?
J: Seperti saya kemukakan di atas , bagi operator 3G, Wimax dapat diperlakukan sekaligus sebagai kompetitor dan mitra. Jadi, Wimax akan menjadi ancaman 3G bila operator yang bersangkutan tidak mampu membangun kerja sama dengan operator layanan telekomunikasi berbasis Wimax. Demikian juga sebaliknya, Operator Wimax perlu menjalin kerja sama erat dengan operator 3G.
T: Apakah Wimax ini benar-benar bisa memperluas akses internet secara besar?
J: Sebagai produk teknologi Wimax itu netral. Sama netralnya dengan teknologi lain seperti CDMA, GSM, 3G. Banyak aspek yang perlu diperhatikan dan disediakan agar teknologi telekomunikasi (termasuk Wimax) mampu memberi kekuatan sebagai sarana akses internet secara besar. Tidak hanya aspek teknis, namun juga aspek regulasi, pendanaan, sdm, dan kesiapan perangkat penerima serta pelanggan dan calon pelanggan.
T: Soal tarif Wimax,apakah nanti bisa ditekan dengan melihat investasinya lebih rendah dibanding penyediaan akses internet yang lain?
J: Karena belum ada satupun perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia yang sudah diberi lisensi untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi berbasis Wimax, saya belum bisa memproyeksikan apakah nantinya tarif wimax lebih murah sama atau lebih mahal dari penyediaan akses internet yang lain.
Secara normatif, sebagai pendatang baru, strategi terbaik bagi operator wimax termasuk menawarkan jasa dengan harga yang lebih menarik dari jasa lain yang sudah terlebih dahulu eksis.*****
Bermanfaat Bagi Manusia Lain Tidak Harus Memberi Dalam Bentuk Barang, Tetapi Dapat Memberi Dalam Wujud Ilmu Pengetahuan Yang Berguna Positif. Bermanfaat Itu Memberi Apa Yang Dibutuhkan, Bukan Apa Yang Diinginkan. Semoga Kumpulan Tulisan Ini Dapat Memenuhi Mereka Yang Membutuhkan. Illahi Anta Maqsudi Wa Ridhoka Matlubi. Ya Allah, Semua Yang Saya Kerjakan Tiada Lain Hanya Untuk Mendapat RidhoMu.
Thursday, December 25, 2008
Saturday, November 29, 2008
Cerita Tentang Pelayanan Operator Selular Kepada Pelanggan
Kawan saya - initial DR - pelanggan prepaid operator selular dirugikan oleh operator selular tersebut. ceritanya, seseorang (initiatl AR) yang berdomisili di kota Jom di Jatim sana, mengaku kehilangan HP berserta sim card-nya. adapun nomor yang dilaporkan hilang oleh AR tersebut adalah nomor milik DR yang masih aktif. setelah menerima laporan kehilangan dari AR, tanpa melakukan check and recheck petugas pelayanan pelanggan berinitial PR langsung memproses dan menerbitkan SIM card baru dan diberikan kepada AR. secara otomatis sim card nomor asli tersebut yang masih dipegang oleh DR menjadi tidak aktif. DR tidak segera menyadari bahwa salah satu nomornya telah digunakan oleh AR (yang tidak dikenalnya). DR mulai sadar bahwa ada yang tidak beres ketika di nomor telepon lainnya ia menerima komplain dari teman - temannya yang menerima pesan tidak enak dari nomor telepon (yang sekarang dikuasai oleh AR). setelah nomor cantiknya tersebut digunakan untuk membuat panggilan ternyata sudah tidak bisa untuk memanggil. kemudan ia mencoba memanggil nomor tersebut ternyata yang terima sudah orang lain.
DR mulai gusar, pasti ada yang tidak beres, gumamnya. Dalam hati dia bertanya, kenapa nomor saya jadi mati? Padahal nomor prepaid tersebut di-register atas namanya, dan masih valid karena selalu di-top-up. DR bingung apakah mesti lapor ke polisi atau ke operator yang bersangkutan. Akhirnya ia putuskan mendatangi gerai tersebut di kantor pusatnya. Dan akhirnya didapat informasi bahwa seseorang (AR) yang mengaku sebagai pemilik nomor (milik DR) telah melaporkan kehilangan, dan atas laporan tersebut, petugas (PR) menerbitkan sim card pengganti. Atas terbitnya sim card tersebut, sim card asli milik DR langsung off, dan sim card baru digunakan oleh AR untuk keperluannya yang merugikan DR secara material maupun moral.
Penjelasan kronologis diberikan secara tertulis oleh pejabat yang mewakili operator tersebut, dan dalam surat itu operator menyatakan dirinya bersalah serta minta maaf, ya hanya pernyataan maaf saja yang diterima oleh DR, dengan sedikit hadiah hiburan – menurut DR – ditawari jadi pelanggan eksekutif. Saya tidak jelas apakah DR sudah minta ganti rugi material dan immaterial, yang pasti nomor cantik tersebut sekarang sudah kembali menjadi miliknya. Kepada saya dia hanya menyampaikan penyesalan mengapa peristiwa itu (penggunaan nomor teleponnya oleh orang lain karena kelalaian petugas operator) terjadi sampai dua minggu. DR menanyakan apakah operator selular tidak punya SOP pelayanan pelanggan? Mengapa hanya selembar surat maaf saja, kenapa bukan pernyataan maaf secara pribadi dari pimpinan perusahaan. Secara bergurau saya berujar kepadanya “emang elo siapa?" DR menjawab dengan bercanda juga “ya emang saya rakyat biasa, tetapi kalau semakin banyak rakyat seperti saya dicederai (karena layanan buruk) jangankan cuma operator telepon, Pak Harto dulu saja tumbang” mendengar jawaban DR, saya jadi ingat bagaimana kelakuannya dulu tahun 1998 ketika dia (saat itu kami tercatat sebagai mahasiswa pasca sarjana) ikut merancang pendudukan gedung DPR/MPR. saya juga ingat bagaimana setelah tahun - tahun itu dia begitu dekat dengan sosok yang sekarang menjadi pemimpin negeri ini. Gawat nich, begitu pikir saya.
DR mulai gusar, pasti ada yang tidak beres, gumamnya. Dalam hati dia bertanya, kenapa nomor saya jadi mati? Padahal nomor prepaid tersebut di-register atas namanya, dan masih valid karena selalu di-top-up. DR bingung apakah mesti lapor ke polisi atau ke operator yang bersangkutan. Akhirnya ia putuskan mendatangi gerai tersebut di kantor pusatnya. Dan akhirnya didapat informasi bahwa seseorang (AR) yang mengaku sebagai pemilik nomor (milik DR) telah melaporkan kehilangan, dan atas laporan tersebut, petugas (PR) menerbitkan sim card pengganti. Atas terbitnya sim card tersebut, sim card asli milik DR langsung off, dan sim card baru digunakan oleh AR untuk keperluannya yang merugikan DR secara material maupun moral.
Penjelasan kronologis diberikan secara tertulis oleh pejabat yang mewakili operator tersebut, dan dalam surat itu operator menyatakan dirinya bersalah serta minta maaf, ya hanya pernyataan maaf saja yang diterima oleh DR, dengan sedikit hadiah hiburan – menurut DR – ditawari jadi pelanggan eksekutif. Saya tidak jelas apakah DR sudah minta ganti rugi material dan immaterial, yang pasti nomor cantik tersebut sekarang sudah kembali menjadi miliknya. Kepada saya dia hanya menyampaikan penyesalan mengapa peristiwa itu (penggunaan nomor teleponnya oleh orang lain karena kelalaian petugas operator) terjadi sampai dua minggu. DR menanyakan apakah operator selular tidak punya SOP pelayanan pelanggan? Mengapa hanya selembar surat maaf saja, kenapa bukan pernyataan maaf secara pribadi dari pimpinan perusahaan. Secara bergurau saya berujar kepadanya “emang elo siapa?" DR menjawab dengan bercanda juga “ya emang saya rakyat biasa, tetapi kalau semakin banyak rakyat seperti saya dicederai (karena layanan buruk) jangankan cuma operator telepon, Pak Harto dulu saja tumbang” mendengar jawaban DR, saya jadi ingat bagaimana kelakuannya dulu tahun 1998 ketika dia (saat itu kami tercatat sebagai mahasiswa pasca sarjana) ikut merancang pendudukan gedung DPR/MPR. saya juga ingat bagaimana setelah tahun - tahun itu dia begitu dekat dengan sosok yang sekarang menjadi pemimpin negeri ini. Gawat nich, begitu pikir saya.
Mengalahkan Cyberpornography Dengan Teknologi?
Seorang yang sangat saya hormati dan kagumi melayangkan pertanyaan di sebuah milist "bagaimana mencegah cyber pornography bukan dengan undang - undang antipornografi, melainkan dengan teknologi." pertanyaan menarik dan oleh karenanya layak untuk dijadikan bahan diskusi.
gampang - gampang susah menjawab pertanyaan ini. ibarat silat, ada banyak jurus untuk berkelahi. namun masih di seputar silat, ada semboyan, di atas langit ada langit yang lain, di atas awan ada banyak awan-awan lain. jika diringkas, melawan teknologi dengan teknologi, tidak akan ada akhir, tiada kemenangan permanen bagi teknologi yang saling bertarung, yang terus menerus eksis justru pertarungan teknologi itu sendiri. sama abadi seperti perubahan, yang sifatnya sementara hanya kondisi yang ingin diubah belaka.
syamsul anwar harahap, dulu sewaktu masih gagah menjadi petinju berhasil menjadi juara di asian games. ketika sudah menjadi komentator tanding tinju, ada satu pernyataan yang mudah - mudahan selalu melekat di memory. syamsul berkata, jika lawan memiliki pukulan andalan jab, maka kalahkan dia dengan pukulan jab yang sama kuatnya dengan lawan. jika lawan kuat di pukulan hook kanan, serang dia dengan hook kanan juga. apa yang saya dapat dari pelajaran tinju ini? untuk melawan suatu kekuatan di arena pertempuran gunakan kekuatan yang sama.
ide syamsul mungkin manjur di ring tinju, namun bila diterapkan di meja negosiasi, statistik menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah bila negosiator menggunakan kekerasan untuk mengalahkan kekerasan, teror dibalas teror. pertanyaannya, pada aras meja runding, taktik apa yang sebaiknya dilakukan? film bertajuk "negotiator" memeragakan bagaimana berunding untuk mengalahkan kekerasan. ada dengan cara mengulur waktu (buying time), mencari tahu kelemahan lawan, dialog dan lain sebagainya.
kembali ke pertanyaan bagaimana mematikan cyberpornography dengan teknologi? mohon maaf, pertanyaan semacam ini, mirip sebuah cerita dosen saya di LKY-SPP-NUS tentang pertanyaan dari mahasiswanya, ketika masih mengajar di Kenedy School of Government (KSG), Harvard University. John, sebutlah nama dosen itu, ketika sedang mengajar international politics ditanya seorang mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari sebuah negara di asia timur, pertanyaannya "apa yang akan terjadi bila Amerika Serikat menjadi negara Komunis?" John terdiam sejenak, sama sekali tidak pernah menyangka akan ada pertanyaan seperti itu. lalu - begitu ceritanya - dia menjawab, "saya tidak bisa percaya ada pertanyaan semacam itu, seharusnya Anda sudah tahu bahwa Amerika Serikat tidak pernah akan menjadi negara komunis".
mengapa pertanyaan mematikan cyberpornography dengan teknologi mirip dengan pertanyaan rekan mahasiswa dari asia timur di atas? mari kita menukik agak lebih dalam, cyberpornography adalah produk dari teknologi informasi dan komunikasi (ICT), sama seperti ketika ICT digunakan untuk JARDIKNAS, e-learning, e-business, e-commerce, dan e-e lainnya. ketika teknologi cyber (baca: Internet) belum muncul atau belum digunakan secara massive seperti sekarang ini, mari kita tengok ke belakang, apakah pornography belum ada? apakah belajar (learning) belum menjadi kebiasaan manusia? apakah berbisnis belum dilakukan? jawaban dari rentetan pertanyaan tersebut kita tahu, SUDAH ADA.
artinya? kegiatan terkait sexualitas yang kemudian dipublikasikan melalui media komunikasi (cetak dan elektronik) dan lalu disebut pornography, sama tuanya dengan usia manusia, atau kalau mau agak mudaan sedikit, sama mudanya dengan kemampuan manusia menulis, menggambar di atas media cetak. distribusi pornography di masa lalu beredar melalui majalah, stensilan, film, kaset yang semuanya bergerak dari pembuat, penerbit menggunakan sarana transportasi konvensional seperti sepeda motor, bus, truk, kapal, pesawat terbang dan roket. secepat apapun sarana transportasinya, masih tetap ada kendala dimensi ruang dan waktu yang berbeda signifikan antara pembuatan, pengiriman dan penikmatan.
nah pornography menemukan sarana super mega kuat, jantan dan lembut sekaligus berpadu, sehingga dampaknya begitu dahsyat bagi umat manusia, ketika ia (pornography) ikut membeli tiket dan menjadi penumpang legal teknologi Internet. namanya-pun berevolusi menjadi cyberpornography. mari kita kunyah pelan - pelan pengetahuan ini, porno + graphics + Internet (cyber) jadilah cyberpornography. okai?
internet itu teknologi, jadi kalau mau pakai teorinya syamsul anwar harahap, mari kita anggap kekuatan utama cyberpornography adalah cyber (bukankah tanpa Internet, pornography akan kembali ke masa dua dekade lalu?) kalau mau mengalahkannya berarti musuhi saja internet-nya!!! bagaimana caranya secara teknologi? bisa aksesnya dibuat lambat, atau diblokir, atau situs porno di-deface, atau masih banyak cara? apakah cara ini akan memberi hasil? jawaban di atas sudah diberikan, di atas langit ada langit lain. hari ini situs porno dikalahkan, besok pemiliknya membuat lagi yang lain dengan teknologi yang lebih canggih, demikian seterusnya. sampai kapan?
barangkali karena tidak suka dengan uu antipornografi, atau kurang paham substansinya, atau entah bercanda entah serius, beliau menyatakan mencegah cyberpornogaphy jelas bukan dengan uu antipornografi. sebagai murid saya menghormati pendapat beliau, namun sebagai akademisi, aktivis sosial di bidang ICT yang mencintai generasi masa depan, bolehlah jika saya melihat sisi lain dari memerangi cyberpornography ini. argument saya seperti di atas, memerangi teknologi dengan teknologi (sejenis) dalam jangka panjang hanyalah merupakan kesia-siaan saja, kecuali jika yang boleh menggunakan teknologi (internet) hanya kita saja.
karena manusia itu rasional, maka jika sudah tahu akan sia - sia belaka memerangi teknologi dengan teknologi, akankah kita tetap berkutat disitu? irasionalitas menjawabnya dengan jawaban singkat YA, yang rasional, segera beranjak pergi dan mencari alternatif lain. para pendiri bangsa ini telah memberi pelajaran berharga ketika memperjuangkan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. menyadari jika berperang terus - menerus akan kalah senjata dengan penjajah dan sekutu, maka para diplomat segera menggelar rundingan. sejarah mencatat ada Konferensi Meja Bundar (KMB) di atas kapal Renville (?), kemudian ada perundingan Linggarjati, dan "kasak - kusuk" diplomat Indonesia di kantor pusat PBB di New York. apa yang disorongkan oleh para perunding? tiada lain kesepakatan - kesepakatan yang setelah diformalkan berubah menjadi hukum bagi para pihak. bagaimana agar usulan kesepakatan dari domba (negeri lemah) bisa diterima harimau (negeri kuat)? jawabnya, dibalik lemah - lembut dan kalimat - kalimat santun di dalamnya mengandung ketegasan, kekuatan dan kedaulatan.
jadi senjata ampuh untuk memerangi cyberpornography, menurut saya bukan teknologi apapun, karena melawan teknologi berarti menolak hakekat manfaat teknologi itu sendiri. jadi apa senjata ampuhnya? para pendakwah agama mengingatkan pentingnya IMAN dan TAQWA; guru suci mengulang-ulang penting dan kuatnya BERBUDI LUHUR, SOPAN SANTUN, TATA KRAMA; penganjur harmoni sosial masyarakat mengajarkan RESPECT (menghormati diri sendiri, dan orang lain) , RELATIONSHIP (menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan antar manusia) RESILIENT (memperkuat pertahanan diri dari hal- hal negatif yang dapat merusak kualitas kehidupan pribadi dan lingkungannya), dan RESCUE (menyelamatkan mereka yang sudah telanjur bermasalah); ahli ekonomi menginstruksikan HEMAT-CERMAT (belanja untuk hal - hal yang produktif, banyak pihak mengatakan penayangan cyberpornograhy mendorong konsumsi mubasir bahkan haram, tidak produktif); dan last but not least, para pendekar hukum mengacungkan pedang keadilan sembari berteriak TEGAKKAN HUKUM.
bicara TEGAKKAN HUKUM, tentu tidak hanya uu antipornografi yang akan digunakan sebagai jurus andalan, ada dan perlu perkuatan dari UU lain seperti UU Pidana, UU Perdata, UU HAKI, UU ITE, UU PENYIARAN, UU PERS dan UU Hukum Acara Pidana. Di luar semua produk hukum tersebut, masih diperlukan kekuatan penegakan hukum oleh para penegak yang fasih ber-ICT, karena mereka (para penegak hukum) memiliki laboratorium dan peralatan investigasi guna menangkap dan menghukum para produsen cyberpornography yang bertindak melawan hukum.
jadi, ketika ada teknologi mengalahkan teknologi itu hal yang lumrah, dan memang begitulah kehidupan teknologi, yang memang disengaja oleh para pembuatnya agar industri dan ekonomi terus bergerak. persoalannya, kita bukan pembuat teknologi (untuk ukuran sukses skala dunia), sebagan besar dari kita hanya sebagai penguna, yang menyaksikan bagaimana teknologi silih berganti. masih ingat ketika transistor mengalahkan tabung hampa? atau ketika tv hitam putih harus rela masuk gudang ketika tempat duduknya diganti oleh tv berwarna? demikan seterusnya, tv warna crt digantikan oleh projection tv atau flat screen, kemudian flat screen dikalahkan lagi oleh LCD. atau masih kuatkah memory kita memutar kembali film riwayat storage devices? dulu, di tahun 1981-82 untuk mengangkat hard disk kapasitas 40 MB, saya harus minta tolong tiga orang lainnnya, karena demikian besar ukuran hard disk yang menempel di komputer merek Kinzle buatan Jerman, sekarang har disk dengan kapasitas 40GB (1000 kalinya) sedemikian ringan dan bisa masuk ke saku baju. cerita teknologi mengalahkan teknologi masih banyak lagi. jika kita perhatikan, dari cerita tv yang selalu eksis televisinya, dari cerita hard disk, yang ada terus hard disknya. nah jadi selama Internet masih ada, maka cyberpornography masih tetap akan ada, yang berubah hanya modelnya, bahasa pemrogramannya, cara melanggannya dan lain sebagainya.
di atas dikatakan selama internet masih ada cyberpornography akan tetap ada. lalu untuk apa IMAN dan TAQWA, serta serangkaian pesan dari guru suci, penganjur harmoni sosial, ekonomi dan pendekar hukum? jawabnya tiada lain, untuk memutus rantai bisnis cyberpornography. idenya sederhana. setiap sore menjelang malam, di depan rumah saya selalu ada penjaja mi dan nasi goreng berjalan sambil memukul wajan, memanggil penghuni komplek untuk membeli. si mang nasgor, tidak pernah menjual kepada kami, meski hampir setiap sore selalu berhenti beberapa menit persis di depan rumah. kenapa demikian? apakah saya tidak suka mie goreng? apakah saya benci nasgor? saya suka keduanya, tetapi yang dibuat di rumah, yang saya tahu bumbunya tidak pakai vetsin, nasinya nasi sehat, wajannya bersih, air yang buat nyuci juga bersih.
kalau diri kita kuat, karena memiliki karakter sebagaimana dianjurkan di atas, maka betapa gencar dan dahsyatnya industri cyberporno menawarkan jasa, TIDAK AKAN kita tengok, jelajahi, selancari, bahkan langgani. pada titik itulah, keseimbangan pasar cyberporno menjadi goyah dan akhirnya tutup dengan sendirinya. Jika di benak kita cyberporno itu ada, maka tangan dan mata kita akan tergoda untuk mencarinya, namun kalau otak dan kesadaran kita dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki keyakinan bahwa cyberporno itu tidak ada, maka tidak perlu bagi kelompok ini, untuk mencari-cari. persis seperti keyakinan akan eksistensi TUHAN, yang percaya bahwa TUHAN itu eksis, PASTI akan berusaha mencari dan mendekatiNYA, sebaliknya bagi yang tidak percaya (bahwa TUHAN itu eksis) sia - sia dan rugi baginya untuk mencari eksistensi TUHAN.
Wallahu Alam.
gampang - gampang susah menjawab pertanyaan ini. ibarat silat, ada banyak jurus untuk berkelahi. namun masih di seputar silat, ada semboyan, di atas langit ada langit yang lain, di atas awan ada banyak awan-awan lain. jika diringkas, melawan teknologi dengan teknologi, tidak akan ada akhir, tiada kemenangan permanen bagi teknologi yang saling bertarung, yang terus menerus eksis justru pertarungan teknologi itu sendiri. sama abadi seperti perubahan, yang sifatnya sementara hanya kondisi yang ingin diubah belaka.
syamsul anwar harahap, dulu sewaktu masih gagah menjadi petinju berhasil menjadi juara di asian games. ketika sudah menjadi komentator tanding tinju, ada satu pernyataan yang mudah - mudahan selalu melekat di memory. syamsul berkata, jika lawan memiliki pukulan andalan jab, maka kalahkan dia dengan pukulan jab yang sama kuatnya dengan lawan. jika lawan kuat di pukulan hook kanan, serang dia dengan hook kanan juga. apa yang saya dapat dari pelajaran tinju ini? untuk melawan suatu kekuatan di arena pertempuran gunakan kekuatan yang sama.
ide syamsul mungkin manjur di ring tinju, namun bila diterapkan di meja negosiasi, statistik menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah bila negosiator menggunakan kekerasan untuk mengalahkan kekerasan, teror dibalas teror. pertanyaannya, pada aras meja runding, taktik apa yang sebaiknya dilakukan? film bertajuk "negotiator" memeragakan bagaimana berunding untuk mengalahkan kekerasan. ada dengan cara mengulur waktu (buying time), mencari tahu kelemahan lawan, dialog dan lain sebagainya.
kembali ke pertanyaan bagaimana mematikan cyberpornography dengan teknologi? mohon maaf, pertanyaan semacam ini, mirip sebuah cerita dosen saya di LKY-SPP-NUS tentang pertanyaan dari mahasiswanya, ketika masih mengajar di Kenedy School of Government (KSG), Harvard University. John, sebutlah nama dosen itu, ketika sedang mengajar international politics ditanya seorang mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari sebuah negara di asia timur, pertanyaannya "apa yang akan terjadi bila Amerika Serikat menjadi negara Komunis?" John terdiam sejenak, sama sekali tidak pernah menyangka akan ada pertanyaan seperti itu. lalu - begitu ceritanya - dia menjawab, "saya tidak bisa percaya ada pertanyaan semacam itu, seharusnya Anda sudah tahu bahwa Amerika Serikat tidak pernah akan menjadi negara komunis".
mengapa pertanyaan mematikan cyberpornography dengan teknologi mirip dengan pertanyaan rekan mahasiswa dari asia timur di atas? mari kita menukik agak lebih dalam, cyberpornography adalah produk dari teknologi informasi dan komunikasi (ICT), sama seperti ketika ICT digunakan untuk JARDIKNAS, e-learning, e-business, e-commerce, dan e-e lainnya. ketika teknologi cyber (baca: Internet) belum muncul atau belum digunakan secara massive seperti sekarang ini, mari kita tengok ke belakang, apakah pornography belum ada? apakah belajar (learning) belum menjadi kebiasaan manusia? apakah berbisnis belum dilakukan? jawaban dari rentetan pertanyaan tersebut kita tahu, SUDAH ADA.
artinya? kegiatan terkait sexualitas yang kemudian dipublikasikan melalui media komunikasi (cetak dan elektronik) dan lalu disebut pornography, sama tuanya dengan usia manusia, atau kalau mau agak mudaan sedikit, sama mudanya dengan kemampuan manusia menulis, menggambar di atas media cetak. distribusi pornography di masa lalu beredar melalui majalah, stensilan, film, kaset yang semuanya bergerak dari pembuat, penerbit menggunakan sarana transportasi konvensional seperti sepeda motor, bus, truk, kapal, pesawat terbang dan roket. secepat apapun sarana transportasinya, masih tetap ada kendala dimensi ruang dan waktu yang berbeda signifikan antara pembuatan, pengiriman dan penikmatan.
nah pornography menemukan sarana super mega kuat, jantan dan lembut sekaligus berpadu, sehingga dampaknya begitu dahsyat bagi umat manusia, ketika ia (pornography) ikut membeli tiket dan menjadi penumpang legal teknologi Internet. namanya-pun berevolusi menjadi cyberpornography. mari kita kunyah pelan - pelan pengetahuan ini, porno + graphics + Internet (cyber) jadilah cyberpornography. okai?
internet itu teknologi, jadi kalau mau pakai teorinya syamsul anwar harahap, mari kita anggap kekuatan utama cyberpornography adalah cyber (bukankah tanpa Internet, pornography akan kembali ke masa dua dekade lalu?) kalau mau mengalahkannya berarti musuhi saja internet-nya!!! bagaimana caranya secara teknologi? bisa aksesnya dibuat lambat, atau diblokir, atau situs porno di-deface, atau masih banyak cara? apakah cara ini akan memberi hasil? jawaban di atas sudah diberikan, di atas langit ada langit lain. hari ini situs porno dikalahkan, besok pemiliknya membuat lagi yang lain dengan teknologi yang lebih canggih, demikian seterusnya. sampai kapan?
barangkali karena tidak suka dengan uu antipornografi, atau kurang paham substansinya, atau entah bercanda entah serius, beliau menyatakan mencegah cyberpornogaphy jelas bukan dengan uu antipornografi. sebagai murid saya menghormati pendapat beliau, namun sebagai akademisi, aktivis sosial di bidang ICT yang mencintai generasi masa depan, bolehlah jika saya melihat sisi lain dari memerangi cyberpornography ini. argument saya seperti di atas, memerangi teknologi dengan teknologi (sejenis) dalam jangka panjang hanyalah merupakan kesia-siaan saja, kecuali jika yang boleh menggunakan teknologi (internet) hanya kita saja.
karena manusia itu rasional, maka jika sudah tahu akan sia - sia belaka memerangi teknologi dengan teknologi, akankah kita tetap berkutat disitu? irasionalitas menjawabnya dengan jawaban singkat YA, yang rasional, segera beranjak pergi dan mencari alternatif lain. para pendiri bangsa ini telah memberi pelajaran berharga ketika memperjuangkan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. menyadari jika berperang terus - menerus akan kalah senjata dengan penjajah dan sekutu, maka para diplomat segera menggelar rundingan. sejarah mencatat ada Konferensi Meja Bundar (KMB) di atas kapal Renville (?), kemudian ada perundingan Linggarjati, dan "kasak - kusuk" diplomat Indonesia di kantor pusat PBB di New York. apa yang disorongkan oleh para perunding? tiada lain kesepakatan - kesepakatan yang setelah diformalkan berubah menjadi hukum bagi para pihak. bagaimana agar usulan kesepakatan dari domba (negeri lemah) bisa diterima harimau (negeri kuat)? jawabnya, dibalik lemah - lembut dan kalimat - kalimat santun di dalamnya mengandung ketegasan, kekuatan dan kedaulatan.
jadi senjata ampuh untuk memerangi cyberpornography, menurut saya bukan teknologi apapun, karena melawan teknologi berarti menolak hakekat manfaat teknologi itu sendiri. jadi apa senjata ampuhnya? para pendakwah agama mengingatkan pentingnya IMAN dan TAQWA; guru suci mengulang-ulang penting dan kuatnya BERBUDI LUHUR, SOPAN SANTUN, TATA KRAMA; penganjur harmoni sosial masyarakat mengajarkan RESPECT (menghormati diri sendiri, dan orang lain) , RELATIONSHIP (menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan antar manusia) RESILIENT (memperkuat pertahanan diri dari hal- hal negatif yang dapat merusak kualitas kehidupan pribadi dan lingkungannya), dan RESCUE (menyelamatkan mereka yang sudah telanjur bermasalah); ahli ekonomi menginstruksikan HEMAT-CERMAT (belanja untuk hal - hal yang produktif, banyak pihak mengatakan penayangan cyberpornograhy mendorong konsumsi mubasir bahkan haram, tidak produktif); dan last but not least, para pendekar hukum mengacungkan pedang keadilan sembari berteriak TEGAKKAN HUKUM.
bicara TEGAKKAN HUKUM, tentu tidak hanya uu antipornografi yang akan digunakan sebagai jurus andalan, ada dan perlu perkuatan dari UU lain seperti UU Pidana, UU Perdata, UU HAKI, UU ITE, UU PENYIARAN, UU PERS dan UU Hukum Acara Pidana. Di luar semua produk hukum tersebut, masih diperlukan kekuatan penegakan hukum oleh para penegak yang fasih ber-ICT, karena mereka (para penegak hukum) memiliki laboratorium dan peralatan investigasi guna menangkap dan menghukum para produsen cyberpornography yang bertindak melawan hukum.
jadi, ketika ada teknologi mengalahkan teknologi itu hal yang lumrah, dan memang begitulah kehidupan teknologi, yang memang disengaja oleh para pembuatnya agar industri dan ekonomi terus bergerak. persoalannya, kita bukan pembuat teknologi (untuk ukuran sukses skala dunia), sebagan besar dari kita hanya sebagai penguna, yang menyaksikan bagaimana teknologi silih berganti. masih ingat ketika transistor mengalahkan tabung hampa? atau ketika tv hitam putih harus rela masuk gudang ketika tempat duduknya diganti oleh tv berwarna? demikan seterusnya, tv warna crt digantikan oleh projection tv atau flat screen, kemudian flat screen dikalahkan lagi oleh LCD. atau masih kuatkah memory kita memutar kembali film riwayat storage devices? dulu, di tahun 1981-82 untuk mengangkat hard disk kapasitas 40 MB, saya harus minta tolong tiga orang lainnnya, karena demikian besar ukuran hard disk yang menempel di komputer merek Kinzle buatan Jerman, sekarang har disk dengan kapasitas 40GB (1000 kalinya) sedemikian ringan dan bisa masuk ke saku baju. cerita teknologi mengalahkan teknologi masih banyak lagi. jika kita perhatikan, dari cerita tv yang selalu eksis televisinya, dari cerita hard disk, yang ada terus hard disknya. nah jadi selama Internet masih ada, maka cyberpornography masih tetap akan ada, yang berubah hanya modelnya, bahasa pemrogramannya, cara melanggannya dan lain sebagainya.
di atas dikatakan selama internet masih ada cyberpornography akan tetap ada. lalu untuk apa IMAN dan TAQWA, serta serangkaian pesan dari guru suci, penganjur harmoni sosial, ekonomi dan pendekar hukum? jawabnya tiada lain, untuk memutus rantai bisnis cyberpornography. idenya sederhana. setiap sore menjelang malam, di depan rumah saya selalu ada penjaja mi dan nasi goreng berjalan sambil memukul wajan, memanggil penghuni komplek untuk membeli. si mang nasgor, tidak pernah menjual kepada kami, meski hampir setiap sore selalu berhenti beberapa menit persis di depan rumah. kenapa demikian? apakah saya tidak suka mie goreng? apakah saya benci nasgor? saya suka keduanya, tetapi yang dibuat di rumah, yang saya tahu bumbunya tidak pakai vetsin, nasinya nasi sehat, wajannya bersih, air yang buat nyuci juga bersih.
kalau diri kita kuat, karena memiliki karakter sebagaimana dianjurkan di atas, maka betapa gencar dan dahsyatnya industri cyberporno menawarkan jasa, TIDAK AKAN kita tengok, jelajahi, selancari, bahkan langgani. pada titik itulah, keseimbangan pasar cyberporno menjadi goyah dan akhirnya tutup dengan sendirinya. Jika di benak kita cyberporno itu ada, maka tangan dan mata kita akan tergoda untuk mencarinya, namun kalau otak dan kesadaran kita dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki keyakinan bahwa cyberporno itu tidak ada, maka tidak perlu bagi kelompok ini, untuk mencari-cari. persis seperti keyakinan akan eksistensi TUHAN, yang percaya bahwa TUHAN itu eksis, PASTI akan berusaha mencari dan mendekatiNYA, sebaliknya bagi yang tidak percaya (bahwa TUHAN itu eksis) sia - sia dan rugi baginya untuk mencari eksistensi TUHAN.
Wallahu Alam.
Saturday, November 22, 2008
Wawancara Wartawan: Perspektif Telekomunikasi Untuk Tahun 2009
IB: Bagaimana prospek industri telekomunikasi pada 2009? Apakah lebih baik pertumbuhannya jika dibandingkan dengan 2008?
Jika hanya mengacu pada perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini; sebagaimana kita ketahui industri moneter sedang berguncang, berbagai bank investasi tumbang, pasar saham mengalami penurunan indek, nilai tukar mata uang rupiah mulai menurun tajam; bagi beberapa orang mungkin pesimis terhadap prospek industri telekomunikasi di tahun 2009 atau tahun – tahun mendatang. Karena ada hubungan antara sektor keuangan dan investasi dengan sektor riil termasuk telekomunikasi, besar atau kecil, diperkirakan akan ada pengaruhnya terhadap sektor telekomunikasi khususnya. Jika pengaruhnya besar, maka prospeknya berpeluang untuk menyusut, sebaliknya jika pengaruhnys kecil, prospek telekomunikasi berpeluang cukup bagus.
Yang perlu diperhatikan, prospek industri atau sektor rill, tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi moneter atau sumber pendanaan yang akan diperlukan untuk perluasan investasi perluasan jaringan, namun juga oleh faktor – faktor lain yang saling berkelindan. Untuk sektor telekomunikasi, faktor permintaan pasar salah satu yang berpengaruh kuat. Jadi walaupun, katakanlah, karena pasar modal sedang lesu, sehingga kebutuhan investasi baru tidak dapat terpenuhi secara otptimal, namun karena orang masih perlu berkomunikasi, mendapatkan informasi, hal ini menunjukkan masih adanya potensi revenue, sekaligus pendapatan bagi operator telekomunikasi. Artinya investasi baru tertunda, namun revenue dari layanan masih dapat berjalan terus bahkan ditingkatkan. Jika pendapatan ini meningkat, pada akhir tahun dapat digunakan untuk membiayai sendiri investasi yang dibutuhkan.
Kondisi semacam ini pernah dialami oleh operator telekomunikasi ketika Indonesia menghadapi krisis moneter dan ekonomi di tahun 1998. ketika itu, sektor telekomunikasi – bisa jadi – merupakan satu-satunya sektor yang masih berdiri tegak sementara sektor lain loyo dan terpuruk.
Faktor ketiga yang akan menentukan apakah prospek sektor telekomunikasi cerah di tahun 2009 adalah regulasi. Sejauh mana Regulator terus menyempurnakan regulasi sehingga hambatan- hambatan berbisnis yang selama ini dihadapi oleh operator dapat diminimalkan. Jika regulasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah – daerah, semakin tidak business friendly, maka hal ini menambah biaya bagi operator yang pada ujungnya akan mengurangi profitabilitas.
Faktor keempat yang juga dapat mempengaruhi prospek sektor telekomunikasi adalah tingkat persaingan. Pada saat ini tingkat persaingan sudah sedemikian sengit, operator saling banting harga yang membuahkan penurunan rata-rata pendapatan per pelanggan. Ada operator telekomunikasi yang salah satu jenis layanannya yang semula menjadi tulang punggung sumber pendapatan, semester pertama 2008 sudah mulai negatif, alias mengalami penurunan pendapatan yang cukup berarti. Tingkat persaingan yang sengit di tengah pasar jasa telekomunikasi yang mulai fragmented ini memiliki dua sisi mata uang. Sisi pertama, hikmah. Operator dituntut semakin inovatif dalam menyajikan produk – produk layanan baru dan proses operasional sehingga semakin efisien. Sisi kedua, petaka. Bagi operator baru dan atau operator yang lamban dalam mengantisipasi perubahan pasar, semakin sulit melakukan penetrasi ke kantong-kantong yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan revenue. Dengan demikian secara umum, dampak persaingan terhadap prospek industri telekomunikasi masih lebih baik mengingat, para operator besar yang secara bersama menguasai lebih dari 90% pangsa pasar, tergolong inovatif.
Dengan memperhatikan empat faktor (investasi, permintaan pasar, regulasi, dan kompetisi) yang dapat mempengaruhi prospek sektor telekomunikasi, saya masih optimis, secara umum prospek industri jasa telekomunikasi di tahun 2009 masih dapat tumbuh, walaupun tidak sebesar tahun – tahun lalu. Jika perusahaan dapat tumbuh sama atau lebih besar dari 10%, saya kira sudah cukup bagus.
IB: Faktor apa saja yang bisa mendukung pertumbuhan industri telekomunikasi di 2009?
Itu tadi di atas: investasi, permintaan pasar, regulasi dan kompetisi.
IB: Apakah sektor ini sudah memberikan peran penting atas kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Hasil studi kami (MASTEL) bersama Bank Indonesia yang dilakukan akhir tahun 2007 menunjukkan bahwa kontribusi sektor telekomunikasi terhadap Pendapatan Nasional selalu meningkat sejak tahun 1999 s.d. 2007 (semester pertama). Dari yang semula kurang dari 3% hingga mendekati 6%. Peningkatan sekitar 3% dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun saya kira suatu prestasi yang perlu mendapat apresiasi. Apalagi bila dikaitkan dengan suatu teori yang banyak diacu di kalangan ekonomi pembangunan, bahwa penambahan investasi sebesar 1% di sektor telekomunikasi akan mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain sebesar 3%. Jika teori ini benar, artinya sektor telekomunikasi Indonesia selama ini telah mendorong pertumbuhan sektor – sektor lainnya.
IB: Bagaimana peran perbankan dalam mendukung pertumbuhan di industri telekomunikasi?
Dalam mendukung pertumbuhan industri telekomuikasi nasional, perbankan dapat melakkannya dengan beberapa cara. Sesuai dengan tugas utama perbankan untuk menyalurkan modal dari investor kepada industri, maka perbankan dapat menjadi investor atau mewakili investor di perusahaan perusahaan telekomunikasi. Selaini itu, perbankan juga dapat mendukung dengan memberikan fasilitas pinjaman investasi dan modal kerja bagi perusahaan operator telekomunikasi dan jasa – jasa lain yang mendukung sektor telekomunikasi.
Bila dikehendaki lebih jauh, dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki, bank juga dapat menjadi penasehat keuangan bagi perusahaan di bidang ICT atau operatr telekomunikasi yang relatif baru tumbuh. Dukungan perbankan dapat lebih luas lagi, tidak hanya sebagao penasehat keuangan namun dapat pula menjadi fasilitator yang mempertemukan kepentingan perusahaan telekomunikasi dan para vendor besar perangkat telekomunikasi.
IB: Berapa rata-rata kisaran belanja modal (capex) yang harus dikeluarkan industri telekomunikasi setiap tahunnya?
Besaran capex setiap tahun saya kira ditentukan oleh target pertumbuhan masing-masing operator. Selain itu, faktor eksternal seperti industri keuangan yang menyediakan permodalan dan investasi juga akan memengaruhi berapa besar angka investasi di tahun berikutnya. Faktor eksternal lain angjuga mempengaruhi, seperti tingkat kejenuhan industri akibat semakin banyaknya operator telekomunikasi, serta network coverage yang sudah berhasil dibangun oleh masing- masing operator.
Jadi, meskinpun katakanlah, peluang pasar di suatu wilayah dianggap masih relatif besar, namun karena tingkat kompetisi di wilayah tersebut sudah cukup besar (semua operator hadir di wiayah tersebut), suatu operator sudah memiliki coverage yang cukup tinggi, sehingga di wilayah tersebut dirasa tidak perlu diprioritaskan, sementara pasar modal sedang tidak menggembirakan, maka dapat dipastikan proyeksi investasi untuk daerah tersebut tidak lebih besar dari investaso tahun sebelumnya.
Dengan memerhatikan kondisi keuangan global, secara agregat, untuk tahun 2009 saya menduga laju pertumbuhan investasi sektor telekomunikasi tidak lebih dari 5%.
IB: Apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan telekomunikasi, dan bagaimana mengatasi persaingan sehat di bisnis ini?
Seperti saya kemukakan di muka, pemerintah sebaiknya segera menyempurnakan kebijakan di bidang telekomunikasi yang tercermin dari sejauh mana Regulator terus menyempurnakan regulasi sehingga hambatan- hambatan berbisnis yang selama ini dihadapi oleh operator dapat diminimalkan. Jika regulasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah – daerah, semakin tidak business friendly, maka hal ini menambah biaya bagi operator yang pada ujungnya akan mengurangi profitabilitas.
Selain menyempurnakan regulasi yang ada, sejalan dengan perkembangan teknologi, pemerintah perlu mengantisipasi perubahan layanan telekomunikasi yang memanfaatkan teknologi baru, sementara kebijakan dan regulasi yang ada belum dapat mengakomodasi pemanfaatan teknologi baru tersebut. Jika hal ini terus berlangsung, maka masyarakat akan dirugikan.
IB: Bagaimana caranya agar sektor telekomunikasi juga bisa merefleksikan kondisi ekonomi saat ini di tengah gejolak ekonomi dunia?
Belajar dari krisis ekonomi tahun 1998, ketika sektor – sektor lain mengalami stagnansi, sektor telekomunikasi tetap tumbuh. Hal ini terjadi karena beberapa hal, pertama walaupun sedang mengalami krisis ekonomi, bagaimanapun masyarakat perlu berkomunikasi, berbicara mengirim pesan kepada rekan, saudara, sanak-famili, mitra bisnis dan lain sebagainya, Artinya konsumsi terhadap layanan telekomunikasi relatif tidak terganggu walaupun krisis ekonomi sedang menerpa negeri ini. Kedua, karena permintaan terhadap layanan telekomunikasi masih tetap tinggi, hal ini menambah kepercayaan para pengelola perusahaan telekomunikasi untuk tetap mengelola perusahaan dengan baik dan bahkan menambah investasi dengan membangun jaringan di wilayah – wilayah yang secara ekonomi memberi keuntungan. Ketiga, karena operator masih tetap percaya untuk membangun, investor besar semakin percaya akan masih tetap untung untuk menambah investasi di sektor telekomunikasi. Sebagai akibatnya, kinerja sektor telekomunikasi secara keseluruhan meningkatm walaupun krisis ekonomi sedang melanda.
Pada akhir tahun 2008 ini dan saya kira menjelang kuarter pertama tahun 2009 dunia dan Indonesia masih akan diwarnai gelombang kelabu akibat krisis keuangan amerika yang mendorong krisis global. Apabila para pengelola perusahaan telekomunikasi dan masyarakat Indonesia masih dapat meniru apa yang pernah mereka lakukan di tahun 1998 lalu, maka saya yakin sektor telekomunikasi akan tetap kuat walaupun krisis melanda.*****
Jika hanya mengacu pada perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini; sebagaimana kita ketahui industri moneter sedang berguncang, berbagai bank investasi tumbang, pasar saham mengalami penurunan indek, nilai tukar mata uang rupiah mulai menurun tajam; bagi beberapa orang mungkin pesimis terhadap prospek industri telekomunikasi di tahun 2009 atau tahun – tahun mendatang. Karena ada hubungan antara sektor keuangan dan investasi dengan sektor riil termasuk telekomunikasi, besar atau kecil, diperkirakan akan ada pengaruhnya terhadap sektor telekomunikasi khususnya. Jika pengaruhnya besar, maka prospeknya berpeluang untuk menyusut, sebaliknya jika pengaruhnys kecil, prospek telekomunikasi berpeluang cukup bagus.
Yang perlu diperhatikan, prospek industri atau sektor rill, tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi moneter atau sumber pendanaan yang akan diperlukan untuk perluasan investasi perluasan jaringan, namun juga oleh faktor – faktor lain yang saling berkelindan. Untuk sektor telekomunikasi, faktor permintaan pasar salah satu yang berpengaruh kuat. Jadi walaupun, katakanlah, karena pasar modal sedang lesu, sehingga kebutuhan investasi baru tidak dapat terpenuhi secara otptimal, namun karena orang masih perlu berkomunikasi, mendapatkan informasi, hal ini menunjukkan masih adanya potensi revenue, sekaligus pendapatan bagi operator telekomunikasi. Artinya investasi baru tertunda, namun revenue dari layanan masih dapat berjalan terus bahkan ditingkatkan. Jika pendapatan ini meningkat, pada akhir tahun dapat digunakan untuk membiayai sendiri investasi yang dibutuhkan.
Kondisi semacam ini pernah dialami oleh operator telekomunikasi ketika Indonesia menghadapi krisis moneter dan ekonomi di tahun 1998. ketika itu, sektor telekomunikasi – bisa jadi – merupakan satu-satunya sektor yang masih berdiri tegak sementara sektor lain loyo dan terpuruk.
Faktor ketiga yang akan menentukan apakah prospek sektor telekomunikasi cerah di tahun 2009 adalah regulasi. Sejauh mana Regulator terus menyempurnakan regulasi sehingga hambatan- hambatan berbisnis yang selama ini dihadapi oleh operator dapat diminimalkan. Jika regulasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah – daerah, semakin tidak business friendly, maka hal ini menambah biaya bagi operator yang pada ujungnya akan mengurangi profitabilitas.
Faktor keempat yang juga dapat mempengaruhi prospek sektor telekomunikasi adalah tingkat persaingan. Pada saat ini tingkat persaingan sudah sedemikian sengit, operator saling banting harga yang membuahkan penurunan rata-rata pendapatan per pelanggan. Ada operator telekomunikasi yang salah satu jenis layanannya yang semula menjadi tulang punggung sumber pendapatan, semester pertama 2008 sudah mulai negatif, alias mengalami penurunan pendapatan yang cukup berarti. Tingkat persaingan yang sengit di tengah pasar jasa telekomunikasi yang mulai fragmented ini memiliki dua sisi mata uang. Sisi pertama, hikmah. Operator dituntut semakin inovatif dalam menyajikan produk – produk layanan baru dan proses operasional sehingga semakin efisien. Sisi kedua, petaka. Bagi operator baru dan atau operator yang lamban dalam mengantisipasi perubahan pasar, semakin sulit melakukan penetrasi ke kantong-kantong yang dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan revenue. Dengan demikian secara umum, dampak persaingan terhadap prospek industri telekomunikasi masih lebih baik mengingat, para operator besar yang secara bersama menguasai lebih dari 90% pangsa pasar, tergolong inovatif.
Dengan memperhatikan empat faktor (investasi, permintaan pasar, regulasi, dan kompetisi) yang dapat mempengaruhi prospek sektor telekomunikasi, saya masih optimis, secara umum prospek industri jasa telekomunikasi di tahun 2009 masih dapat tumbuh, walaupun tidak sebesar tahun – tahun lalu. Jika perusahaan dapat tumbuh sama atau lebih besar dari 10%, saya kira sudah cukup bagus.
IB: Faktor apa saja yang bisa mendukung pertumbuhan industri telekomunikasi di 2009?
Itu tadi di atas: investasi, permintaan pasar, regulasi dan kompetisi.
IB: Apakah sektor ini sudah memberikan peran penting atas kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Hasil studi kami (MASTEL) bersama Bank Indonesia yang dilakukan akhir tahun 2007 menunjukkan bahwa kontribusi sektor telekomunikasi terhadap Pendapatan Nasional selalu meningkat sejak tahun 1999 s.d. 2007 (semester pertama). Dari yang semula kurang dari 3% hingga mendekati 6%. Peningkatan sekitar 3% dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun saya kira suatu prestasi yang perlu mendapat apresiasi. Apalagi bila dikaitkan dengan suatu teori yang banyak diacu di kalangan ekonomi pembangunan, bahwa penambahan investasi sebesar 1% di sektor telekomunikasi akan mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain sebesar 3%. Jika teori ini benar, artinya sektor telekomunikasi Indonesia selama ini telah mendorong pertumbuhan sektor – sektor lainnya.
IB: Bagaimana peran perbankan dalam mendukung pertumbuhan di industri telekomunikasi?
Dalam mendukung pertumbuhan industri telekomuikasi nasional, perbankan dapat melakkannya dengan beberapa cara. Sesuai dengan tugas utama perbankan untuk menyalurkan modal dari investor kepada industri, maka perbankan dapat menjadi investor atau mewakili investor di perusahaan perusahaan telekomunikasi. Selaini itu, perbankan juga dapat mendukung dengan memberikan fasilitas pinjaman investasi dan modal kerja bagi perusahaan operator telekomunikasi dan jasa – jasa lain yang mendukung sektor telekomunikasi.
Bila dikehendaki lebih jauh, dengan kemampuan sumber daya yang dimiliki, bank juga dapat menjadi penasehat keuangan bagi perusahaan di bidang ICT atau operatr telekomunikasi yang relatif baru tumbuh. Dukungan perbankan dapat lebih luas lagi, tidak hanya sebagao penasehat keuangan namun dapat pula menjadi fasilitator yang mempertemukan kepentingan perusahaan telekomunikasi dan para vendor besar perangkat telekomunikasi.
IB: Berapa rata-rata kisaran belanja modal (capex) yang harus dikeluarkan industri telekomunikasi setiap tahunnya?
Besaran capex setiap tahun saya kira ditentukan oleh target pertumbuhan masing-masing operator. Selain itu, faktor eksternal seperti industri keuangan yang menyediakan permodalan dan investasi juga akan memengaruhi berapa besar angka investasi di tahun berikutnya. Faktor eksternal lain angjuga mempengaruhi, seperti tingkat kejenuhan industri akibat semakin banyaknya operator telekomunikasi, serta network coverage yang sudah berhasil dibangun oleh masing- masing operator.
Jadi, meskinpun katakanlah, peluang pasar di suatu wilayah dianggap masih relatif besar, namun karena tingkat kompetisi di wilayah tersebut sudah cukup besar (semua operator hadir di wiayah tersebut), suatu operator sudah memiliki coverage yang cukup tinggi, sehingga di wilayah tersebut dirasa tidak perlu diprioritaskan, sementara pasar modal sedang tidak menggembirakan, maka dapat dipastikan proyeksi investasi untuk daerah tersebut tidak lebih besar dari investaso tahun sebelumnya.
Dengan memerhatikan kondisi keuangan global, secara agregat, untuk tahun 2009 saya menduga laju pertumbuhan investasi sektor telekomunikasi tidak lebih dari 5%.
IB: Apa yang harus dilakukan pemerintah dalam mendukung pertumbuhan telekomunikasi, dan bagaimana mengatasi persaingan sehat di bisnis ini?
Seperti saya kemukakan di muka, pemerintah sebaiknya segera menyempurnakan kebijakan di bidang telekomunikasi yang tercermin dari sejauh mana Regulator terus menyempurnakan regulasi sehingga hambatan- hambatan berbisnis yang selama ini dihadapi oleh operator dapat diminimalkan. Jika regulasi, baik di tingkat pusat maupun di daerah – daerah, semakin tidak business friendly, maka hal ini menambah biaya bagi operator yang pada ujungnya akan mengurangi profitabilitas.
Selain menyempurnakan regulasi yang ada, sejalan dengan perkembangan teknologi, pemerintah perlu mengantisipasi perubahan layanan telekomunikasi yang memanfaatkan teknologi baru, sementara kebijakan dan regulasi yang ada belum dapat mengakomodasi pemanfaatan teknologi baru tersebut. Jika hal ini terus berlangsung, maka masyarakat akan dirugikan.
IB: Bagaimana caranya agar sektor telekomunikasi juga bisa merefleksikan kondisi ekonomi saat ini di tengah gejolak ekonomi dunia?
Belajar dari krisis ekonomi tahun 1998, ketika sektor – sektor lain mengalami stagnansi, sektor telekomunikasi tetap tumbuh. Hal ini terjadi karena beberapa hal, pertama walaupun sedang mengalami krisis ekonomi, bagaimanapun masyarakat perlu berkomunikasi, berbicara mengirim pesan kepada rekan, saudara, sanak-famili, mitra bisnis dan lain sebagainya, Artinya konsumsi terhadap layanan telekomunikasi relatif tidak terganggu walaupun krisis ekonomi sedang menerpa negeri ini. Kedua, karena permintaan terhadap layanan telekomunikasi masih tetap tinggi, hal ini menambah kepercayaan para pengelola perusahaan telekomunikasi untuk tetap mengelola perusahaan dengan baik dan bahkan menambah investasi dengan membangun jaringan di wilayah – wilayah yang secara ekonomi memberi keuntungan. Ketiga, karena operator masih tetap percaya untuk membangun, investor besar semakin percaya akan masih tetap untung untuk menambah investasi di sektor telekomunikasi. Sebagai akibatnya, kinerja sektor telekomunikasi secara keseluruhan meningkatm walaupun krisis ekonomi sedang melanda.
Pada akhir tahun 2008 ini dan saya kira menjelang kuarter pertama tahun 2009 dunia dan Indonesia masih akan diwarnai gelombang kelabu akibat krisis keuangan amerika yang mendorong krisis global. Apabila para pengelola perusahaan telekomunikasi dan masyarakat Indonesia masih dapat meniru apa yang pernah mereka lakukan di tahun 1998 lalu, maka saya yakin sektor telekomunikasi akan tetap kuat walaupun krisis melanda.*****
Pengukuran dan Faktor-faktor Penentu Dalam Kebijakan Telekomunikasi
Karya: Jordi Gual dan Francesc Trillas (May, 2006)
Gual dan Francesc (2006) menyajikan data perbaikan industri telekomunkasi antar negara. Perbaikan telekomunikasi diukur melalui dua dimensi yaitu hambatan keluar-masuk industri dan regulator independen. Data yang diperoleh digabung dengan data mengenai kinerja, institusi dan politik untuk menganalisa faktor-faktor yang menentukan kebijakan telekomunikasi.
Penelitian Gual dan Francesc (2006) ini menemukan bahwa hambatan keluar-masuk industri memiliki hubungan positif dengan tingkat intervensi pemerintah tetapi tidak memiliki hubungan dengan ideologi perubahan pemerintah. Selain itu penelitian ini menunjukkan, negara yang memiliki incumbent yang besar akan lebih mudah menghadirkan regulator independen.
Indeks yang menunjukkan hambatan masuk-keluar industri dalam paper ini diukur berdasarkan indikator berikut: (1) kondisi investasi industri; (2) jumlah penyedia layanan mobile; (3) metode alokasi spektrum; (4) jumlah telepon tetap dan mobile yang portable; (5) keberadaan telepon sambungan lokal, jarak jauh dan internasional; dan (6) keberadaan local loop unbundling.
Indeks regulator independen didasarkan pada informasi berikut: (1) tingkat kecakapan regulator dalam mengambil kebijakan mengenai lisensi, interkoneksi, tarif, alokasi sumber daya dan layanan universal; (2) tingkat independensi regulator dari kebijakan pemerintah; (3) aturan mengenai penunjukkan pimpinan regulator; (4) lamanya masa keanggotaan dan kepemimpinan regulator; (5) aturan mengenai pelaporan kepada pemerintah, parlemen, dan badan lainnya; lamanya badan regulator telah beroperasi; dan (7) persentase kepemilikan swasta atas operator incumbent.
Operator incumbent di berbagai negara memiliki keuntungan dalam lingkup ekonomi karena incumbent menjalankan beberapa segmen dalam industri. Namun, incumbent juga memiliki kewajiban untuk membangun layanan universal dan berperan sebagai penyedia infrastruktur utama dalam industri. Regulasi yang asimetris kemungkinan akan menguntungkan kompetitor tertentu daripada meningkatkan persaingan.
Masyarakat yang memperoleh layanan telekomunikasi yang lebih baik cenderung akan mengurangi hambatan keluar-masuk industri. Adanya perbaikan pemerintah tidak memiliki pengaruh terhadap pengurangan hambatan keluar-masuk industri.
Negara yang lebih sedikit mengintervensi dalam industri telekomunikasi akan lebih mudah membuka industri tersebut ke dalam persaingan.
Paper ini menyajikan data mengenai kebijakan masuk industri dan regulator independen antar negara dalam bentuk indeks. Indeks tersebut menggambarkan kebijakan dan institusi dalam industri telekomunikasi. Incumbent besar menyadari bahwa regulator independen akan lebih mudah dipahami daripada pemerintah, dan/atau incumbent akan mengalami kerugian lebih besar tanpa adanya regulator independen, jika regulator independen dapat mengurangi masalah kekurangan investasi. Hal ini dikarenakan semakin besar incumbent maka semakin besar kekurangan investasi dalam infrastruktur.*****
Gual dan Francesc (2006) menyajikan data perbaikan industri telekomunkasi antar negara. Perbaikan telekomunikasi diukur melalui dua dimensi yaitu hambatan keluar-masuk industri dan regulator independen. Data yang diperoleh digabung dengan data mengenai kinerja, institusi dan politik untuk menganalisa faktor-faktor yang menentukan kebijakan telekomunikasi.
Penelitian Gual dan Francesc (2006) ini menemukan bahwa hambatan keluar-masuk industri memiliki hubungan positif dengan tingkat intervensi pemerintah tetapi tidak memiliki hubungan dengan ideologi perubahan pemerintah. Selain itu penelitian ini menunjukkan, negara yang memiliki incumbent yang besar akan lebih mudah menghadirkan regulator independen.
Indeks yang menunjukkan hambatan masuk-keluar industri dalam paper ini diukur berdasarkan indikator berikut: (1) kondisi investasi industri; (2) jumlah penyedia layanan mobile; (3) metode alokasi spektrum; (4) jumlah telepon tetap dan mobile yang portable; (5) keberadaan telepon sambungan lokal, jarak jauh dan internasional; dan (6) keberadaan local loop unbundling.
Indeks regulator independen didasarkan pada informasi berikut: (1) tingkat kecakapan regulator dalam mengambil kebijakan mengenai lisensi, interkoneksi, tarif, alokasi sumber daya dan layanan universal; (2) tingkat independensi regulator dari kebijakan pemerintah; (3) aturan mengenai penunjukkan pimpinan regulator; (4) lamanya masa keanggotaan dan kepemimpinan regulator; (5) aturan mengenai pelaporan kepada pemerintah, parlemen, dan badan lainnya; lamanya badan regulator telah beroperasi; dan (7) persentase kepemilikan swasta atas operator incumbent.
Operator incumbent di berbagai negara memiliki keuntungan dalam lingkup ekonomi karena incumbent menjalankan beberapa segmen dalam industri. Namun, incumbent juga memiliki kewajiban untuk membangun layanan universal dan berperan sebagai penyedia infrastruktur utama dalam industri. Regulasi yang asimetris kemungkinan akan menguntungkan kompetitor tertentu daripada meningkatkan persaingan.
Masyarakat yang memperoleh layanan telekomunikasi yang lebih baik cenderung akan mengurangi hambatan keluar-masuk industri. Adanya perbaikan pemerintah tidak memiliki pengaruh terhadap pengurangan hambatan keluar-masuk industri.
Negara yang lebih sedikit mengintervensi dalam industri telekomunikasi akan lebih mudah membuka industri tersebut ke dalam persaingan.
Paper ini menyajikan data mengenai kebijakan masuk industri dan regulator independen antar negara dalam bentuk indeks. Indeks tersebut menggambarkan kebijakan dan institusi dalam industri telekomunikasi. Incumbent besar menyadari bahwa regulator independen akan lebih mudah dipahami daripada pemerintah, dan/atau incumbent akan mengalami kerugian lebih besar tanpa adanya regulator independen, jika regulator independen dapat mengurangi masalah kekurangan investasi. Hal ini dikarenakan semakin besar incumbent maka semakin besar kekurangan investasi dalam infrastruktur.*****
Wednesday, November 19, 2008
Dampak resesi dunia terhadap investasi telekomunikasi di Indonesia
Pertanyaan Wartawan
jawaban MasWig
1. Dalam situasi krisis ekonomi sekarang, serta dolar yang beranjak naik, apakah akan berpengaruh pada invetasi di bidang telekomunikasi menjadi melambat?
perubahan nilai tukar rupiah yang cukup drastis dan tidak dapat diprediksi sampai kapan akan kembali stabil, atau turun pada angka sekitar Rp.9.000,- mendorong para operator telekomunkasi untuk menghitung kembali rencana investasi pengembangan atau perluasan jaringan. prioritas menjadi kata kunci yang akan dipegang teguh oleh manajemen operator. prioritas yang dimaksud di sini adalah pemilihan yang tepat lokasi atau wilayah mana saja yang dapat diteruskan, dikurangi atau ditunda. investasi untuk penambahan kapasitas jaringan, perluasan jangkuan dan atau inovasi layanan, akan diteruskan jika memberikan return yang tinggi dan payback period relatif cepat, bila kedua syarat ini tidak terpenuhi, maka dipertimbangkan untuk ditunda atau bahkan dibatalkan. jadi besar atau kecil pengaruh krisis ekonomi terhadap operator telekomunikasi juga ditentukan oleh posisi masing - masing operator dalam penguasaan pasar, coverage yang telah dimiliki, kewajiban keuangan (liability) yang sedang ditanggung, serta sumber daya yang masih dimiliki. bagi operator yang telah membangun dan mengoperasikan jaringan serta layanan telekomunikasi lebih dari 75% wilayah Indonesia, dan memiliki customer base di atas 50 juta, saya menduga pengaruhnya tidak akan sebesar yang dialami oleh operator kecil yang baru masuk ke industri telekomunikasi nasional.
2. Apakah dampak selanjutnya, penurunan tarif menjadi terhambat, padahal tarif telekomunikasi di Indonesia masih paling tinggi?
selama krisis keuangan global terjadi, saya tidak melihat akan adanya insentif pasar (market incentive) bila ada operator yang akan menaikkan atau menurunan harga. dinaikkan pelanggan protes, diturunkan (lagi) perusahan mengalami penurunan pendapatan, padahal kebutuhan investasi harus ditanggung sendiri. saya menduga, ini saat terbaik bagi operator untuk merancang ulang strategi bisnis mereka, dari yang semula berkompetisi di harga, bergeser ke bersaing di layanan.
3. Apakah perlu sebagian perangkat telekomunikasi diproduksi sendiri oleh industri nasional? Apakah memungkinkan dan bagian mana yang mungkin bisa diproduksi?
isu local content, sudah usang. menurut hemat saya mestinya sudah dengan sendirinya ada kerja sama antara operator sebagai pengguna dan integrator teknologi dan industri manufaktur perangkat elektronika dan telekomunikasi sebagai penyedia teknologi. persoalannya, dan ini mengapa saya katakan "usang", karena semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat konsumen hanya berhenti pada lip service semata. omongnya doang berpihak pada industri nasional. tetapi, kenyataannya, yang memproduksi tidak mampu membuat barang yang berkualitas dan memberikan layanan purna jual yang memuaskan, kondisi ini mendorong operator (industri integrator) dan masyarakat enggan menggunakan produk dalam negeri. sementara itu pemerintah karena kemampuannya yang tidak optimal tidak berhasil memacu peningkatan kualitas dan hanay menganjurkan namun tidak memberi contoh. maka terbentuklah lingkaran setan, yang semain menenggelamkan produk dalam negeri. jadi saya kira,meski kita tahu salah satu resep untuk menghadapi krisis keuangan global ini adalah peningkatan produksi dalam negeri, namun resep ini tidak dapat dibeli oleh Indonesia, walhasil, tetap saja Nokia-Siemens, Motorola, Ericsson, Huawei, dan ZTE dan temab-temanya produksi luar negeri yang masih tetap akan dibeli operator telekomunikasi Indonesia dalam suasana krisis ini.
4. Seberapa besar ketergantungan industri telekomunikasi kita terhadap produk-produk dari luar?
sangat besar. 90% dari investasi perangkat telekomunikasi diproduksi perusahaan luar negeri. mengapa? kita (Indonesia) bukan penghasil teknologi, hanya mengunakan saja, mengintegrasikan teknologi yang ada guna memberikan layanan.
5. Investasi per pelanggan di jaringan seluler sudah sangat turun, apakah ini bisa membantu ?
tidak juga. turunnya investasi per subscriber lebih didorong karena beberapa faktor di luar krisis keuangan: pertama teknologi GSM, CDMA sudah memasuki maturity, economic of scale sudah terlampaui, investasi R&D sudah kembali, sehingga unit cost sudah turun. ingat harga USB flash disk? sewaktu baru muncul, harga flashdisk untuk kapasitas 256MB masih di atas Rp. 800 ribu. sekarang flash disk kapasitas 1 GB (kapasitas naik 400%), harganya Rp. 200 ribu (harga turun 75%). kedua karena faktor kompetisi. meski semakin banyak operator yang bermunculan, namun semakin bertambah pula perusahaan produsen peralatan telekomunikasi yang mampu menghasilkan perangka dengan harga murah dengan kapasitas dan kualitas yang lebih baik. kompetisi mendorong penurunan harga. masuknya dua perusahaan China (Huawei dan ZTE) ke industri manufaktur perangkat telekomunikasi telah mengubah landscape industri perangkat telekomunikasi global. ketiga, karena posisi tawar pembeli sudah semakin baik. setelah sekian tahun mengoperasikan teknologi telekomunikasi, operator telah memahami bagaimana merancang, membangun dan mengoperasikan jaringan dan layanan telekomunikasi secar efisien agar menang dalam kompetisi. kemampuan ini memberi manfaat baru ketika bernegosiasi dengan vendor teknologi.
6. Himbauan agar operator untuk melakukan pemasangan instalasi jaringan secara bersama apakah bisa menjadi solusi?
himbauan ini hanya berlaku untuk penggunaan menara (tower), tempat untuk memasang antena radio microwave dan atau BTS, tidak untuk seluruh perangkat jaringan. dari aspek efisiensi, dampak dari regulasi menara bersama ternyata tidak signifikan, bahkan di banyak tempat menambah biaya dan keruwetan baru bagi semua operator telekomunikasi. sejak regulasi ini diterbitkan saya malah menghimbau agar pemerintah meninjau ulang kebijakan ini.
7. Soal 3G. Menurut Anda, apakah layanan 3G di Indonesia sudah mencapai target atau tidak mampu memenuhi tujuannya?
data yang saya miliki menunjukkan belum semua operator telekomunikasi yang mengantongi izin 3G telah memenuhi komitmen pembangunan yang tertuang dalam kontrak "modern licensing" dengan pemerintah. hal in terjadi,menurut hemat saya karena beberapa hal. pertama, faktor internal perusahaan, seperti masih fokus pada 2G, atau sumber dana untuk investasi belum tersedia, atau karena ada strategi lain seperti menungu moment yang tepat untuk mulai menawarkan layanan 3G (perusahaan memilih sebagai follower ketimbang menjadi first mover). kedua faktor eksternal, seperti permintaan pasar masih dapat dipenuhi dengan layanan 2G, sementara permintaan terhadap layanan 3G belum terlihat cukup besar sehinggga bila investasi dihabiskan untuk membangun jaringan 3G, perusahaan akan mengalami kesulitan cashflow.
8. Di luar negeri, pertumbuhan jumlah pelanggan 3G sangat lambat, apakah 3G ini memang produk gagal? Bagaimana dengan di Indonesia, karena secara kasat mata tidak banyak yang memanfaatkan layanan 3G?
saya kira 3G bukan produk gagal. jika sekarang belum banyak dimintai pasar, bisa jadi karena operator penyelenggaranya belum berhasil membangun inovasi yang dapat merangsang (stimulate) permintaan terhadap layanan 3G. proposisi saya, 3G sebagai teknologi perlu kemasan yang bagus agar masyarakat mau membelinya. selain perlukemasan yang bagus, barangkali ruang dan waktu untuk memasarkan layanan 3G belum memeroleh moment yang tepat. dan untuk itu perlu diciptakan moment tepat tersebut. jadi teknologi sebagus apapun, akan tinggal dan tetap sebagai teknologi yang tidak laku, bila ketika masuk ke phase komersial, penjajanya tidak mampu menciptakan demand dan moment yang tepat.
9. Apakah tarif layanan 3G yang mahal yang menyebabkan kurang diminati masyarakat?
mahal atau murah itu relatif. analisisnya seperti yang dikemukakan di atas. awalnya bisa saja dianggap mahal, namun setelah mencapai titik tertentu, baik nominal maupun perceived price-nya akan menjadi murah.
10. apakah dari segi operator sendiri kurang melakukan edukasi sehingga 3G kuranmg dimanfaatkan?
bisa jadi demikian. edukasi terhadap pelanggan dan calon pelanggan belum secara intensif digarap. mengapa demikian? jawabnya, karena belum menjadi prioritas.
11. Apakah perlu memacu operator agar mencari pasar di luar jawa, yang persaingannya belum terlalu ketat?
siapa yang mau memacu? tidak perlu diperintah (oleh pemerintah), bila pasar di luar jawa memberi benefit yang besar pasti operator akan eksis di situ. ada atau tidaknya operator yang telah hadir di suatu wilayah (mencerminkan kuat-lemahnya kompetisi di wilayah tersebut) kadang tidak menjadi pertimbangan bagi suatu operator untuk eksis di wilayah tersebut.
12. Bagaimana dengan layanan data sendiri melalui 3G? kenapa tidak bisa menjadi cepat menjadi massal sehingga tarifnya makin terjangkau?
statistik menunjukkan dalam 2 tahun terakhir ini, layanan data (akses internet untuk browsing dan email) melalui jaringan GPRS dan 3G semakin meningkat. hal ini terjadi menyusul semakin popularnya layanan HSDPA dan Blackberry. Perhatikan saja, semakin banyak professional yang menenteng Blackberry ke mana-mana
13. Apakah 3G tidak bisa menggantikan WiMax dalam fungsinya menyediakan internet dengan cakupan lebih luas ? mengapa sulit terealisasi?
saya berpendapat 3G dan WIMAX, sebagai suatu layanan, keduanya bisa berkompetisi namun dapat pula berkolaborasi (kompelemen). dalam konteks kompetisi, karena 3G telah hadir duluan, dan para operatornya telah mengeluarkan triliunan rupiah untuk memperoleh lisensi dan investasi jaringan, sementara output-nya (pelanggan dan penghasilan dari layanan 3G) belum menunjukkan indikasi cerah, maka hal ini bisa jadi yang melatar-belakangi alasan bagi pemerintah untuk menunda penerbitan izin layanan WImax, dengan dalih menunggu sampai ada pabrikan dalam negeri yang mampu membuat erangkat Wimax. selain itu, secara teknis standar Wimax yang sudah terbit baru yang untuk nomaden, sementara standar untuk mobile belum masuk ke tahap komersial. kedua standard - nomaden dan mobile - belum commercially proven. sehingga ada alasan lain untuk menunggu sampai secara komersial terbukti keunggulannya. pembuktianini perlu guna melindungi konsumen dari digunakannya sebuah teknologi yang gagal. dalam konteks kolaborasi, karakteristik WImax dapat diintegrasikan ke dalam jaringan 3G, khususnya untuk mendukung backbone atau penghubung antar-jaringan last miles. mengapa suit terealisasi? tidak juga. secara teknis relatif gampang membangun jaringan 3G dan Wimax, Indonesia punya banyak engineer yang ahli di bidang tersebut. persoalannya justru terletak pada kebijakan dan regulasi.*****
jawaban MasWig
1. Dalam situasi krisis ekonomi sekarang, serta dolar yang beranjak naik, apakah akan berpengaruh pada invetasi di bidang telekomunikasi menjadi melambat?
perubahan nilai tukar rupiah yang cukup drastis dan tidak dapat diprediksi sampai kapan akan kembali stabil, atau turun pada angka sekitar Rp.9.000,- mendorong para operator telekomunkasi untuk menghitung kembali rencana investasi pengembangan atau perluasan jaringan. prioritas menjadi kata kunci yang akan dipegang teguh oleh manajemen operator. prioritas yang dimaksud di sini adalah pemilihan yang tepat lokasi atau wilayah mana saja yang dapat diteruskan, dikurangi atau ditunda. investasi untuk penambahan kapasitas jaringan, perluasan jangkuan dan atau inovasi layanan, akan diteruskan jika memberikan return yang tinggi dan payback period relatif cepat, bila kedua syarat ini tidak terpenuhi, maka dipertimbangkan untuk ditunda atau bahkan dibatalkan. jadi besar atau kecil pengaruh krisis ekonomi terhadap operator telekomunikasi juga ditentukan oleh posisi masing - masing operator dalam penguasaan pasar, coverage yang telah dimiliki, kewajiban keuangan (liability) yang sedang ditanggung, serta sumber daya yang masih dimiliki. bagi operator yang telah membangun dan mengoperasikan jaringan serta layanan telekomunikasi lebih dari 75% wilayah Indonesia, dan memiliki customer base di atas 50 juta, saya menduga pengaruhnya tidak akan sebesar yang dialami oleh operator kecil yang baru masuk ke industri telekomunikasi nasional.
2. Apakah dampak selanjutnya, penurunan tarif menjadi terhambat, padahal tarif telekomunikasi di Indonesia masih paling tinggi?
selama krisis keuangan global terjadi, saya tidak melihat akan adanya insentif pasar (market incentive) bila ada operator yang akan menaikkan atau menurunan harga. dinaikkan pelanggan protes, diturunkan (lagi) perusahan mengalami penurunan pendapatan, padahal kebutuhan investasi harus ditanggung sendiri. saya menduga, ini saat terbaik bagi operator untuk merancang ulang strategi bisnis mereka, dari yang semula berkompetisi di harga, bergeser ke bersaing di layanan.
3. Apakah perlu sebagian perangkat telekomunikasi diproduksi sendiri oleh industri nasional? Apakah memungkinkan dan bagian mana yang mungkin bisa diproduksi?
isu local content, sudah usang. menurut hemat saya mestinya sudah dengan sendirinya ada kerja sama antara operator sebagai pengguna dan integrator teknologi dan industri manufaktur perangkat elektronika dan telekomunikasi sebagai penyedia teknologi. persoalannya, dan ini mengapa saya katakan "usang", karena semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat konsumen hanya berhenti pada lip service semata. omongnya doang berpihak pada industri nasional. tetapi, kenyataannya, yang memproduksi tidak mampu membuat barang yang berkualitas dan memberikan layanan purna jual yang memuaskan, kondisi ini mendorong operator (industri integrator) dan masyarakat enggan menggunakan produk dalam negeri. sementara itu pemerintah karena kemampuannya yang tidak optimal tidak berhasil memacu peningkatan kualitas dan hanay menganjurkan namun tidak memberi contoh. maka terbentuklah lingkaran setan, yang semain menenggelamkan produk dalam negeri. jadi saya kira,meski kita tahu salah satu resep untuk menghadapi krisis keuangan global ini adalah peningkatan produksi dalam negeri, namun resep ini tidak dapat dibeli oleh Indonesia, walhasil, tetap saja Nokia-Siemens, Motorola, Ericsson, Huawei, dan ZTE dan temab-temanya produksi luar negeri yang masih tetap akan dibeli operator telekomunikasi Indonesia dalam suasana krisis ini.
4. Seberapa besar ketergantungan industri telekomunikasi kita terhadap produk-produk dari luar?
sangat besar. 90% dari investasi perangkat telekomunikasi diproduksi perusahaan luar negeri. mengapa? kita (Indonesia) bukan penghasil teknologi, hanya mengunakan saja, mengintegrasikan teknologi yang ada guna memberikan layanan.
5. Investasi per pelanggan di jaringan seluler sudah sangat turun, apakah ini bisa membantu ?
tidak juga. turunnya investasi per subscriber lebih didorong karena beberapa faktor di luar krisis keuangan: pertama teknologi GSM, CDMA sudah memasuki maturity, economic of scale sudah terlampaui, investasi R&D sudah kembali, sehingga unit cost sudah turun. ingat harga USB flash disk? sewaktu baru muncul, harga flashdisk untuk kapasitas 256MB masih di atas Rp. 800 ribu. sekarang flash disk kapasitas 1 GB (kapasitas naik 400%), harganya Rp. 200 ribu (harga turun 75%). kedua karena faktor kompetisi. meski semakin banyak operator yang bermunculan, namun semakin bertambah pula perusahaan produsen peralatan telekomunikasi yang mampu menghasilkan perangka dengan harga murah dengan kapasitas dan kualitas yang lebih baik. kompetisi mendorong penurunan harga. masuknya dua perusahaan China (Huawei dan ZTE) ke industri manufaktur perangkat telekomunikasi telah mengubah landscape industri perangkat telekomunikasi global. ketiga, karena posisi tawar pembeli sudah semakin baik. setelah sekian tahun mengoperasikan teknologi telekomunikasi, operator telah memahami bagaimana merancang, membangun dan mengoperasikan jaringan dan layanan telekomunikasi secar efisien agar menang dalam kompetisi. kemampuan ini memberi manfaat baru ketika bernegosiasi dengan vendor teknologi.
6. Himbauan agar operator untuk melakukan pemasangan instalasi jaringan secara bersama apakah bisa menjadi solusi?
himbauan ini hanya berlaku untuk penggunaan menara (tower), tempat untuk memasang antena radio microwave dan atau BTS, tidak untuk seluruh perangkat jaringan. dari aspek efisiensi, dampak dari regulasi menara bersama ternyata tidak signifikan, bahkan di banyak tempat menambah biaya dan keruwetan baru bagi semua operator telekomunikasi. sejak regulasi ini diterbitkan saya malah menghimbau agar pemerintah meninjau ulang kebijakan ini.
7. Soal 3G. Menurut Anda, apakah layanan 3G di Indonesia sudah mencapai target atau tidak mampu memenuhi tujuannya?
data yang saya miliki menunjukkan belum semua operator telekomunikasi yang mengantongi izin 3G telah memenuhi komitmen pembangunan yang tertuang dalam kontrak "modern licensing" dengan pemerintah. hal in terjadi,menurut hemat saya karena beberapa hal. pertama, faktor internal perusahaan, seperti masih fokus pada 2G, atau sumber dana untuk investasi belum tersedia, atau karena ada strategi lain seperti menungu moment yang tepat untuk mulai menawarkan layanan 3G (perusahaan memilih sebagai follower ketimbang menjadi first mover). kedua faktor eksternal, seperti permintaan pasar masih dapat dipenuhi dengan layanan 2G, sementara permintaan terhadap layanan 3G belum terlihat cukup besar sehinggga bila investasi dihabiskan untuk membangun jaringan 3G, perusahaan akan mengalami kesulitan cashflow.
8. Di luar negeri, pertumbuhan jumlah pelanggan 3G sangat lambat, apakah 3G ini memang produk gagal? Bagaimana dengan di Indonesia, karena secara kasat mata tidak banyak yang memanfaatkan layanan 3G?
saya kira 3G bukan produk gagal. jika sekarang belum banyak dimintai pasar, bisa jadi karena operator penyelenggaranya belum berhasil membangun inovasi yang dapat merangsang (stimulate) permintaan terhadap layanan 3G. proposisi saya, 3G sebagai teknologi perlu kemasan yang bagus agar masyarakat mau membelinya. selain perlukemasan yang bagus, barangkali ruang dan waktu untuk memasarkan layanan 3G belum memeroleh moment yang tepat. dan untuk itu perlu diciptakan moment tepat tersebut. jadi teknologi sebagus apapun, akan tinggal dan tetap sebagai teknologi yang tidak laku, bila ketika masuk ke phase komersial, penjajanya tidak mampu menciptakan demand dan moment yang tepat.
9. Apakah tarif layanan 3G yang mahal yang menyebabkan kurang diminati masyarakat?
mahal atau murah itu relatif. analisisnya seperti yang dikemukakan di atas. awalnya bisa saja dianggap mahal, namun setelah mencapai titik tertentu, baik nominal maupun perceived price-nya akan menjadi murah.
10. apakah dari segi operator sendiri kurang melakukan edukasi sehingga 3G kuranmg dimanfaatkan?
bisa jadi demikian. edukasi terhadap pelanggan dan calon pelanggan belum secara intensif digarap. mengapa demikian? jawabnya, karena belum menjadi prioritas.
11. Apakah perlu memacu operator agar mencari pasar di luar jawa, yang persaingannya belum terlalu ketat?
siapa yang mau memacu? tidak perlu diperintah (oleh pemerintah), bila pasar di luar jawa memberi benefit yang besar pasti operator akan eksis di situ. ada atau tidaknya operator yang telah hadir di suatu wilayah (mencerminkan kuat-lemahnya kompetisi di wilayah tersebut) kadang tidak menjadi pertimbangan bagi suatu operator untuk eksis di wilayah tersebut.
12. Bagaimana dengan layanan data sendiri melalui 3G? kenapa tidak bisa menjadi cepat menjadi massal sehingga tarifnya makin terjangkau?
statistik menunjukkan dalam 2 tahun terakhir ini, layanan data (akses internet untuk browsing dan email) melalui jaringan GPRS dan 3G semakin meningkat. hal ini terjadi menyusul semakin popularnya layanan HSDPA dan Blackberry. Perhatikan saja, semakin banyak professional yang menenteng Blackberry ke mana-mana
13. Apakah 3G tidak bisa menggantikan WiMax dalam fungsinya menyediakan internet dengan cakupan lebih luas ? mengapa sulit terealisasi?
saya berpendapat 3G dan WIMAX, sebagai suatu layanan, keduanya bisa berkompetisi namun dapat pula berkolaborasi (kompelemen). dalam konteks kompetisi, karena 3G telah hadir duluan, dan para operatornya telah mengeluarkan triliunan rupiah untuk memperoleh lisensi dan investasi jaringan, sementara output-nya (pelanggan dan penghasilan dari layanan 3G) belum menunjukkan indikasi cerah, maka hal ini bisa jadi yang melatar-belakangi alasan bagi pemerintah untuk menunda penerbitan izin layanan WImax, dengan dalih menunggu sampai ada pabrikan dalam negeri yang mampu membuat erangkat Wimax. selain itu, secara teknis standar Wimax yang sudah terbit baru yang untuk nomaden, sementara standar untuk mobile belum masuk ke tahap komersial. kedua standard - nomaden dan mobile - belum commercially proven. sehingga ada alasan lain untuk menunggu sampai secara komersial terbukti keunggulannya. pembuktianini perlu guna melindungi konsumen dari digunakannya sebuah teknologi yang gagal. dalam konteks kolaborasi, karakteristik WImax dapat diintegrasikan ke dalam jaringan 3G, khususnya untuk mendukung backbone atau penghubung antar-jaringan last miles. mengapa suit terealisasi? tidak juga. secara teknis relatif gampang membangun jaringan 3G dan Wimax, Indonesia punya banyak engineer yang ahli di bidang tersebut. persoalannya justru terletak pada kebijakan dan regulasi.*****
Cegah Banjir? Sistem Drainage Perkotaan Nasional Jawabnya
beberapa hari lalu setelah mengikuti saran dukun untuk REG BANJIR dan kirim sms ke 9007, saya memperoleh jawaban di hape tertulis sebagai berikut: "banjir di jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, bukan disebabkan oleh besarnya curah hujan, namun 95% disebabkan karena saluran air di pinggir - pinggir jalan, got. kali dan sungai pada mampet. ada yang karena penuh sampah, ada yang karena diurug, dan diatasnya dibuat bangunan permanen."
karena sms tersebut belum memberi solusi, hanya kasih keterangan penyebabnya saja, maka saya kirim lagi sms SOLUSI BANJIR ke 9007, dan mendapat jawaban sebagai berikut: "solusi banjir? Tidak mudah!!! bahkan Gubernur-pun hanya bisa sekedar janji" itu saja jawabnya.
lantas saya pikir, ini pasti trik pengelola 9007 agar saya kirim sms lagi, maka saya ketik SOLUSI JITU ATASI BANJIR. benar juga saya mendapat jawaban berikut: "kan tadi udah dibilang Tidak MUdah!!!, sulit kan untuk normalisasi kanal, kali dan sungai yang ada di kota - kota besar, sementara saluran air tersebut sudah dikuasai masyarakat untuk kepentingan pribadi"
tidak sabar dengan jawaban - jawaban ngirit seperti itu, minggu kemaren saya mimpi jalan - jalan menyusuri kota Jakarata, Surarabaraya, dan kota - kota lain di negeri mimpi yang katanya mirip dengan negeri kita tercinta. ternyata benar juga jawaban sms 9007. banyak sekali ditemukan got, kali, kanal, sungai pada dangkal karena timbunan sampah, lumpur. ada banyak perumahan yang drainage-nya buntu tidak mengalir ke mana - mana, sementara tidak banyak rumah yang membangun kolam resapan.
jadi solusinya apa!!!! eh di negeri mimpi itu ada yang ngasih tahu saya; bongkar got, kali, kanal, sungai yang pada mampet; bebaskan bantaran kali, sungai dari bangunan apapun baik yang liar, berizin maupun setengah resmi, pokoknya di setiap pinggiran got, kali, kanal, sungai buat jalan di kanan kirinya masing - masing sama lebarnya dengan got, kali, kanal, sungai. lha bagaimana dengan rumah gedongan yang dibangun di bantaran kali? bongkar juga!!! katanya keras.
pembongkaran itu HARUS dilakukan sebagai langkah awal dalam membangun SISTEM DRAINAGE PERKOTAAN NASIONAL (SDPN). hanya itu? tanya saya kepada sang bayangan dalam mimpi, Bukan itu saja tolol!!! walah saya ditolol-tololin. karena rasa penasaran dan ingin tahu resep mengatasi banjir, biar di-tolol-tololin saya diam dan tetep bermimpi. sang bayangan lalu mengatakan, SDPN (wah fasih benar dia mengatakan SDPN, tidak kepleset jadi STPDN) itu hanya untuk urusan hilir, di hulu, jangan boleh masyarakat di gunung untuk menebang pohon, mengkonversi gunung, bukit jadi rumah, bangunan apapun, bangun danau resapan di antara daerah pegunungan dan kota - kota di bawahnya.
saya mangu - mangu mendengar ucapan sang bayangan yang terakhir ini. dalam benak saya, bukankah orang - orang yang menebangi pohon di gunung punya alasan sendiri kenapa mereka lakukan hal tersebut (menebang pohon)? dari koran yang saya baca sebelum mimpi, ada pengakuan beberapa dari mereka yang mengatakan bahwa menebang pohon untuk menyambung hidup.
jadi apakah banjir yang kita alami berulang - ulang dan semakin membesar ini terjadi karena banyak pihak meniru alasan orang - orang ini, "menyambung hidup?"
karena sms tersebut belum memberi solusi, hanya kasih keterangan penyebabnya saja, maka saya kirim lagi sms SOLUSI BANJIR ke 9007, dan mendapat jawaban sebagai berikut: "solusi banjir? Tidak mudah!!! bahkan Gubernur-pun hanya bisa sekedar janji" itu saja jawabnya.
lantas saya pikir, ini pasti trik pengelola 9007 agar saya kirim sms lagi, maka saya ketik SOLUSI JITU ATASI BANJIR. benar juga saya mendapat jawaban berikut: "kan tadi udah dibilang Tidak MUdah!!!, sulit kan untuk normalisasi kanal, kali dan sungai yang ada di kota - kota besar, sementara saluran air tersebut sudah dikuasai masyarakat untuk kepentingan pribadi"
tidak sabar dengan jawaban - jawaban ngirit seperti itu, minggu kemaren saya mimpi jalan - jalan menyusuri kota Jakarata, Surarabaraya, dan kota - kota lain di negeri mimpi yang katanya mirip dengan negeri kita tercinta. ternyata benar juga jawaban sms 9007. banyak sekali ditemukan got, kali, kanal, sungai pada dangkal karena timbunan sampah, lumpur. ada banyak perumahan yang drainage-nya buntu tidak mengalir ke mana - mana, sementara tidak banyak rumah yang membangun kolam resapan.
jadi solusinya apa!!!! eh di negeri mimpi itu ada yang ngasih tahu saya; bongkar got, kali, kanal, sungai yang pada mampet; bebaskan bantaran kali, sungai dari bangunan apapun baik yang liar, berizin maupun setengah resmi, pokoknya di setiap pinggiran got, kali, kanal, sungai buat jalan di kanan kirinya masing - masing sama lebarnya dengan got, kali, kanal, sungai. lha bagaimana dengan rumah gedongan yang dibangun di bantaran kali? bongkar juga!!! katanya keras.
pembongkaran itu HARUS dilakukan sebagai langkah awal dalam membangun SISTEM DRAINAGE PERKOTAAN NASIONAL (SDPN). hanya itu? tanya saya kepada sang bayangan dalam mimpi, Bukan itu saja tolol!!! walah saya ditolol-tololin. karena rasa penasaran dan ingin tahu resep mengatasi banjir, biar di-tolol-tololin saya diam dan tetep bermimpi. sang bayangan lalu mengatakan, SDPN (wah fasih benar dia mengatakan SDPN, tidak kepleset jadi STPDN) itu hanya untuk urusan hilir, di hulu, jangan boleh masyarakat di gunung untuk menebang pohon, mengkonversi gunung, bukit jadi rumah, bangunan apapun, bangun danau resapan di antara daerah pegunungan dan kota - kota di bawahnya.
saya mangu - mangu mendengar ucapan sang bayangan yang terakhir ini. dalam benak saya, bukankah orang - orang yang menebangi pohon di gunung punya alasan sendiri kenapa mereka lakukan hal tersebut (menebang pohon)? dari koran yang saya baca sebelum mimpi, ada pengakuan beberapa dari mereka yang mengatakan bahwa menebang pohon untuk menyambung hidup.
jadi apakah banjir yang kita alami berulang - ulang dan semakin membesar ini terjadi karena banyak pihak meniru alasan orang - orang ini, "menyambung hidup?"
Kualitas manusia dibedakan dari bagaimana dan apa yang dilakukannya selama menunggu
sahabat, saya pernah mendapat - entah mendengar di media cetak, atau membaca di radio -, petuah seorang inspirator atau kyai. mungkin mario teguh, mungkin juga jaya stembase atau ingkang sinuhun salsati atau mungkin juga william wongso sang pesohor itu, pembawa pesan aku lupa, tetapi inti pesan masih kuingat selalu.
petuahnya, konon tugas manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu tiada lain kecuali untuk menunggu. begitu ceprot lahir, si jabang menunggu dipotong tali pusernya, sesudah itu menunggu lagi dimandikan, terus menunggu dipakaikan baju. seterusnya menungu dan menunggu, sampai sang jabang menginjak kanak-kanak menunggu masuk sekolah, menunggu lulus, menunggu terima ijasah, menunggu diterima sekolah lagi yang lebih tinggi dan seterusnya sampai menunggu mendapat jodoh, menunggu kesempatan memperoleh pekerjaan, sampai menunggu pensiun dan akhirnya menunggu kembali lagi ke haribaan Illahi.
begitu terus, menunggu dari satu tahap ke tahap selanjutnya, menunggu dari suatu masa ke masa selanjutnya, menunggu dari satu jabatan ke jabatan kemudian, menunggu dari moment ke moment berikutnya. yang menjadi pertanyaan, kalau semua orang tugasnya hanya menunggu, lalu apa bedanya manusia satu dengan lainnya? nah disinilah, keunikan manusia.
kata sang pemberi petuah, kualitas dan derajat manusia dibedakan dari apa yang dikerjakannya selama menunggu, dan bagaimana orang tersebut menghadapi berbagai hambatan ketika mengisi waktu (denganmengerjakan sesuatu) selama menunggu. contohnya, dua orang murid, si A dan B,keduanya sama - sama menunggu lulus sekolah menengah kejuruan jurusan teknik komputer jaringan (TKJ), setelah sama - sama masuk ke jurusan tersebut pada tahun yang sama. selama menunggu lulus, A rajin menyimak pelajaran yang diberikan guru, selama menunggu lulus A rajin mengerjakan pekerjaan rumah, otak - atik komputer, bergaul dengan berbagai kalangan baik di lingkungan sekolah maupun aktif di milist yang anggotanya penggemar ICT, dan lain sebagainya. sementara itu, selama menunggu lulus, si B lebih banyak menghabiskan waktunya untuk main-main, mendaki gunung, ikut balapan mobil, sering mbolos, dan tidak suka mengerjakan latihan soal. nah dari cerita ringkas ini saja dapat ditarik kesimpulan sementara, siapa yang punya peluang memiliki pengetahuan yang lebih baik di bidang TKJ, sebagai hasi dari apa yang dikerjakannya selama menunggu lulus.
meski demikian tidak berarti mereka yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu selama waktu menunggu akan selalu lebih berhasil dalam masa - masa menunggu berikutnya. bisa jadi mereka yang di masa menunggu sebelumnya tidak menghabiskan waktu menungunya dengan lebih baik, namun di masa menunggu berikutnya, nasibnya lebih baik dari sahabatnya yang lebih baik mengisi waktunya di masa menunggu sebelumnya. mengapa demikian? kalangan pragmatis dan mereka yang ber-iman kepada Tuhan YME, mengatakan "itulah rahasia kuasa Tuhan", di pihak lain, kalangan spekulatif mengatakannya hal tersebut sebagai sebuah luaran (outcome) dari probabilita. sedangkan kalangan rasionalis menyataknnya sebagai suatu hasil dari pengelolaan sumber daya yang melekat pada individu. kalangan terakhir ini berpendapat, apapun yang dilakukan manusia pada suatu masa akan tersimpan dalam memori yang akan terbawa terus sampai ajal. memori ini dapat digolongkan sebagai resources atau tacit asset atau tacit knowledge (kalau bentuknya pengetahuan dan ketrampilan).
nah bisa saja orang yang di masa menunggu sebelumnya melakukan hal - hal yang oleh umum dipadang negatif atau mubasir (seperti mendaki gunung, mbolos sekolah, melawan guru, balapan mobil, tidak mengerjakan tugas rumah, dlsb) , namun di masa menunggu berikutnya, pengalaman yang rekatf negatif di masa lalu dapat ditransformasikan sebagai resources/aset yang mampu me-leverage (mengungkit ke atas) sesuatu yang lain dan akhirnya yang lain tersebut menjadi sebuah nilai positif. sedemikian mudahkah? tentu tidak, mereka yang di masa menunggu sebelumnya lebih banyak menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak relevan dengan sasaran menunggu yang akan dihadapi segera, relatif haru smengeluarkan energi lebih besar untuk dapat memanfaatkan resources - relatif negatif - yang dikumpulkan sebelumnya untuk dapat menjadi "pengungkit" (leverage) sehingga memperbaiki kondisi pada masa menunggu berikutnya. walhasil dari pada di masa menunggu berikutnya terlalu berat memikul beban, maka sebaiknya kerjakan yang baik - baik selama masa - masa menunggu di masa awal (earlier waiting periods), seperti selagi menununggu berlalunya minggu - minggu pertama, atau bulan-bulan pertama dalam semester.
kembali ke soal kualitas manusia yang ditentukan dari apa saja yang dikerjakannya selama menunggu, tulisan inipun mudah - mudahan meningkatkan kualitas hidup penulis dan pembacanya, selagi kita menunggu azhan sholat Isa, menunggu makan malam, menunggu tidur, dan menunggu esok senin.
petuahnya, konon tugas manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu tiada lain kecuali untuk menunggu. begitu ceprot lahir, si jabang menunggu dipotong tali pusernya, sesudah itu menunggu lagi dimandikan, terus menunggu dipakaikan baju. seterusnya menungu dan menunggu, sampai sang jabang menginjak kanak-kanak menunggu masuk sekolah, menunggu lulus, menunggu terima ijasah, menunggu diterima sekolah lagi yang lebih tinggi dan seterusnya sampai menunggu mendapat jodoh, menunggu kesempatan memperoleh pekerjaan, sampai menunggu pensiun dan akhirnya menunggu kembali lagi ke haribaan Illahi.
begitu terus, menunggu dari satu tahap ke tahap selanjutnya, menunggu dari suatu masa ke masa selanjutnya, menunggu dari satu jabatan ke jabatan kemudian, menunggu dari moment ke moment berikutnya. yang menjadi pertanyaan, kalau semua orang tugasnya hanya menunggu, lalu apa bedanya manusia satu dengan lainnya? nah disinilah, keunikan manusia.
kata sang pemberi petuah, kualitas dan derajat manusia dibedakan dari apa yang dikerjakannya selama menunggu, dan bagaimana orang tersebut menghadapi berbagai hambatan ketika mengisi waktu (denganmengerjakan sesuatu) selama menunggu. contohnya, dua orang murid, si A dan B,keduanya sama - sama menunggu lulus sekolah menengah kejuruan jurusan teknik komputer jaringan (TKJ), setelah sama - sama masuk ke jurusan tersebut pada tahun yang sama. selama menunggu lulus, A rajin menyimak pelajaran yang diberikan guru, selama menunggu lulus A rajin mengerjakan pekerjaan rumah, otak - atik komputer, bergaul dengan berbagai kalangan baik di lingkungan sekolah maupun aktif di milist yang anggotanya penggemar ICT, dan lain sebagainya. sementara itu, selama menunggu lulus, si B lebih banyak menghabiskan waktunya untuk main-main, mendaki gunung, ikut balapan mobil, sering mbolos, dan tidak suka mengerjakan latihan soal. nah dari cerita ringkas ini saja dapat ditarik kesimpulan sementara, siapa yang punya peluang memiliki pengetahuan yang lebih baik di bidang TKJ, sebagai hasi dari apa yang dikerjakannya selama menunggu lulus.
meski demikian tidak berarti mereka yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu selama waktu menunggu akan selalu lebih berhasil dalam masa - masa menunggu berikutnya. bisa jadi mereka yang di masa menunggu sebelumnya tidak menghabiskan waktu menungunya dengan lebih baik, namun di masa menunggu berikutnya, nasibnya lebih baik dari sahabatnya yang lebih baik mengisi waktunya di masa menunggu sebelumnya. mengapa demikian? kalangan pragmatis dan mereka yang ber-iman kepada Tuhan YME, mengatakan "itulah rahasia kuasa Tuhan", di pihak lain, kalangan spekulatif mengatakannya hal tersebut sebagai sebuah luaran (outcome) dari probabilita. sedangkan kalangan rasionalis menyataknnya sebagai suatu hasil dari pengelolaan sumber daya yang melekat pada individu. kalangan terakhir ini berpendapat, apapun yang dilakukan manusia pada suatu masa akan tersimpan dalam memori yang akan terbawa terus sampai ajal. memori ini dapat digolongkan sebagai resources atau tacit asset atau tacit knowledge (kalau bentuknya pengetahuan dan ketrampilan).
nah bisa saja orang yang di masa menunggu sebelumnya melakukan hal - hal yang oleh umum dipadang negatif atau mubasir (seperti mendaki gunung, mbolos sekolah, melawan guru, balapan mobil, tidak mengerjakan tugas rumah, dlsb) , namun di masa menunggu berikutnya, pengalaman yang rekatf negatif di masa lalu dapat ditransformasikan sebagai resources/aset yang mampu me-leverage (mengungkit ke atas) sesuatu yang lain dan akhirnya yang lain tersebut menjadi sebuah nilai positif. sedemikian mudahkah? tentu tidak, mereka yang di masa menunggu sebelumnya lebih banyak menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak relevan dengan sasaran menunggu yang akan dihadapi segera, relatif haru smengeluarkan energi lebih besar untuk dapat memanfaatkan resources - relatif negatif - yang dikumpulkan sebelumnya untuk dapat menjadi "pengungkit" (leverage) sehingga memperbaiki kondisi pada masa menunggu berikutnya. walhasil dari pada di masa menunggu berikutnya terlalu berat memikul beban, maka sebaiknya kerjakan yang baik - baik selama masa - masa menunggu di masa awal (earlier waiting periods), seperti selagi menununggu berlalunya minggu - minggu pertama, atau bulan-bulan pertama dalam semester.
kembali ke soal kualitas manusia yang ditentukan dari apa saja yang dikerjakannya selama menunggu, tulisan inipun mudah - mudahan meningkatkan kualitas hidup penulis dan pembacanya, selagi kita menunggu azhan sholat Isa, menunggu makan malam, menunggu tidur, dan menunggu esok senin.
Resensi Buku "Supercapitalism, The Transformation of Business, Democracy, and Everyday Life"
Sahabat milist, saya baru saja selesai membaca buku karya Robert B. Reich bertajuk "Supercapitalism, The Transformation of Business, Democracy, and Everyday Life", terbit tahun 2007. di bawah ini saya bagi (share) pokok - pokok pikiran utama yang ada dalam buku tersebut. Mudah- mudahan bermanfaat bagi kita. Oh ya, memerhatikan wahana milist maka buku setebal 272 halaman ini saya ringkas menjadi sembilan paragraf saja. sudah tentu banyak sekali uraian penting yang tidak dapat dikemukakan di sini. oleh karena itu bila Anda tertarik, silakan miliki buku tersebut.
Buku ini diwali dengan introduction yang menggambarkan bagaimana pada tahun 1975 Milton Friedman memenuhi undangan Augusto Pinochet pemimpin Chile, satu setengah tahun sesudah Pinochet menggulingkan pemimpin pemerintahan yang terpilih secara demokratis, Salvador Alende. Pers Amerika mengritik kepergian Friedman ke Chile, dengan mempertanyakan mengapa mendukung diktator. Friedman punya alasan sendiri untuk tetap memenuhi undangan Pinochet, tiada lain untuk mendorong Pinochet agar mangadopsi kapitalisme pasar bebas (free-market capitalism) guna merampingkan regulasi bisnis dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mulai tumbuh pada masa pemerintahan sebelumnya, serta untuk membuka Chile bagi perdagangan internasional dan investasi dari luar negeri. dalam beberapa kuliah umum yang diberikan di berbagai univesitas dan instansi pemerintah di Chile, Friedman selalu mengulang - ulang keyakinannya bahwa pasar bebas merupakan kondisi yang diperlukan bagi kebebasan berpolitik serta demokrasi yang berkelanjutan. Yang terjadi kemudian adalah sebuah paradoks. Sang Diktator percaya dan menerapkan ajaran Friedman, dan sebagai hasilnya 15 tahun sesudah kunjungan Friedman Pinochet tumbang oleh gelombang demokrasi. Kasus Pinochet ini serupa dan hampir sebangun dengan apa yang terjadi di Philipine dengan Marcos-nya, dan Indonesia dengan Soeharto-nya.
Di luar negara - negara yang mengalami nasib serupa Chile, Amerika (AS) sudah lama dipercaya sebagai sebuah negara yang berhasil menerapkan ide kapitalisme dan demokrasi secara beriringan (hand in hand). Namun tahun - tahun berikutnya sejak kuliah Friedman yang fenomenal itu, hubungan keduanya (antara demokrasi dan kapitalisme) mulai mengendor bahkan menjadi tidak seimbang, kapitalisme pasar bebas semakin kuat, sebaliknya, demokrasi menjadi semakin lemah. Sejak 1970-an ekonomi AS tumbuh dan semakin memperkuat posisinya sebagai raksasa ekonomi dunia. konsumen dimanja dengan tersedianya produk-produk teknologi mutakhir, seperti iPod, personal computer, antidepressant, mobil hybrid, dan lain sebagainya, sementara harga - harga produk dan layanan standar semakin menurun karena tercapainya produksi pada skala ekonomi yang efisien. salah satu dampaknya adalah adanya peningkatan harapan hidup. di lingkungan bisnis, periode ini juga ditandai oleh semakin naiknya tingkat efisiensi perusahaan dan naiknya harga saham. dan melengkapi keberhasilan ini, tingkat inflasi juga relatif selalu terkendali.
sukses AS ditiru oleh negara - negara lain. Kapitalisme AS berhasil memenangkan pertempuran melawan komunisme dan sekarang paham kapitalisme telah menyebar ke seantero dunia. sebagian besar negara di dunia ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem integrasi tunggal kapitalisme global. Bahkan Eropa Timur yang semula menganut komunisme dan sosialisme, sekarang berbondong - bondong mengusung kapitalisme. Demikian pula China, walau aspirasi politiknya masih menganut komunisme, namun sistem ekonominya sudah jadi kapitalis. inilah contoh sukses kapitalisme.
keberhasilan menganut ekonomi berbasis kapitalisme, tiada tertahankan akhirnya membawa sisi negatif. ketidak-setaraan (inequality) dan kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan (income and wealth gaps) muncul di mana - mana bahkan di AS sekalipun. selain itu, keunggulan kapitalisme ternyata juga mengandung permasalahan - permasalahan lain seperti ketidak-pastian pekerjaan (job insecurity) dan kerusakan lingkungan akibat pemanasan global.
jadi ibarat membuat dan membagi kue, aplikasi kapitalisme di berbagai negara telah berhasil membesarkan kue ekonomi, namun karena sifat kerakusan pembuat kue (pelaku ekonomi) sehingga ketika membagi, pembagiannya tidak merata dan seimbang. bagaimana membagi kue (ekonomi) dengan rata dan seimbang inilah yang sejatinya menjadi tugas demokrasi. inilah yang menjelaskan mengapa ketika perekonomian semakin menguat sebagai buah sukses kapitalis, namun sejurus sesudah itu pertumbuhan ekonomi mengalami ancaman karena bagaimana menjaga dan mengelola kinerja ekonomi (melalui mekanisme demokrasi) tidak berjalan dengan baik.
demokrasi tidak sekedar dimaknai sebagai proses pemilihan pejabat publik secara bebas dan adil (free and fair). lebih dari itu, demokrasi perlu diyakini sebagai sebuah sistem untuk mencapai apa yang diinginkan oleh setiap warga dengan cara bergabung bersama dengan warga lain, untuk menentukan aturan main yang luarannya mencerminkan kepentingan bersama. Aturan inilah yang dapat memengaruhi cepat-lambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Demokrasi dimaksudkan untuk memungkinkan kita membuat pilihan - pilihan kebijakan (trade-off policy) yang membantu tercapainya pertumbuhan dan pemerataan atau tujuan - tujuan lain yang menjadi kepentingan bersama, bukan kepentingan golongan atau elite saja.
sayangnya, di banyak negara, termasuk di negara - negara yang meng-kalim sudah menganut demokrasi, masih bergulat untuk mewujudkan fungsi demokrasi yang sejati ini. demokrasi menjadi tidak responsif terhadap tuntutan publik, sementara di ujung lain, kapitalisme tumbuh menjadi alat bagi pemenuhan segala kebutuhan manusia. mengapa hal ini terjadi?
jawab ringkasnya, para pelaku kapitalisme dengan kekuatan ekonomi yang dimiliknya memengaruhi pejabat publik/politisi yang terpilih secara demokratis. kedua aktor ini menjalin hubungan "bisnis" yang saling menguntungkan. kapitalis dilindungi (oleh pejabat publik dan politisi) dengan membuat aturan - aturan yang sedemikian rupa sehingga kepentingan kapitalis melenggang mulus dalam berbagai dinamika masyarakat. sebagai imbalan, pejabat publik/politisi menerima "amunisi" (dari pelaku kapitalis) yang selanjutnya digunakan untuk melanggengkan kekuasaannya. maka terjadilah hubungan yang saling menguatkan (kepentingan pribadi), namun melemahkan kepentingan warga negara (yang hak-haknya dijual oleh politisi).
resep yang ditawarkan Reich? perlu adanya pemisahan yang tegas antara politik (sebagai mekanisme demokrasi) dan bisnis (sebagai mekanisme kapitalisme). sudah cukup? belum. Reich tidak menganjurkan AS atau negara - negara lain di dunia berpaling ke sosialisme. ia (Reich) sejalan dengan pemikiran Fukuyama, bahwa pada akhirnya sistem ekonomi yang dapat bertahan dalam berbagai sistem politik adalah kapitalisme. namun kali ini bukan kapitalisme konvensional melainkan super kapitalisme. Apa bedanya? jika sebelumnya demokrasi lebih berperan sebagai pelayan kapitalisme, dalam super kapitalisme, konstelasi ini perlu dibalik, kapitalisme menjadi pelayan demokrasi. artinya kesejahteraan individu perlu dan harus diberi ruang yang seluas-luasnya, namun kepentingan orang banyak (publik, masyarakat) harus diberi prioritas, didahulukan.
pendapat pribadi saya, buku ini menegaskan kembali perlunya; pemisahan kekuatan (segregation of power) antara ekonomi dan demokrasi secara jelas dan tidak ada saling memanfaatkan di antara keduanya yang hanya menguntungkan pelakunya saja; serta definisi ulang hubungan antara keduanya. bahwasanya disarankan agar kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan pribadi, saran ini sejatinya hanya mengingatkan esensi demokrasi. diyakini bahwa politisi sudah tahu paradigma tersebut. persoalannya, politisi dan atau pejabat publik acap lupa bahwa tugas utama mereka adalah menyejahterakan warga bukan diri sendiri.
semoga bermanfaat.
Buku ini diwali dengan introduction yang menggambarkan bagaimana pada tahun 1975 Milton Friedman memenuhi undangan Augusto Pinochet pemimpin Chile, satu setengah tahun sesudah Pinochet menggulingkan pemimpin pemerintahan yang terpilih secara demokratis, Salvador Alende. Pers Amerika mengritik kepergian Friedman ke Chile, dengan mempertanyakan mengapa mendukung diktator. Friedman punya alasan sendiri untuk tetap memenuhi undangan Pinochet, tiada lain untuk mendorong Pinochet agar mangadopsi kapitalisme pasar bebas (free-market capitalism) guna merampingkan regulasi bisnis dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mulai tumbuh pada masa pemerintahan sebelumnya, serta untuk membuka Chile bagi perdagangan internasional dan investasi dari luar negeri. dalam beberapa kuliah umum yang diberikan di berbagai univesitas dan instansi pemerintah di Chile, Friedman selalu mengulang - ulang keyakinannya bahwa pasar bebas merupakan kondisi yang diperlukan bagi kebebasan berpolitik serta demokrasi yang berkelanjutan. Yang terjadi kemudian adalah sebuah paradoks. Sang Diktator percaya dan menerapkan ajaran Friedman, dan sebagai hasilnya 15 tahun sesudah kunjungan Friedman Pinochet tumbang oleh gelombang demokrasi. Kasus Pinochet ini serupa dan hampir sebangun dengan apa yang terjadi di Philipine dengan Marcos-nya, dan Indonesia dengan Soeharto-nya.
Di luar negara - negara yang mengalami nasib serupa Chile, Amerika (AS) sudah lama dipercaya sebagai sebuah negara yang berhasil menerapkan ide kapitalisme dan demokrasi secara beriringan (hand in hand). Namun tahun - tahun berikutnya sejak kuliah Friedman yang fenomenal itu, hubungan keduanya (antara demokrasi dan kapitalisme) mulai mengendor bahkan menjadi tidak seimbang, kapitalisme pasar bebas semakin kuat, sebaliknya, demokrasi menjadi semakin lemah. Sejak 1970-an ekonomi AS tumbuh dan semakin memperkuat posisinya sebagai raksasa ekonomi dunia. konsumen dimanja dengan tersedianya produk-produk teknologi mutakhir, seperti iPod, personal computer, antidepressant, mobil hybrid, dan lain sebagainya, sementara harga - harga produk dan layanan standar semakin menurun karena tercapainya produksi pada skala ekonomi yang efisien. salah satu dampaknya adalah adanya peningkatan harapan hidup. di lingkungan bisnis, periode ini juga ditandai oleh semakin naiknya tingkat efisiensi perusahaan dan naiknya harga saham. dan melengkapi keberhasilan ini, tingkat inflasi juga relatif selalu terkendali.
sukses AS ditiru oleh negara - negara lain. Kapitalisme AS berhasil memenangkan pertempuran melawan komunisme dan sekarang paham kapitalisme telah menyebar ke seantero dunia. sebagian besar negara di dunia ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem integrasi tunggal kapitalisme global. Bahkan Eropa Timur yang semula menganut komunisme dan sosialisme, sekarang berbondong - bondong mengusung kapitalisme. Demikian pula China, walau aspirasi politiknya masih menganut komunisme, namun sistem ekonominya sudah jadi kapitalis. inilah contoh sukses kapitalisme.
keberhasilan menganut ekonomi berbasis kapitalisme, tiada tertahankan akhirnya membawa sisi negatif. ketidak-setaraan (inequality) dan kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan (income and wealth gaps) muncul di mana - mana bahkan di AS sekalipun. selain itu, keunggulan kapitalisme ternyata juga mengandung permasalahan - permasalahan lain seperti ketidak-pastian pekerjaan (job insecurity) dan kerusakan lingkungan akibat pemanasan global.
jadi ibarat membuat dan membagi kue, aplikasi kapitalisme di berbagai negara telah berhasil membesarkan kue ekonomi, namun karena sifat kerakusan pembuat kue (pelaku ekonomi) sehingga ketika membagi, pembagiannya tidak merata dan seimbang. bagaimana membagi kue (ekonomi) dengan rata dan seimbang inilah yang sejatinya menjadi tugas demokrasi. inilah yang menjelaskan mengapa ketika perekonomian semakin menguat sebagai buah sukses kapitalis, namun sejurus sesudah itu pertumbuhan ekonomi mengalami ancaman karena bagaimana menjaga dan mengelola kinerja ekonomi (melalui mekanisme demokrasi) tidak berjalan dengan baik.
demokrasi tidak sekedar dimaknai sebagai proses pemilihan pejabat publik secara bebas dan adil (free and fair). lebih dari itu, demokrasi perlu diyakini sebagai sebuah sistem untuk mencapai apa yang diinginkan oleh setiap warga dengan cara bergabung bersama dengan warga lain, untuk menentukan aturan main yang luarannya mencerminkan kepentingan bersama. Aturan inilah yang dapat memengaruhi cepat-lambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Demokrasi dimaksudkan untuk memungkinkan kita membuat pilihan - pilihan kebijakan (trade-off policy) yang membantu tercapainya pertumbuhan dan pemerataan atau tujuan - tujuan lain yang menjadi kepentingan bersama, bukan kepentingan golongan atau elite saja.
sayangnya, di banyak negara, termasuk di negara - negara yang meng-kalim sudah menganut demokrasi, masih bergulat untuk mewujudkan fungsi demokrasi yang sejati ini. demokrasi menjadi tidak responsif terhadap tuntutan publik, sementara di ujung lain, kapitalisme tumbuh menjadi alat bagi pemenuhan segala kebutuhan manusia. mengapa hal ini terjadi?
jawab ringkasnya, para pelaku kapitalisme dengan kekuatan ekonomi yang dimiliknya memengaruhi pejabat publik/politisi yang terpilih secara demokratis. kedua aktor ini menjalin hubungan "bisnis" yang saling menguntungkan. kapitalis dilindungi (oleh pejabat publik dan politisi) dengan membuat aturan - aturan yang sedemikian rupa sehingga kepentingan kapitalis melenggang mulus dalam berbagai dinamika masyarakat. sebagai imbalan, pejabat publik/politisi menerima "amunisi" (dari pelaku kapitalis) yang selanjutnya digunakan untuk melanggengkan kekuasaannya. maka terjadilah hubungan yang saling menguatkan (kepentingan pribadi), namun melemahkan kepentingan warga negara (yang hak-haknya dijual oleh politisi).
resep yang ditawarkan Reich? perlu adanya pemisahan yang tegas antara politik (sebagai mekanisme demokrasi) dan bisnis (sebagai mekanisme kapitalisme). sudah cukup? belum. Reich tidak menganjurkan AS atau negara - negara lain di dunia berpaling ke sosialisme. ia (Reich) sejalan dengan pemikiran Fukuyama, bahwa pada akhirnya sistem ekonomi yang dapat bertahan dalam berbagai sistem politik adalah kapitalisme. namun kali ini bukan kapitalisme konvensional melainkan super kapitalisme. Apa bedanya? jika sebelumnya demokrasi lebih berperan sebagai pelayan kapitalisme, dalam super kapitalisme, konstelasi ini perlu dibalik, kapitalisme menjadi pelayan demokrasi. artinya kesejahteraan individu perlu dan harus diberi ruang yang seluas-luasnya, namun kepentingan orang banyak (publik, masyarakat) harus diberi prioritas, didahulukan.
pendapat pribadi saya, buku ini menegaskan kembali perlunya; pemisahan kekuatan (segregation of power) antara ekonomi dan demokrasi secara jelas dan tidak ada saling memanfaatkan di antara keduanya yang hanya menguntungkan pelakunya saja; serta definisi ulang hubungan antara keduanya. bahwasanya disarankan agar kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan pribadi, saran ini sejatinya hanya mengingatkan esensi demokrasi. diyakini bahwa politisi sudah tahu paradigma tersebut. persoalannya, politisi dan atau pejabat publik acap lupa bahwa tugas utama mereka adalah menyejahterakan warga bukan diri sendiri.
semoga bermanfaat.
Sunday, November 16, 2008
Assessment Perbaikan Sektor Telekomunikasi Di Negara Berkembang
Fink, Mattoo, dan Rathindran (2004) menyatakan privatisasi dan persaingan membantu peningkatan kinerja sektor telekomunikasi secara signifikan. Namun perbaikan program secara meluas, termasuk perbaikan kebijakan dan dukungan regulator independen memberikan peningkatan kinerja yang lebih besar. Hal yang perlu diperbaiki yaitu mengenai penetrasi yang lebih rendah jika persaingan terjadi setelah adanya privatisasi dibandingkan jika keduanya terjadi secara bersamaan. Selain itu, faktor teknologi juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap kinerja sektor telekomunikasi.
Penelitian Fink, Mattoo dan Rathndran ini mencoba mencari hubungan antara kebijakan dan kinerja pada sektor telekomunikasi. Dimensi kebijakan yang digunakan ada tiga, yaitu perubahan kepemilikan perusahaan, pembukaan pasar persaingan dan memperkuat regulasi, sementara dimensi kinerja yang digunakan ada dua yaitu, efisiensi internal perusahaan yang diwakili dengan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi alokasi pasar yang diwakili dengan output aggregat. Namun demikian, total faktor produksi merupakan ukuran yang lebih baik untuk mengukur efisiensi internal perusahaan sementara output aggregat bukan alat yang tepat untuk mengukur efisiensi alokasi pasar karena kemungkinan terdapat ekspansi jaringan yang berlebihan.
Privatisasi tidak hanya melibatkan transfer kepemilikan asset dari publik kepada pihak swasta tetapi juga hak dalam pengambilan keputusan serta keuntungan yang diperoleh. Penelitian sebelumnya menekankan adanya pengaruh perubahan tujuan perusahaan setelah privatisasi, yaitu dari memaksimalisasi kesejahteraan sosial menjadi memaksimalisasi keuntungan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa dengan struktur pasar yang terkonsentrasi, kepemilikan publik lebih mendorong efisiensi alokasi dibandingkan dengan kepemilikan swasta dimana terdapat keinginan untuk membatasi output agar dapat memaksimalisasi keuntungan.
Pengaruh perubahan kepemilikan lainnya yaitu terjadinya perubahan dalam manajemen perusahaan. Perubahan kinerja dipengaruhi oelah perubahan yang terjadi pada hubungan antara manajemen perusahaan dengan pemilik saham, atau pemerintah, atau masyarakat umum. Pemilik swasta lebih mengutamakan efisiensi internal, karena itu dengan perubahan kepemilikan dari pulik ke swasta (atau asing) akan meningkatkan efisiensi internal perusahaan.
Semakin ketatnya persaingan akan mendorong efisiensi alokasi dan efisiensi internal. Perusahaan, pihak swasta atau publik harus berusaha untuk mencapai efisiensi agar dapat bertahan dalam persaingan. Hal tersebut akan mengurangi tekanan monopolistik.
Dalam sektor telekomunikasi, regulasi memainkan dua peran. Pertama, jika struktur pasar tidak kompetitif, maka regulasi dapat berfungsi sebagai pengganti ketidaksempurnaan persaingan pada saat perusahaan publik diprivatisasi. Kedua, karena operator incumbent mengendalikan akses terhadap fasilitas yang esensial, seperti jaringan, maka diperlukan adanya regulasi mengenai akses terhadap jaringan untuk perusahaan baru agar dapat menarik persaingan.
Selain menjamin terjadinya persaingan, tujuan regulator dalam menciptakan rangsangan bagi perusahaan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya dan ekspansi jaringan. Jika Regulator dapat mencapai tujuan tersebut, maka dengan adanya privatisasi dan persaingan, produktivitas tenaga kerja dan output agregat telekomunikasi akan meningkat.
Privatisasi harus dilakukan sebelum dibukanya persaingan karena akan mempengaruhi kondisi persaingan. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sunk cost dalam basis telekomunikasi yang dapat digunakan secara strategis bagi perusahaan yang memasuki pasar lebih dulu sehingga incumbent dapat memanfaatkannya dan merugikan perusahaan yang baru masuk dalam persaingan.
Selain itu juga terdapat alasan lain privatisasi lebih baik dilakukan lebih dulu dibandingkan dengan pembukaan persaingan. Pertama, jika untuk masuk ke dalam persaingan dibutuhkan biaya yang besar, maka incumbent dapat menghalangi perusahaan lain untuk masuk ke dalam pasar sehingga struktur pasar menjadi terkonsentrasi. Kedua, incumbent dapat bekerja sama dengan inferior supplier untuk membangun posisi pasar yang dominan. Hal tersebut jelas akan menghalangi terjadinya persaingan.*****
Penelitian Fink, Mattoo dan Rathndran ini mencoba mencari hubungan antara kebijakan dan kinerja pada sektor telekomunikasi. Dimensi kebijakan yang digunakan ada tiga, yaitu perubahan kepemilikan perusahaan, pembukaan pasar persaingan dan memperkuat regulasi, sementara dimensi kinerja yang digunakan ada dua yaitu, efisiensi internal perusahaan yang diwakili dengan produktivitas tenaga kerja dan efisiensi alokasi pasar yang diwakili dengan output aggregat. Namun demikian, total faktor produksi merupakan ukuran yang lebih baik untuk mengukur efisiensi internal perusahaan sementara output aggregat bukan alat yang tepat untuk mengukur efisiensi alokasi pasar karena kemungkinan terdapat ekspansi jaringan yang berlebihan.
Privatisasi tidak hanya melibatkan transfer kepemilikan asset dari publik kepada pihak swasta tetapi juga hak dalam pengambilan keputusan serta keuntungan yang diperoleh. Penelitian sebelumnya menekankan adanya pengaruh perubahan tujuan perusahaan setelah privatisasi, yaitu dari memaksimalisasi kesejahteraan sosial menjadi memaksimalisasi keuntungan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa dengan struktur pasar yang terkonsentrasi, kepemilikan publik lebih mendorong efisiensi alokasi dibandingkan dengan kepemilikan swasta dimana terdapat keinginan untuk membatasi output agar dapat memaksimalisasi keuntungan.
Pengaruh perubahan kepemilikan lainnya yaitu terjadinya perubahan dalam manajemen perusahaan. Perubahan kinerja dipengaruhi oelah perubahan yang terjadi pada hubungan antara manajemen perusahaan dengan pemilik saham, atau pemerintah, atau masyarakat umum. Pemilik swasta lebih mengutamakan efisiensi internal, karena itu dengan perubahan kepemilikan dari pulik ke swasta (atau asing) akan meningkatkan efisiensi internal perusahaan.
Semakin ketatnya persaingan akan mendorong efisiensi alokasi dan efisiensi internal. Perusahaan, pihak swasta atau publik harus berusaha untuk mencapai efisiensi agar dapat bertahan dalam persaingan. Hal tersebut akan mengurangi tekanan monopolistik.
Dalam sektor telekomunikasi, regulasi memainkan dua peran. Pertama, jika struktur pasar tidak kompetitif, maka regulasi dapat berfungsi sebagai pengganti ketidaksempurnaan persaingan pada saat perusahaan publik diprivatisasi. Kedua, karena operator incumbent mengendalikan akses terhadap fasilitas yang esensial, seperti jaringan, maka diperlukan adanya regulasi mengenai akses terhadap jaringan untuk perusahaan baru agar dapat menarik persaingan.
Selain menjamin terjadinya persaingan, tujuan regulator dalam menciptakan rangsangan bagi perusahaan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya dan ekspansi jaringan. Jika Regulator dapat mencapai tujuan tersebut, maka dengan adanya privatisasi dan persaingan, produktivitas tenaga kerja dan output agregat telekomunikasi akan meningkat.
Privatisasi harus dilakukan sebelum dibukanya persaingan karena akan mempengaruhi kondisi persaingan. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sunk cost dalam basis telekomunikasi yang dapat digunakan secara strategis bagi perusahaan yang memasuki pasar lebih dulu sehingga incumbent dapat memanfaatkannya dan merugikan perusahaan yang baru masuk dalam persaingan.
Selain itu juga terdapat alasan lain privatisasi lebih baik dilakukan lebih dulu dibandingkan dengan pembukaan persaingan. Pertama, jika untuk masuk ke dalam persaingan dibutuhkan biaya yang besar, maka incumbent dapat menghalangi perusahaan lain untuk masuk ke dalam pasar sehingga struktur pasar menjadi terkonsentrasi. Kedua, incumbent dapat bekerja sama dengan inferior supplier untuk membangun posisi pasar yang dominan. Hal tersebut jelas akan menghalangi terjadinya persaingan.*****
Berbagai Isu Dalam Merancang Regulasi
– What is the optimal outcome?
– Do we need to regulate?
– Can we design a regulatory mechanism that induces the regulated firm to act in a way that results in the optimal outcome?
– Do we have to balance the benefits of regulation with its costs and risks, e.g. regulator’s capture?
– Dynamics of the environment
– Innovations and technological progress
– Internationalization
– Changing behavioural patterns of consumers
– Do we need to regulate?
– Can we design a regulatory mechanism that induces the regulated firm to act in a way that results in the optimal outcome?
– Do we have to balance the benefits of regulation with its costs and risks, e.g. regulator’s capture?
– Dynamics of the environment
– Innovations and technological progress
– Internationalization
– Changing behavioural patterns of consumers
Berbagai Macam Mekanisme Pembayaran Dalam Online Transaction
Pembayaran atas transaksi di e-commerce dapat dilakukan menggunakan salah satu atau kombinasi dari berbagai mekanisme yang dapat dikembangkan. Ditinjau dari kronologi perkembangannya, pada awal e-commerce, ketika belum ada dukungan dari pihak penjamin transaksi elektronik, pembayaran dilakukan dengan transfer melalui bank selayaknya transaksi bisnis konvensional. Dalam e-commerce di generasi pertama, identitas pembeli dicatat dalam sebuah data base penyelenggara. Selanjutnya dilakukan verifikasi fisik, dan kadang kala penyekenggara minta uang jaminan kepada calon pembeli. Walhasil mekanisme pembayaran semacam ini disebut hybrid, mengingat penawaran (offer) dan penerimaan persetujuan membeli (acceptance) dilakukan melalui media elektronik (Internet) sedangkan penyerahan (delivery) – khususnya komoditas fisik – dan pembayaran dilakukan melalui cara konvensional (cash atau transfer).
Sejalan dengan semakin dikenalnya kartu kredit (dan kemudian kartu debet), modus pembayaran atas transaksi bisnis melalui media elektronik (Internet) berubah., dari hybrid menjadi pembayaran secara elektronik (electronic payment).
Ketika penyelenggara dan pengguna jasa telekomunikasi mulai menyadari bahwa pulsa telepon yang tersimpan (deposited) dalam kartu prabayar memiliki fungsi yang sama dengan uang, maka kita menyaksikan bagaimana kartu prabayar tersebut dapat digunakan untuk membeli barang. Mengingat jumlah “uang” yang tersimpan dalam kartu prabayar pada umumnya tidak terlalu besar, maka pembayaran menggunakan kartu prabayar dapat digolongkan sebagai pembayaran untuk jumlah transaksi yang relatif kecil (micropayment). Maka “pulsa” yang nota bene merupakan uang yang di-deposit-kan (dipercayakan oleh pelanggan untuk disimpan oleh penyelenggara telekomunikasi), berevolusi menjadi uang digital.
Bentuk pembayaran yang digunakan dalam transaksi melalui Internet pada umumnya mengacu kepada sistem keuangan nasional, tapi ada juga yang mengacu pada keuangan internasional. Adapun klasifikasi berbagai mekanisme pembayaran tersebut dapat dibagi dalam lima mekanisme utama, seperti:
1. Transaksi model-ATM, yang menyangkut hanya institusi finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing.
2. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, transaksi dilakukan langsung antara dua pihak tanpa perantara menggunakan uang nasionalnya.
3. Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, umumnya proses pembayaran yang menyangkut debit, kredit maupun chek masuk dalam kategori ini.
4. Micropayment, dalam bahasa sederhananya adalah pembayaran untuk uang recehan yang kecil-kecil. Mekanisme micropayment ini penting dikembangkan karena sangat diperlukan pembayaran receh yang kecil tanpa overhead transaksi yang tinggi.
5. Digital cash, digital money, atau uang elektronik yang dienkripsi (referensi lihat di http://www.digicash.com). Uang elektronik menjamin privacy dari user, digital money cash tetap terjamin sama seperti uang kertas maupun coin yang kita kenal.*****
Sejalan dengan semakin dikenalnya kartu kredit (dan kemudian kartu debet), modus pembayaran atas transaksi bisnis melalui media elektronik (Internet) berubah., dari hybrid menjadi pembayaran secara elektronik (electronic payment).
Ketika penyelenggara dan pengguna jasa telekomunikasi mulai menyadari bahwa pulsa telepon yang tersimpan (deposited) dalam kartu prabayar memiliki fungsi yang sama dengan uang, maka kita menyaksikan bagaimana kartu prabayar tersebut dapat digunakan untuk membeli barang. Mengingat jumlah “uang” yang tersimpan dalam kartu prabayar pada umumnya tidak terlalu besar, maka pembayaran menggunakan kartu prabayar dapat digolongkan sebagai pembayaran untuk jumlah transaksi yang relatif kecil (micropayment). Maka “pulsa” yang nota bene merupakan uang yang di-deposit-kan (dipercayakan oleh pelanggan untuk disimpan oleh penyelenggara telekomunikasi), berevolusi menjadi uang digital.
Bentuk pembayaran yang digunakan dalam transaksi melalui Internet pada umumnya mengacu kepada sistem keuangan nasional, tapi ada juga yang mengacu pada keuangan internasional. Adapun klasifikasi berbagai mekanisme pembayaran tersebut dapat dibagi dalam lima mekanisme utama, seperti:
1. Transaksi model-ATM, yang menyangkut hanya institusi finansial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account masing-masing.
2. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, transaksi dilakukan langsung antara dua pihak tanpa perantara menggunakan uang nasionalnya.
3. Pembayaran dengan perantara pihak ketiga, umumnya proses pembayaran yang menyangkut debit, kredit maupun chek masuk dalam kategori ini.
4. Micropayment, dalam bahasa sederhananya adalah pembayaran untuk uang recehan yang kecil-kecil. Mekanisme micropayment ini penting dikembangkan karena sangat diperlukan pembayaran receh yang kecil tanpa overhead transaksi yang tinggi.
5. Digital cash, digital money, atau uang elektronik yang dienkripsi (referensi lihat di http://www.digicash.com). Uang elektronik menjamin privacy dari user, digital money cash tetap terjamin sama seperti uang kertas maupun coin yang kita kenal.*****
Teori Ekonomi Regulasi dan Deregulasi
Peltzman (1989) menguji keberhasilan dari adanya perubahan institusi regulator yang terjadi sejak teori ekonomi mengalami perkembangan.
Pembahasan pada studi Peltzman (1989) ini memasukkan poin-poin Teori Ekonomi kepada dua sumber tekanan deregulasi, yaitu: perubahan dalam 'politik' dan perubahan dalam 'ekonomi' pada industri yang diregulasi. Perubahan politik yaitu seperti perubahan kekuatan kelompok politik dan perubahan yang mendasari organisasi dan teknologi informasi.
Menurut Peltzman dan Becker dalam Teori Ekonomi, terdapat dua macam perubahan ekonomi yang mempengaruhi deregulasi, yaitu (1) adanya gap antara keseimbangan regulasi dan karakteristik deregulasi industri, sehingga regulasi menjadi tidak ada artinya, atau (2) kekayaan yang akan diredistribusikan semakin sedikit karena adanya kepentingan politik di dalam regulasi.
Pada industri yang kompetitif, biaya yang lebih rendah akan meningkatkan jumlah produsen dan menghasilkan surplus konsumen dalam jangka pendek. Surplus konsumen yang tinggi dalam jangka panjang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya koalisi dari beberapa produsen dalam menentukan deregulasi.
Teori Ekonomi muncul karena banyaknya dugaan mengenai regulator yang bekerja sama dengan produsen. Dugaan tersebut memberikan permasalahan dalam deregulasi yaitu, selama industri dapat terus berjalan, produsen dapat memperoleh keuntungan dengan mengendalikan regulator dalam persaingan.
Teori Ekonomi telah dikembangkan dengan menekankan pada aspek koalisi politik. Karena itu dibutuhkan keseimbangan pada tekanan yang berasal dari persaingan yang terpusat. Hal ini menambah ruang lingkup deregulasi. Selama regulasi hanya menguntungkan beberapa bagian dari koalisi, maka deregulasi tersebut tidak dapat diangkat menjadi suatu kebijakan. Deregulasi dapat diterima jika menguntungkan minimal sebagian besar pemain dalam industri. Untuk itu deregulasi harus dapat mencapai efisiensi.
Regulasi muncul saat terdapat ketidaksesuaian antara tekanan politik dan distribusi kesejahteraan.
Tingkat keuntungan, baik dalam bentuk politik maupun keuangan, bukan merupakan ukuran yang sesuai untuk menilai keberhasilan suatu usaha. Hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui berapa lama keuntungan tersebut dapat bertahan. Persaingan yang ketat dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh dengan cepat sehingga implementasi regulasi dalam tekanan politik tidak akan berpengaruh.*****
Pembahasan pada studi Peltzman (1989) ini memasukkan poin-poin Teori Ekonomi kepada dua sumber tekanan deregulasi, yaitu: perubahan dalam 'politik' dan perubahan dalam 'ekonomi' pada industri yang diregulasi. Perubahan politik yaitu seperti perubahan kekuatan kelompok politik dan perubahan yang mendasari organisasi dan teknologi informasi.
Menurut Peltzman dan Becker dalam Teori Ekonomi, terdapat dua macam perubahan ekonomi yang mempengaruhi deregulasi, yaitu (1) adanya gap antara keseimbangan regulasi dan karakteristik deregulasi industri, sehingga regulasi menjadi tidak ada artinya, atau (2) kekayaan yang akan diredistribusikan semakin sedikit karena adanya kepentingan politik di dalam regulasi.
Pada industri yang kompetitif, biaya yang lebih rendah akan meningkatkan jumlah produsen dan menghasilkan surplus konsumen dalam jangka pendek. Surplus konsumen yang tinggi dalam jangka panjang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya koalisi dari beberapa produsen dalam menentukan deregulasi.
Teori Ekonomi muncul karena banyaknya dugaan mengenai regulator yang bekerja sama dengan produsen. Dugaan tersebut memberikan permasalahan dalam deregulasi yaitu, selama industri dapat terus berjalan, produsen dapat memperoleh keuntungan dengan mengendalikan regulator dalam persaingan.
Teori Ekonomi telah dikembangkan dengan menekankan pada aspek koalisi politik. Karena itu dibutuhkan keseimbangan pada tekanan yang berasal dari persaingan yang terpusat. Hal ini menambah ruang lingkup deregulasi. Selama regulasi hanya menguntungkan beberapa bagian dari koalisi, maka deregulasi tersebut tidak dapat diangkat menjadi suatu kebijakan. Deregulasi dapat diterima jika menguntungkan minimal sebagian besar pemain dalam industri. Untuk itu deregulasi harus dapat mencapai efisiensi.
Regulasi muncul saat terdapat ketidaksesuaian antara tekanan politik dan distribusi kesejahteraan.
Tingkat keuntungan, baik dalam bentuk politik maupun keuangan, bukan merupakan ukuran yang sesuai untuk menilai keberhasilan suatu usaha. Hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui berapa lama keuntungan tersebut dapat bertahan. Persaingan yang ketat dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh dengan cepat sehingga implementasi regulasi dalam tekanan politik tidak akan berpengaruh.*****
Politik Siklus Harga dalam Industri Yang Diregulasi: Teori dan Fakta
Studi Paita dan Moiva (2006) mengembangkan model regulasi politik di mana politikus menetapkan regulasi harga untuk memperoleh dukungan dari pihak konsumen. Dorongan politik dan tuntutan kesejahteraan berinteraksi dalam model yang disajikan, menghasilkan keseimbangan baru dalam penetapan harga yang lebih rendah pada industri yang diatur selama periode sebelum pemilihan. Studi ini juga memberikan dukungan empiris pada model teoritis. Dengan menggunakan data dari 32 industri dan negara berkembang selama 1978-2004, studi ini menemukan bukti kuat, berdasarkan statistik dan eknometrik, mengenai keberadaan politik siklus harga dalam pasar minyak gas.
Model penelitian ini menggambarkan perilaku regulator pemerintah yang berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam pasar yang diregulasi dan meningkatkan kesempatan pemerintah untuk dipilih kembali. Pencapaian kesejahteraan sosial, yang menyesuaikan kebutuhan konsumen dengan keuntungan perusahaan, ditentukan pada awal periode pemilihan. Hal tersebut akan mengubah kerja sama politik atau kondisi perekonomian menjadi pasar yang diregulasi. Regulator pemerintah menetapkan harga di bawah harga yang sesuai dengan kesejahteraan masyarakat untuk memperoleh dukungan konsumen. Model ini menemukan keseimbangan strategi regulasi di mana beberapa regulator akan menurunkan ketentuan harga yang diregulasi pada periode pemilihan, dengan demikian akan memunculkan politik siklus harga dalam industri yang diregulasi.
Pengujian dilakukan pada pasar minyak gas karena pasar tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kebutuhan konsumen. Selain itu, fluktuasi harga minyak gas domestik ditentukan dan dikontrol oleh pemerintah.
Model ekonometrik juga menunjukkan adanya politik siklus harga dalam harga minyak gas. Persamaan sederhana yang menghubungkan harga minyak gas dengan perubahan biaya pengolahan minyak bagi produsen domestik minyak gas (yang diasumsikan dipengaruhi oleh harga minyak internasional dan tingkat perubahan nilai tukar) dan variabel dummy yang mengindikasikan periode kegiatan pemilihan dilakukan dengan menggunakan teknik panel data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 0,8% hingga 1% rata-rata harga minyak gas, selama musim pemilihan pada 32 negara yang diobservasi sebagai sampel, relatif menurun drastis. Hasil peneilitian ini sesuai dengan berbegai model spesifikasi. Karena politik siklus harga tidak terjadi di seluruh negara setiap waktu, maka diasumsikan bahwa penurunan harga minyak gas akan lebih signifikan pada negara yang diobservasi pada penelitian ini.*****
Model penelitian ini menggambarkan perilaku regulator pemerintah yang berusaha untuk memaksimalkan kesejahteraan sosial dalam pasar yang diregulasi dan meningkatkan kesempatan pemerintah untuk dipilih kembali. Pencapaian kesejahteraan sosial, yang menyesuaikan kebutuhan konsumen dengan keuntungan perusahaan, ditentukan pada awal periode pemilihan. Hal tersebut akan mengubah kerja sama politik atau kondisi perekonomian menjadi pasar yang diregulasi. Regulator pemerintah menetapkan harga di bawah harga yang sesuai dengan kesejahteraan masyarakat untuk memperoleh dukungan konsumen. Model ini menemukan keseimbangan strategi regulasi di mana beberapa regulator akan menurunkan ketentuan harga yang diregulasi pada periode pemilihan, dengan demikian akan memunculkan politik siklus harga dalam industri yang diregulasi.
Pengujian dilakukan pada pasar minyak gas karena pasar tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap kebutuhan konsumen. Selain itu, fluktuasi harga minyak gas domestik ditentukan dan dikontrol oleh pemerintah.
Model ekonometrik juga menunjukkan adanya politik siklus harga dalam harga minyak gas. Persamaan sederhana yang menghubungkan harga minyak gas dengan perubahan biaya pengolahan minyak bagi produsen domestik minyak gas (yang diasumsikan dipengaruhi oleh harga minyak internasional dan tingkat perubahan nilai tukar) dan variabel dummy yang mengindikasikan periode kegiatan pemilihan dilakukan dengan menggunakan teknik panel data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya 0,8% hingga 1% rata-rata harga minyak gas, selama musim pemilihan pada 32 negara yang diobservasi sebagai sampel, relatif menurun drastis. Hasil peneilitian ini sesuai dengan berbegai model spesifikasi. Karena politik siklus harga tidak terjadi di seluruh negara setiap waktu, maka diasumsikan bahwa penurunan harga minyak gas akan lebih signifikan pada negara yang diobservasi pada penelitian ini.*****
Proses Standarisasi Sistem Teknologi: Menciptakan Keseimbangan antara Persaingan dan Kerja Sama
Banyak perusahaan yang mencoba untuk melakukan standarisasi teknologi baru. Mereka dapat menggunakan hak atas kepemilikan teknologi untuk produk dan layanan mereka dan menawarkanya ke dalam pasar agar dapat bersaing dengan produk lainnya. Perusahaan juga dapat menjalin kerja sama dengan perusahaan lainnya untuk menetapkan standarisasi teknologi. Jika perusahaan membiarkan pasar bergerak dengan sendirinya, perusahaan dapat bersaing melalui teknologi dan tidak perlu menghabiskan waktu dan usaha untuk menentukan suatu standar. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan perundingan mengenai standarisasi.
Proses standarisasi hybrid memberikan keuntungan bagi pasar dan pengambilan keputusan negosiasi. Suatu studi belum lama ini mengemukakan suatu kerangka pemikiran untuk mengidentifikasi kondisi yang dapat mempengaruhi proses standarisasi bagi vendor yang mengenalkan teknologi baru. Studi ini ditujukan pada sistem teknologi dalam industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Semakin sistematik teknologi yang digunakan, lebih sedikit kemungkinan perusahaan untuk membangun proses standarisasi hybrid.
Studi ini menunjukkan hubungan yang kuat antara modular teknologi dengan proses standarisasi hybrid. Secara umum, tingkat modularitas sistem teknologi merupakan faktor kontingensi dalam memilih mode standarisasi.
Dalam industri TIK, vendor mengetahui standar strategis yang potensial. Vendor menginvestasikan sumber daya untuk mengembangkan dan mendapatkan standar tersebut. Vendor ikut serta dalam badan standarisasi. Salah satu cara untuk memperoleh standar tersebut yaitu dengan mencoba memberikan pengaruh pada proses standarisasi. Dalam industri TIK liberal, terdapat banyak peluang bagi perusahaan untuk menentukan sendiri standar yang akan digunakan. Kombinasi antara keuntungan atau kerugian pasar dan model standarisasi yang telah dirundingkan akan menghasilkan proses standarisasi hybrid.
Dalam memilih mode standarisasi, perusahaan menyeimbangkan lingkungan persaingan dan sistem teknologi yang akan distandarisasi. Studi ini menemukan bahwa switching cost yang lebih tinggi akan menurunkan keinginan vendor untuk menggunakan mode hybrid.
Analisis ini menjelaskan satu keuntungan inovasi pada karakteristik jaringan dengan menggunakan internet. Internet menggunakan standar dan modular sistem teknologi, dengan switching cost yang rendah sehingga memudahkan mode standarisasi hybrid. Hal ini memungkinkan perusahaan menyatukan keuntungan dari standar pasar dengan standarisasi yang telah ditetapkan.
Proses standarisasi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan harus disesuaikan kembali. Vendor dan user yang potensial tidak perlu menerima standarisasi jika tidak dapat dibuktikan bahwa standardisasi tersebut memberikan keuntungan. Kemungkinan kerja sama meningkat dan kerja sama tidak perlu terjadi pada awal pengenalan produk baru di pasar.
Dalam studi kasus, sulit melakukan pengukuran secara langsung mengenai biaya dan pendapatan yang mendorong mode standarisasi, khususnya switching cost, biaya tawar-menawar dan eksternalitas positif. Namun ada pendapat bahwa biaya tersebut akan mengalami perubahan selama periode waktu tertentu. Proporsi tersebut dapat diinterprestasikan: peningkatan switching cost dan biaya lainnya cenderung membuat mode standarisasi hybrid lebih memungkinkan untuk diterapkan. Dengan demikian, model tersebut dapat memprediksikan perubahan mode standarisasi melalui perubahan yang terjadi pada switching cost, biaya tawar-menawar dan eksternalitas.*****
Proses standarisasi hybrid memberikan keuntungan bagi pasar dan pengambilan keputusan negosiasi. Suatu studi belum lama ini mengemukakan suatu kerangka pemikiran untuk mengidentifikasi kondisi yang dapat mempengaruhi proses standarisasi bagi vendor yang mengenalkan teknologi baru. Studi ini ditujukan pada sistem teknologi dalam industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Semakin sistematik teknologi yang digunakan, lebih sedikit kemungkinan perusahaan untuk membangun proses standarisasi hybrid.
Studi ini menunjukkan hubungan yang kuat antara modular teknologi dengan proses standarisasi hybrid. Secara umum, tingkat modularitas sistem teknologi merupakan faktor kontingensi dalam memilih mode standarisasi.
Dalam industri TIK, vendor mengetahui standar strategis yang potensial. Vendor menginvestasikan sumber daya untuk mengembangkan dan mendapatkan standar tersebut. Vendor ikut serta dalam badan standarisasi. Salah satu cara untuk memperoleh standar tersebut yaitu dengan mencoba memberikan pengaruh pada proses standarisasi. Dalam industri TIK liberal, terdapat banyak peluang bagi perusahaan untuk menentukan sendiri standar yang akan digunakan. Kombinasi antara keuntungan atau kerugian pasar dan model standarisasi yang telah dirundingkan akan menghasilkan proses standarisasi hybrid.
Dalam memilih mode standarisasi, perusahaan menyeimbangkan lingkungan persaingan dan sistem teknologi yang akan distandarisasi. Studi ini menemukan bahwa switching cost yang lebih tinggi akan menurunkan keinginan vendor untuk menggunakan mode hybrid.
Analisis ini menjelaskan satu keuntungan inovasi pada karakteristik jaringan dengan menggunakan internet. Internet menggunakan standar dan modular sistem teknologi, dengan switching cost yang rendah sehingga memudahkan mode standarisasi hybrid. Hal ini memungkinkan perusahaan menyatukan keuntungan dari standar pasar dengan standarisasi yang telah ditetapkan.
Proses standarisasi yang sudah berlangsung selama beberapa tahun dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan harus disesuaikan kembali. Vendor dan user yang potensial tidak perlu menerima standarisasi jika tidak dapat dibuktikan bahwa standardisasi tersebut memberikan keuntungan. Kemungkinan kerja sama meningkat dan kerja sama tidak perlu terjadi pada awal pengenalan produk baru di pasar.
Dalam studi kasus, sulit melakukan pengukuran secara langsung mengenai biaya dan pendapatan yang mendorong mode standarisasi, khususnya switching cost, biaya tawar-menawar dan eksternalitas positif. Namun ada pendapat bahwa biaya tersebut akan mengalami perubahan selama periode waktu tertentu. Proporsi tersebut dapat diinterprestasikan: peningkatan switching cost dan biaya lainnya cenderung membuat mode standarisasi hybrid lebih memungkinkan untuk diterapkan. Dengan demikian, model tersebut dapat memprediksikan perubahan mode standarisasi melalui perubahan yang terjadi pada switching cost, biaya tawar-menawar dan eksternalitas.*****
Hukum dan Ekonomi Pada Harga Dasar Dalam Industri Yang Diregulasi
Terdapat opini konsensus dalam literatur hukum dan ekonomi bahwa predatory pricing dan hal-hal yang mendekatinya, seperti tekanan harga yang tidak kompetitif, merupakan fenomena yang jarang terjadi. Pada saat ditetapkan regulasi harga dan penurunan biaya, fenomena tersebut masih jarang terjadi. Ketentuan harga dasar dalam industri yang diregulasi merupakan bagian dari perilaku strategis. Pesaing dari layanan hilir dapat memanfaatkan proses regulasi agar perusahaan incumbent menaikkan harga sehingga dapat memperoleh keuntungan dari persaingan. Bahkan tanpa adanya ketentuan harga dasar, kebijakan dalam penetapan harga masih merupakan subjek dari hukum antitrust.
Sebuah penelitian menemukan bahwa regulator merasa enggan untuk menghapuskan ketentuan harga dasar pada Vertically Integrated Providers (VIPs) hingga terjadi persaingan dimana-mana dalam industri hulu (akses). Karena itu perubahan regulasi dalam jangka pendek hanya tertuju pada modifikasi ketentuan harga dasar agar lebih sesuai dengan kondisi pasar dan teknologi pada saat ini.
Harga dasar yang efisien menghendaki harga layanan hilir VIP tidak lebih rendah dari jumlah biaya langsung dalam menyediakan layanan hilir dan biaya opportunity (yang diukur dalam konstribusi penjualan terdahulu pada input), dengan penyesuaian pada pengaruh insentif. Harga dasar merupakan faktor utama untuk meningkatkan persaingan dalam pasar hilir dan meningkatkan diferensiasi produk pada pasar hulu.*****
Sebuah penelitian menemukan bahwa regulator merasa enggan untuk menghapuskan ketentuan harga dasar pada Vertically Integrated Providers (VIPs) hingga terjadi persaingan dimana-mana dalam industri hulu (akses). Karena itu perubahan regulasi dalam jangka pendek hanya tertuju pada modifikasi ketentuan harga dasar agar lebih sesuai dengan kondisi pasar dan teknologi pada saat ini.
Harga dasar yang efisien menghendaki harga layanan hilir VIP tidak lebih rendah dari jumlah biaya langsung dalam menyediakan layanan hilir dan biaya opportunity (yang diukur dalam konstribusi penjualan terdahulu pada input), dengan penyesuaian pada pengaruh insentif. Harga dasar merupakan faktor utama untuk meningkatkan persaingan dalam pasar hilir dan meningkatkan diferensiasi produk pada pasar hulu.*****
Biaya Transaksi
Menurut aliran Neoklasik, biaya transaksi berdasarkan pada biaya perdagangan, sementara menurut pandangan property rights biaya transaksi merupakan biaya dalam pendirian dan pelaksanaan property right.
Elemen utama biaya transaksi berada dalam sepanjang sejarah perkembangan ilmu ekonomi. Adam Smith, dalam pembahasan mengenai perdagangan luar negeri, endowments, struktur kepemilikan perusahaan dan organisasi nirlaba, berkali-kali mengungkapkan konsep informasi biaya dan kemampuan individu untuk memanfaatkan ketidaktahuan individu lainnya atas keunggulan mereka.
Dalam ekonomi makro, gagasan mengenai biaya informasi mendorong perubahan ekspektasi rasional dan model siklus perusahaan yang berdasarkan pada penelitian dan penemuan dalam program pertanggungan terhadap pengangguran. Model public choice ditemukan berdasarkan premis bahwa individu dapat memanfaatkan negara untuk memperoleh kesejahteraan.
Dalam game theory, permasalahan pokok yang dihadapi adalah biaya transaksi. Dan bidang lainnya seperti organisasi industri, perdagangan internasional, perkembangan dan ketenaga-kerjaan, dan hal lainnya yang bergantung pada perlindungan property right.
Teori ini menyatakan bahwa biaya transaksi terjadi hanya pada saat terjadi transaksi, dan biaya transaksi terjadi pada saat property right ditetapkan dan menghendaki adanya perlindungan atas property right.
Elemen utama biaya transaksi berada dalam sepanjang sejarah perkembangan ilmu ekonomi. Adam Smith, dalam pembahasan mengenai perdagangan luar negeri, endowments, struktur kepemilikan perusahaan dan organisasi nirlaba, berkali-kali mengungkapkan konsep informasi biaya dan kemampuan individu untuk memanfaatkan ketidaktahuan individu lainnya atas keunggulan mereka.
Dalam ekonomi makro, gagasan mengenai biaya informasi mendorong perubahan ekspektasi rasional dan model siklus perusahaan yang berdasarkan pada penelitian dan penemuan dalam program pertanggungan terhadap pengangguran. Model public choice ditemukan berdasarkan premis bahwa individu dapat memanfaatkan negara untuk memperoleh kesejahteraan.
Dalam game theory, permasalahan pokok yang dihadapi adalah biaya transaksi. Dan bidang lainnya seperti organisasi industri, perdagangan internasional, perkembangan dan ketenaga-kerjaan, dan hal lainnya yang bergantung pada perlindungan property right.
Teori ini menyatakan bahwa biaya transaksi terjadi hanya pada saat terjadi transaksi, dan biaya transaksi terjadi pada saat property right ditetapkan dan menghendaki adanya perlindungan atas property right.
Friday, November 14, 2008
Persaingan Jaringan: Non Diskriminasi Harga
Keseimbangan persaingan tidak akan terjadi pada jaringan yang mudah digantikan atau jika biaya akses tinggi. Biaya akses yang dapat dinegosiasi dapat menjaga efektivitas persaingan dalam industri yang telah dewasa dan mendatangkan hambatan untuk memasuki wilayah persaingan.
Dalam wilayah yang memiliki keseimbangan persaingan, peningkatan biaya akses meningkatkan harga akhir dan keuntungan (namun biaya yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga retail melampaui harga monopoli). Jika biaya akses berbeda dengan biaya marginal, setiap jaringan harus mempertimbangkan pengaruh perubahan harga terhadap penggunaan jaringan. Penurunan harga panggilan akan memberikan dua pengaruh. Pertama, penurunan harga akan menyebabkan jumlah pelanggan bertambah. Hal ini tidak mempengaruhi penggunaan jaringan. Kedua, penurunan harga akan mempengaruhi pengguna jaringan dengan bertambahnya panggilan yang lebih lama. Karena itu keseimbangan trafik penggunaan jaringan akan terpengaruh. Karena penurunan harga menyebabkan defisit pada marjin akses, maka dorongan untuk menurunkan harga retail akan berkurang dan persaingan akan melemah.
Pemain baru dalam industri tidak perlu masuk dengan coverage penuh, terutama bagi perusahaan yang nilai investasinya kurang untuk mendukung coverage-nya.
Pada persaingan harga nonlinear, peningkatan biaya akses tidak mempengaruhi keuntungan. Jika peningkatan ini mendorong naiknya harga akhir dan mengurangi kesejahteraan sosial dibandingkan pada persaingan harga linear, maka tarif jaringan dapat dibagi dua untuk mengurangi biaya tetap dan membangun pangsa pasar tanpa menyebabkan defisit akses. Misalnya dengan membedakan tarif jaringan berdasarkan panggilan on-net dan off-net.
Analisis pada biaya maginal dan biaya ECRP (Efficient Component Pricing Rule) rata-rata memungkinkan jaringan meraih keberhasilan dalam persaingan.
Dalam pasar industri yang berada pada tahap awal dan dewasa, persaingan yang terjadi, sebagian besar dipengaruhi oleh diskriminasi harga.
Perusahaan biasanya memperoleh keuntungan dengan menggunakan tarif yang berbeda untuk panggilan on-net dan off-net. Diskriminasi harga berdasarkan lamanya panggilan tidak memiliki hubungan dengan perbedaan biaya atau elastisitas permintaan, namun dapat meningkatkan persaingan.
Peningkatan biaya lainnya melalui biaya akses yang tinggi tidak meningkatkan harga industri dan profitabilitas terjadi karena tingginya intensitas persaingan dalam meraih pangsa pasar. Diskriminasi harga mungkin menurunkan harga rata-rata pada linear pricing. Keseimbangan keuntungan biasanya lebih rendah pada diskriminasi tarif nonlinear dibandingkan dengan keseragaman tarif nonlinear.
Akan sulit bagi pemain baru untuk masuk ke dalam industri dengan jaringan covarage yang tidak penuh. Diskriminasi harga yang dilakukan oleh incumbent akan berlawanan dengan pemain baru yang potensial dan dengan pelanggan. Sebaliknya, incumbent diharapkan dapat melaksanakan diskriminasi harga, walaupun pada akhirnya incumbent akan menghentikannya pada saat banyak pesaing yang masuk ke dalam industri.
Dalam wilayah yang memiliki keseimbangan persaingan, peningkatan biaya akses meningkatkan harga akhir dan keuntungan (namun biaya yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga retail melampaui harga monopoli). Jika biaya akses berbeda dengan biaya marginal, setiap jaringan harus mempertimbangkan pengaruh perubahan harga terhadap penggunaan jaringan. Penurunan harga panggilan akan memberikan dua pengaruh. Pertama, penurunan harga akan menyebabkan jumlah pelanggan bertambah. Hal ini tidak mempengaruhi penggunaan jaringan. Kedua, penurunan harga akan mempengaruhi pengguna jaringan dengan bertambahnya panggilan yang lebih lama. Karena itu keseimbangan trafik penggunaan jaringan akan terpengaruh. Karena penurunan harga menyebabkan defisit pada marjin akses, maka dorongan untuk menurunkan harga retail akan berkurang dan persaingan akan melemah.
Pemain baru dalam industri tidak perlu masuk dengan coverage penuh, terutama bagi perusahaan yang nilai investasinya kurang untuk mendukung coverage-nya.
Pada persaingan harga nonlinear, peningkatan biaya akses tidak mempengaruhi keuntungan. Jika peningkatan ini mendorong naiknya harga akhir dan mengurangi kesejahteraan sosial dibandingkan pada persaingan harga linear, maka tarif jaringan dapat dibagi dua untuk mengurangi biaya tetap dan membangun pangsa pasar tanpa menyebabkan defisit akses. Misalnya dengan membedakan tarif jaringan berdasarkan panggilan on-net dan off-net.
Analisis pada biaya maginal dan biaya ECRP (Efficient Component Pricing Rule) rata-rata memungkinkan jaringan meraih keberhasilan dalam persaingan.
Dalam pasar industri yang berada pada tahap awal dan dewasa, persaingan yang terjadi, sebagian besar dipengaruhi oleh diskriminasi harga.
Perusahaan biasanya memperoleh keuntungan dengan menggunakan tarif yang berbeda untuk panggilan on-net dan off-net. Diskriminasi harga berdasarkan lamanya panggilan tidak memiliki hubungan dengan perbedaan biaya atau elastisitas permintaan, namun dapat meningkatkan persaingan.
Peningkatan biaya lainnya melalui biaya akses yang tinggi tidak meningkatkan harga industri dan profitabilitas terjadi karena tingginya intensitas persaingan dalam meraih pangsa pasar. Diskriminasi harga mungkin menurunkan harga rata-rata pada linear pricing. Keseimbangan keuntungan biasanya lebih rendah pada diskriminasi tarif nonlinear dibandingkan dengan keseragaman tarif nonlinear.
Akan sulit bagi pemain baru untuk masuk ke dalam industri dengan jaringan covarage yang tidak penuh. Diskriminasi harga yang dilakukan oleh incumbent akan berlawanan dengan pemain baru yang potensial dan dengan pelanggan. Sebaliknya, incumbent diharapkan dapat melaksanakan diskriminasi harga, walaupun pada akhirnya incumbent akan menghentikannya pada saat banyak pesaing yang masuk ke dalam industri.
Penyesuaian Tarif Regulasi dengan Persaingan Telekomunikasi.
Tulisan ringkas ini menjelaskan mengenai teori dan praktek evolusi regulasi tarif ketika tingkat persaingan semakin tinggi.
Permasalahan utama yang terjadi antara lain:
(1) penyesuaian perubahan tarif dalam layanan telekomunikasi dengan penurunan harga yang ditetapkan regulator,
(2) Apakah pembagian pendapatan sesuai dengan tarif regulasi yang terbatas, dan
(3) Kesesuaian di antara grosir dan harga eceran dan kualitas.
Perkembangan persaingan pada pertengahan 1990-an mengubah kondisi indutri telekomunikasi, sehingga pemerintah harus menetapkan regulasi dalam perubahan industri tersebut menuju tingkat persaingan yang lebih tinggi.
Dalam beberapa negara, perencanaan regulasi telah mengalami perubahan, yaitu dengan adanya regulasi mengenai pengendalian harga dan mengenai penetapan harga yang tidak lagi berdasarkan rata-rata produktivitas yang diharapkan.
Menurut pertimbangan ekonomi dan kebijakan publik, undang-undang telekomunikasi mengakui adanya persaingan yang cukup pada layanan panggilan untuk mengurangi regulasi dan pada akhirnya akan muncul deregulasi pada seluruh layanan telekomunikasi. Semetara itu, regulator melakukan tindakan terhadap ketersediaan atas deregulasi layanan ritel akan menjadi perhatian, baik dalam teori dan praktek.
Permasalahan utama yang terjadi antara lain:
(1) penyesuaian perubahan tarif dalam layanan telekomunikasi dengan penurunan harga yang ditetapkan regulator,
(2) Apakah pembagian pendapatan sesuai dengan tarif regulasi yang terbatas, dan
(3) Kesesuaian di antara grosir dan harga eceran dan kualitas.
Perkembangan persaingan pada pertengahan 1990-an mengubah kondisi indutri telekomunikasi, sehingga pemerintah harus menetapkan regulasi dalam perubahan industri tersebut menuju tingkat persaingan yang lebih tinggi.
Dalam beberapa negara, perencanaan regulasi telah mengalami perubahan, yaitu dengan adanya regulasi mengenai pengendalian harga dan mengenai penetapan harga yang tidak lagi berdasarkan rata-rata produktivitas yang diharapkan.
Menurut pertimbangan ekonomi dan kebijakan publik, undang-undang telekomunikasi mengakui adanya persaingan yang cukup pada layanan panggilan untuk mengurangi regulasi dan pada akhirnya akan muncul deregulasi pada seluruh layanan telekomunikasi. Semetara itu, regulator melakukan tindakan terhadap ketersediaan atas deregulasi layanan ritel akan menjadi perhatian, baik dalam teori dan praktek.
Subsidi Silang Strategis dan Integrasi Vertikal dalam Pembukaan Pasar Telekomunikasi
Terdapat pengaruh subsidi silang melalui integrasi vertikal dalam memasuki segmen industri telekomunikasi yang liberal. Tulisan ringkas ini menjelaskan pengaruh subsidi silang dalam proses liberalisasi segmen indusri jasa telekomunikasi
Terdapat dua cara pelaksanaan subsidi silang yang dapat memberikan keuntungan bagi incumbent dalam bersaing dengan pemain baru. Pertama, dengan mengevaluasi subsidi silang secara terus menerus sehingga akan menguntungkan segmen incumbent karena dapat mengeluarkan biaya lebih rendah melalui manipulasi akuntansi. Kedua, penggunaan subsidi silang berasal dari alokasi yang dilakukan incumbent dalam persaingan dan segmen yang diregulasi. Dengan kedua penggunaan subsidi silang tersebut, incumbent dapat menjual dengan harga yang lebih murah dari pesaingnya.
Dengan menekankan pada besarnya peranan regulasi dalam mempengaruhi biaya, dapat diidentifikasi situasi di mana incumbent mengeluarkan biaya yang lebih rendah dari para pesaingnya. Regulasi, yang dibuat untuk membantu mengembangkan persaingan, mungkin dapat menghalangi persaingan jika tidak memberikan dorongan yang tepat terhadap incumbent untuk mengelola divisi perusahaannya secara efisien.
Terdapat dua cara pelaksanaan subsidi silang yang dapat memberikan keuntungan bagi incumbent dalam bersaing dengan pemain baru. Pertama, dengan mengevaluasi subsidi silang secara terus menerus sehingga akan menguntungkan segmen incumbent karena dapat mengeluarkan biaya lebih rendah melalui manipulasi akuntansi. Kedua, penggunaan subsidi silang berasal dari alokasi yang dilakukan incumbent dalam persaingan dan segmen yang diregulasi. Dengan kedua penggunaan subsidi silang tersebut, incumbent dapat menjual dengan harga yang lebih murah dari pesaingnya.
Dengan menekankan pada besarnya peranan regulasi dalam mempengaruhi biaya, dapat diidentifikasi situasi di mana incumbent mengeluarkan biaya yang lebih rendah dari para pesaingnya. Regulasi, yang dibuat untuk membantu mengembangkan persaingan, mungkin dapat menghalangi persaingan jika tidak memberikan dorongan yang tepat terhadap incumbent untuk mengelola divisi perusahaannya secara efisien.
Institusi Ekonomi Baru
Institusi ekonomi adalah badan yang mengatur perusahaan-perusahaan dari segi aspek ekonomi, hukum, organisasi,sosial-politik, sosiologi dan antropologi.
Indusrialisasi membutuhkan adanya institusi agar dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan transaksi perdagangan, keuangan, perbankan, asuransi dan manajemen.
Ideologi dan institusi, secara bersama-sama dapat membawa perekonomian ke dalam kondisi yang penuh dengan ketidak pastian. Jika pengetahuan sosial hanya bergantung pada keduanya, perkembangan perekonomian akan menjadi semakin tidak merata. Hal ini dapat menyebabkan perekonomian terus memburuk dalam jangka waktu yang lama.
Teori mengenai perusahaan merupakan teori mengenai produksi, bukan teori perusahaan sebagai entitas yang legal. Perusahaan dianggap sebagai pelaku tunggal yang menghadapi berbagai keputusan mengenai tingkat output produksi, penggunaan faktor-faktor produki dan sebagainya. Ukuran perusahaan dan produk biasanya diuraikan dalam bentuk biaya produksi, misalnya, skala ekonomi menandakan besarnya perusahaan dan jangkauan ekonomi menandakan bahwa perusahaan tersebut mengeluarkan multi produk.
Institusi ekonomi baru melihat perusahaan sebagai suatu kesatuan organisasi yang layak untuk diikutsertakan dalam analisis perekonomian.
Dalam institusi ekonomi baru ini, peranan teori perekonomian semakin besar dalam aspek keuangan, akuntansi, manajemen dan bidang lain yang berada dalam lingkup ekonomi.
Kemampuan perusahaan tergantung pada pengetahuan yang dilibatkan dalam rutinitas perusahaan, misalnya pengetahuan mengenai teknologi.
Faktor-faktor spesifik dalam sumber daya perusahaan antara lain kemampuan organisasi, keahlian manajerial, inovasi teknologi dan nama baik. Ketika perusahaan memiliki kapasitas yang berlebihan pada faktor-faktor tersebut, maka perusahaan akan mengembangkan dan melakukan diversifikasi terhadap produk mereka. Atas dasar inilah pendekatan sumber daya perusahaan dihubungkan dengan teori evolusi perusahaan
Indusrialisasi membutuhkan adanya institusi agar dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan transaksi perdagangan, keuangan, perbankan, asuransi dan manajemen.
Ideologi dan institusi, secara bersama-sama dapat membawa perekonomian ke dalam kondisi yang penuh dengan ketidak pastian. Jika pengetahuan sosial hanya bergantung pada keduanya, perkembangan perekonomian akan menjadi semakin tidak merata. Hal ini dapat menyebabkan perekonomian terus memburuk dalam jangka waktu yang lama.
Teori mengenai perusahaan merupakan teori mengenai produksi, bukan teori perusahaan sebagai entitas yang legal. Perusahaan dianggap sebagai pelaku tunggal yang menghadapi berbagai keputusan mengenai tingkat output produksi, penggunaan faktor-faktor produki dan sebagainya. Ukuran perusahaan dan produk biasanya diuraikan dalam bentuk biaya produksi, misalnya, skala ekonomi menandakan besarnya perusahaan dan jangkauan ekonomi menandakan bahwa perusahaan tersebut mengeluarkan multi produk.
Institusi ekonomi baru melihat perusahaan sebagai suatu kesatuan organisasi yang layak untuk diikutsertakan dalam analisis perekonomian.
Dalam institusi ekonomi baru ini, peranan teori perekonomian semakin besar dalam aspek keuangan, akuntansi, manajemen dan bidang lain yang berada dalam lingkup ekonomi.
Kemampuan perusahaan tergantung pada pengetahuan yang dilibatkan dalam rutinitas perusahaan, misalnya pengetahuan mengenai teknologi.
Faktor-faktor spesifik dalam sumber daya perusahaan antara lain kemampuan organisasi, keahlian manajerial, inovasi teknologi dan nama baik. Ketika perusahaan memiliki kapasitas yang berlebihan pada faktor-faktor tersebut, maka perusahaan akan mengembangkan dan melakukan diversifikasi terhadap produk mereka. Atas dasar inilah pendekatan sumber daya perusahaan dihubungkan dengan teori evolusi perusahaan
Eksternalitas Jaringan
Eksternalitas jaringan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pasar karena jaringan tidak dapat mencapai optimal, dan pasar tidak menetapkan standar yang dapat memberikan produk yang lebih baik dengan efektif. Eksternal jaringan dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk menggunakan teknologi maupun produk baru.
Walaupun pasar mengalami kegagalan, intervensi pemerintah tidak tepat untuk dilaksanakan karena ekternalitas jaringan tidak dapat diidentifikasi melalui tindakan pemerintah sehingga akan mengeluarkan lebih banyak biaya dari pada mencegah kegagalan pasar.
Eksternalitas jaringan yang positif dalam penggunaan teknologi jaringan memberikan margin keuntungan ekonomi lebih rendah dari keuntungan sosialnya.
Konsekuensi utama keberadaan eksternalitas jaringan adalah pengaruhnya terhadap persaingan di antara para penjual produk karena eksternalitas jaringan hanya menguntungkan satu atau beberapa penjual.
Banyaknya inefisiensi yang terjadi akibat eksternalitas jaringan mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi melalui kebijakannya.
Karena hanya memberikan keuntungan pada satu perusahaan yang mendominasi pasar, maka eksternalitas jaringan dapat menimbulkan monopolisasi.
Teori eksternalitas jaringan tidak dapat membantu dalam mendeteksi munculnya perilaku perusahaan yang berusaha untuk membangun kekuatan monopoli.
Predatory pricing dalam suatu indusri juga dipengaruhi oleh eksternalitas jaringan. Terdapat beberapa strategi harga yang menyerupai predatory pricing, namun bertujuan untuk mengatasi eksternalitas jaringan dalam membangun basis konsumen.
Walaupun pasar mengalami kegagalan, intervensi pemerintah tidak tepat untuk dilaksanakan karena ekternalitas jaringan tidak dapat diidentifikasi melalui tindakan pemerintah sehingga akan mengeluarkan lebih banyak biaya dari pada mencegah kegagalan pasar.
Eksternalitas jaringan yang positif dalam penggunaan teknologi jaringan memberikan margin keuntungan ekonomi lebih rendah dari keuntungan sosialnya.
Konsekuensi utama keberadaan eksternalitas jaringan adalah pengaruhnya terhadap persaingan di antara para penjual produk karena eksternalitas jaringan hanya menguntungkan satu atau beberapa penjual.
Banyaknya inefisiensi yang terjadi akibat eksternalitas jaringan mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi melalui kebijakannya.
Karena hanya memberikan keuntungan pada satu perusahaan yang mendominasi pasar, maka eksternalitas jaringan dapat menimbulkan monopolisasi.
Teori eksternalitas jaringan tidak dapat membantu dalam mendeteksi munculnya perilaku perusahaan yang berusaha untuk membangun kekuatan monopoli.
Predatory pricing dalam suatu indusri juga dipengaruhi oleh eksternalitas jaringan. Terdapat beberapa strategi harga yang menyerupai predatory pricing, namun bertujuan untuk mengatasi eksternalitas jaringan dalam membangun basis konsumen.
Sistem Pasar: Mengapa Mengalami Kegagalan
Pasar bebas merupakan cara yang terbaik dalam mengatur perekonomian. Hampir seluruh negara menggunakan sistem pasar bebas. Namun, pada saat pasar bebas tidak memberikan hasil yang positif bagi masyarakat, pemerintah dapat mengambil tindakan dan mengubahnya.
Kegagalan pasar terjadi pada saat pasar tidak memberikan efisiensi secara penuh, baik pada efisiensi alokasi maupun efisiensi produktivitas serta efisiensi sosial.
Sistem pasar monopoli dapat menyebabkan kegagalan pasar. Pasar monopoli dapat membatasi output yang dihasilkan untuk menjaga agar harga produk tetap tinggi. Seorang monopolis mungkin saja akan mengembangkan kekuatan sosial dan politik lebih tinggi dari yang lain sehingga mengurangi efisiensi demokrasi dan keadilan dalam bersaing. Selain itu, monopoli juga mengurangi pilihan konsumen terhadap suatu produk.
Sistem kartel tidak jauh berbeda dari monopoli karena beberapa perusahaan melakukan kerja sama dalam menjual produk-produk mereka. Hal yang demikian dapat mengurangi persaingan. Kartel biasanya terjadi pada pasar oligopoli.
Pada pasar persaingan monopolistik terdapat banyak penjual dan pembeli serta berbagai jenis produk. Para pemain pun dapat bebas keluar dan masuk ke dalam industri. Namun setiap perusahaan memiliki merk pada produknya masing-masing sehingga perusahaan yang merk dagangnya sudah kuat akan dapat menguasai pasar.
Privatisasi merupakan suatu cara agar dapat meningkatkan persaingan dan menurunkan biaya, mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien, dan mencegah terjadinya monopoli.
Intervensi pemerintah diperlukan untuk memperbaiki atau mengganti kerugian atas kegagalan pasar yang disebabkab oleh eksternalitas yang negatif.
Berbagai jenis barang, yaitu public goods, merit goods, dan demerit goods, jika beredar dalam jumlah yang tepat atau bahkan tidak beredar sama sekali akan menyebabkan sistem pasar tidak efisien sehingga terjadi kegagalan pasar.
Kurangnya informasi yang dimiliki konsumen mengenai produk yang tersedia di pasar, yang dimiliki produsen mengenai permintaan produk dan mengenai keberadaan pesaing, serta yang dimiliki pegawai mengenai peluang usaha dan lapangan pekerjaan, merupakan kegagalan informasi yang dapat menyebabkan kegagalan pasar.
Faktor-faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, dan modal, serta berbagai asset yang sudah tidak dapat digunakan, yang memiliki sifat tidak dapat bergerak, juga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pasar.
Untuk mencegah terjadinya kegagalan pasar pada sistem pasar bebas, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: penetapan regulasi mengenai persaingan sehat oleh pemerintah, mengubah distribusi pendapatan dan kesejahtaraan dalam perekonomian nasional, meningkatkan skala ekonomis sehingga dapat menurunkan biaya, dan penetapan batas harga pasar tertinggi dan terrendah yang dilakukan oleh pemerintah.
Kegagalan pasar terjadi pada saat pasar tidak memberikan efisiensi secara penuh, baik pada efisiensi alokasi maupun efisiensi produktivitas serta efisiensi sosial.
Sistem pasar monopoli dapat menyebabkan kegagalan pasar. Pasar monopoli dapat membatasi output yang dihasilkan untuk menjaga agar harga produk tetap tinggi. Seorang monopolis mungkin saja akan mengembangkan kekuatan sosial dan politik lebih tinggi dari yang lain sehingga mengurangi efisiensi demokrasi dan keadilan dalam bersaing. Selain itu, monopoli juga mengurangi pilihan konsumen terhadap suatu produk.
Sistem kartel tidak jauh berbeda dari monopoli karena beberapa perusahaan melakukan kerja sama dalam menjual produk-produk mereka. Hal yang demikian dapat mengurangi persaingan. Kartel biasanya terjadi pada pasar oligopoli.
Pada pasar persaingan monopolistik terdapat banyak penjual dan pembeli serta berbagai jenis produk. Para pemain pun dapat bebas keluar dan masuk ke dalam industri. Namun setiap perusahaan memiliki merk pada produknya masing-masing sehingga perusahaan yang merk dagangnya sudah kuat akan dapat menguasai pasar.
Privatisasi merupakan suatu cara agar dapat meningkatkan persaingan dan menurunkan biaya, mengalokasikan sumber daya dengan lebih efisien, dan mencegah terjadinya monopoli.
Intervensi pemerintah diperlukan untuk memperbaiki atau mengganti kerugian atas kegagalan pasar yang disebabkab oleh eksternalitas yang negatif.
Berbagai jenis barang, yaitu public goods, merit goods, dan demerit goods, jika beredar dalam jumlah yang tepat atau bahkan tidak beredar sama sekali akan menyebabkan sistem pasar tidak efisien sehingga terjadi kegagalan pasar.
Kurangnya informasi yang dimiliki konsumen mengenai produk yang tersedia di pasar, yang dimiliki produsen mengenai permintaan produk dan mengenai keberadaan pesaing, serta yang dimiliki pegawai mengenai peluang usaha dan lapangan pekerjaan, merupakan kegagalan informasi yang dapat menyebabkan kegagalan pasar.
Faktor-faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, dan modal, serta berbagai asset yang sudah tidak dapat digunakan, yang memiliki sifat tidak dapat bergerak, juga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pasar.
Untuk mencegah terjadinya kegagalan pasar pada sistem pasar bebas, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: penetapan regulasi mengenai persaingan sehat oleh pemerintah, mengubah distribusi pendapatan dan kesejahtaraan dalam perekonomian nasional, meningkatkan skala ekonomis sehingga dapat menurunkan biaya, dan penetapan batas harga pasar tertinggi dan terrendah yang dilakukan oleh pemerintah.
Penyelarasan ITdan Bisnis: Identifikasi Peran IT Dalam Strategi Kompetitif
Catatan: Tulisan ini merujuk pada karya Lawrence Meador dalam MIS Quarterly Journal
Bagi beberapa perusahaan, sebuah strategi IT tidak selalu pada kasus yang formal. Walaupun dinamakan perencanaan Sistem Informasi (IS) “Strategic”, arsitektur aplikasi, data, teknologi dan proses manajemen IS, yang terdiri dari standar pengembangan dan pelaporan, semuanya disajikan dengan rencana, proses dan kebutuhan dari bisnis yang ada saat ini. Tidak ada acuan atau philosofi untuk kegunaan teknologi di perusahaan dan tidak terkesan adanya aturan yang signifikan dalam menentukan strategi mana yang lebih efektif, menguntungkan dan dapat dikerjakan dengan mudah.
Dalam lingkungan konvensional, hubungan antara strategi kompetitif perusahaan dan manfaat penggunaan IT dikembangkan melalui beberapa lapisan; dari perencanaan, analisa dan perancangan. Dapat dipahami bila pada ligkungan sseperti ini IT memiliki pengaruh yang kecil terhadap strategi kompetitif perusahaan. Sejalan dengan semakin luasnya pemanfaatan IT di lingkungan bisnis, semakin terlihat tidak ada lagi pemisahan antara IT dan Strategi kompetitif perusahaann, karena semua strategi kompetitif harus memiliki IT sama halnya dengan memiliki marketing, produsen dan keuangan.
Strategi IT membantu manager untuk mendefinisikan batasan pembuatan keputusan untuk tindakan berikutnya, tapi menghentikan dengan singkat dalam menentukan tindakan untuk dirinya sendiri. Hal ini merupakan perbedaan mendasar antara Strategi IT dan perencanaan IT. Strategi IT merupakan kumpulan prioritas yang menguasai pembuatan keputusan bagi user dan proses data profesional. Hal itu merupakan bentuk aturan framework untuk kegunaan IT dalam perusahaan, dan menjelaskan bagaimana seorang eksekutif senior pada perusahaan akan berhubungan pada infrastruktur IT. Perencanaan IT pada hal lain, memfokuskan pada pelaksanaan dari Strategi IT.
Hal-hal yang termasuk dalam IT adalah:
- Aplikasi proses transaksi
- Proses informasi dan aplikasi pelaporan
- Sistem pendukung keputusan
- Sistem pendukung eksekutif
- Produktivitas profesional dan alat berkelompok
- Sistem berbasis ilmu pengetahuan dan kecerdasan tiruan
- Proses automatisasi dan robotik
- Desain dan automatisasi pabrik; dan
- Teknologi yang berada dalam komputer (seperti “smartcard” atau ATMs)
Pendekatan IT/Penjajaran Strategi tidak hanya dirancang untuk menutup kemungkinan strategi IT; berarti untuk memfasilitasi perundingan tentang kepercayaan manajemen dan pelatihan industri dengan:
- Mengajukan pertanyaan yang relevan dan membantu struktur individu yang mereka fikirkan dan percaya.
- Menjawab pertanyaan yang diajukan, berdasarkan pada pengalaman perusahaan.
- Membangun konsensus disekitar prinsip yang terbaik dalam memetakan kebutuhan dari lingkungan kompetitif; dan
- Membangun sebuah laporan review program untuk memastikan implementasi memantau pengembangan strategi, dan untuk mengubah prinsip sebagai pergantian kondisi.
Hal penting dalam proses IT/Penjajaran Strategi:
- Posisi dan lingkup aktifitas IT;
- Kebutuhan resources dan batasan; dan
- Organisasi dan Manajemen IT.
Proses aktual dari proses IT/Penjajaeran strategi terdiri atas tiga fase, yaitu:
- Fase I – Formulasi strategi IT
- Fase II – Perencanaan IT
- Fase III – Peningkatan kualitas dan program inovasi IT.
Fase I – Memperkirakan penjajaran yang ada antara IT dan strategi kompetitif dan memformulasikan strategi IT yang baru.
Beberapa jalan yang membuat strategi IT dan strategi bisnis akan tidak sejajar, tapi sebagai titik awal:
- Hasil akhir dan Kekayaan dalam satu level, tujuan dari strategi dan perencanaan adalah untuk menentukan bahwa bisnis yang memiliki kekayaan (resources, organisasi, dan proses) untuk meraih hasil akhir (goal, objektifitas, dan misi).
- Waktu tekanan lainnya dari penjajaran adalah perluasan yang akan datang dan melangkah kembali pada perubahan yang konsisten atara operasi bisnis dan IS.
- Objektifitas dan nilai sebuah bentuk umum dari ketidak sejajaran yang terjadi ketika objektifitas dan nilai dari bisnis tidak konsisten dengan objektifitas dan nilai manajemen IS.
Proses IT/penjajaran strategi dimulai dengan kebutuhan penafsiran strategi IT dan diagnosa masalah yang mengizinkan eksekutif untuk menyediakan pengertian pada kebutuhan kritis, objektifitas, dan prioritas yang mereka hadapi. Jika memungkinkan, interview dapat dipimpin oleh anggota dari tiap grup berikut: senior management, senior functional professionals, staf analis, dan IS management.
Daftar pertanyaan untuk interview dan kuisioner dapat dirancang pada konsultasi dengan satu atau dua senior eksekutif untuk memastikan bahwa semua area yang penting dari aktifitas tercakupi. Cakupannya harus memiliki hal-hal berikut:
- Penjelasan singkat dari objektifitas, ruang lingkup, dan rencana dari proyek dan sebuah deskripsi dari metodologi;
- Objektifitas/prioritas/keputusan dari bisnis utama;
- Ruang untuk mengembangkan dukungan IT (aplikasi dan/atau layanan);
- Interface dengan grup dan organisasi lain (internal dan eksternal);
- Proyeksi dari kebutuhan masa depan;
- Masalah kebijakan seperti kekuasaan, daya hitung dan persetujuan langsung; dan
- Feedback pada interview.
Setelah mengidentifikasi strategi bisnis organisasi, selanjutnya dapat diadakan workshop untuk eksekutif guna menjelaskan implikasi strategi kompetitif perusahaan terhadap eksplorasi IT. Workshop ini dapat difasilitasi dengan agen netral atau mungkin konsultan, dan diawali dengan pemaparan strategi bisnis yang berhubungan dengan interview dan kuisioner, dokumen strategi yang ada, dan beberapa interview eksternal.
Strategi IT yang didapat dari phase I terdiri dari beberapa elemen:
- Penempatan dan target kesempatan;
o Asumsi kritis
o Aturan kompetitif IT
o Sasaran dan ukuran dari nilai IT
o Aplikasi strategi dan perkiraan resiko
- Kompetensi dasar;
o Kompetensi pengembangan sistem baru
o Kompetensi sistem operasi
o Sumber kompetensi.
- Manajemen dan Organisasi
o Perencanaan dan tanggung jawab kontrol
o Tanggung jawab ekseskusi dan operasi
o Hubungan bisnis/IS
o Resiko kooperatif
Fase II – Membangun pusat laba perencanaan IT
- Sebuah teknologi dan platform data adalah:
o Responsif dan adaptif dengan kebutuhan bisnis;
o Cocok (bila dibutuhkan) melalui unit bisnis; dan
o Dapat menembus dan menyebar dalam bisnis
- Aplikasi inti yang modern, stabil, reliabel, dan mudah dipelihara dan bernilai tinggi. Sebuah lingkungan dengan:
o Pengembangan aplikasi yang besar/kemampuan yang besar;
o Alat pengembangan yang kuat; dan
o Staff yang terlatih dan kompeten.
- Level tinggi dari tingkat kepuasan dengan IT.
Perencanaan IT adalah sebuah definisi dari masa depan yang memperbolehkan teknologi menjadi alat yang kompetitif, memberikan permasalahan dan kesempatan menghadapi bisnis.
Pengembangan sebuah perencanaan IT dimulai dengan perkiraan pada lingkungan IT yang ada untuk mendukung kegiatan bisnis. Hal ini termasuk perkiraan tentang aplikasi yang digunakan untuk bisnis, database dan struktur yang mendukung bisnis, dan teknologi yang digunakan.
Perencanaan IT menjelaskan mekanisne dimana IS dan bisnis dapat meningkatkan hubungan yang terpercaya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Struktur dan penempatan
- Aturan dan tanggung jawab
- Performa dan sistem pelaporan; dan
- Pengguna dan pendidikan IS dan training.
Strategi IT harus dihasilkan dari proses yang menyediakan platfomr dimana dibangunnya kegunaan teknologi informasi yang kompetitif, dan secara alami dapat diperluas program kualitas IT yang akan mengganti keadaan yang ada.
Fase III – Membangun Program Kualitas IT
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Membangun strategi IT yang dapat di kustomisasi dan perencanaannya untuk individu yang akan menghdapi tekanan kompetisi yang unik.
- Mengidentifikasi tanggung jawab IS yang cocok yang menyeimbangkan distribusi dari front line untuk menghadapi kemampuan untuk mengatur resource dengan personil front line.
- Meningkatkan struktur orientasi proses yang
Pengembangan Organisasi
Ketika pengembangan organisasi bukan suatu fase dalam metodologi IT/penjajaran Strategi, hal ini merupakan suatu keahlian yang dibutuhkan diantara proses pada area yang beragam, tergantung pada proyek dan situasi yang terjadi pada client.
Fase I – IT Strategi
• Proses struktur interview profesional yang menghasilkan pengetahuan mendasar pada manajemen perspektif, end user, dan customer internal/supplier. Kumpulan struktur data dari semua peserta untuk memperoleh hasil akhir, persepsi, sikap, faktor motivasi dan kebiasaan pengumpulan data.
• Keuntungan ketika merancang proses bisnis, dugaan idealistis tentang “kemungkinan yang ada” akan menjadi sesuatu yang serius. Resiko tergabung dengan implemetasi persoalan yang di perkecil ketika sebuah konsensus diraih dalam objektivitas.
• Dapat disampaikan pengembangan konsensus dan komitmen dapat dikembangkan melalui tim, workshop focus-building. Sebuah perencanaan yang sehat dikontruksikan dengan pengembangan komponen organisasi yang terintegrasi.
Fase II – Perencanaan IT dan fase III – TQM/IS
• Proses Kebutuhan bisnis dijelaskan dengan konteks kenyataan organisasional. Kebutuhan ini di terjemahkan ke dalam spesifikasi kongkret dari teknologi dan perubahan organisasi. Dukungan struktur organisasional dan sistem penghargaan dianalisa dan diadaptasi untuk mempertemukan kebutuhan masa depan suatu organisasi.
• Keuntungan rencana untuk perubahan dalam kebijakan organisasional dan praktisi dikembangkan untuk membuat dukungan maksimum untuk dan merangkul penerimaan dari end user.
• Dapat disampaikan feedback yang sistematis dari review sebuah rencana dan memberikan laporan prosesnya dari strategi formulai, rencana dan program pengambangan IS
Bagi beberapa perusahaan, sebuah strategi IT tidak selalu pada kasus yang formal. Walaupun dinamakan perencanaan Sistem Informasi (IS) “Strategic”, arsitektur aplikasi, data, teknologi dan proses manajemen IS, yang terdiri dari standar pengembangan dan pelaporan, semuanya disajikan dengan rencana, proses dan kebutuhan dari bisnis yang ada saat ini. Tidak ada acuan atau philosofi untuk kegunaan teknologi di perusahaan dan tidak terkesan adanya aturan yang signifikan dalam menentukan strategi mana yang lebih efektif, menguntungkan dan dapat dikerjakan dengan mudah.
Dalam lingkungan konvensional, hubungan antara strategi kompetitif perusahaan dan manfaat penggunaan IT dikembangkan melalui beberapa lapisan; dari perencanaan, analisa dan perancangan. Dapat dipahami bila pada ligkungan sseperti ini IT memiliki pengaruh yang kecil terhadap strategi kompetitif perusahaan. Sejalan dengan semakin luasnya pemanfaatan IT di lingkungan bisnis, semakin terlihat tidak ada lagi pemisahan antara IT dan Strategi kompetitif perusahaann, karena semua strategi kompetitif harus memiliki IT sama halnya dengan memiliki marketing, produsen dan keuangan.
Strategi IT membantu manager untuk mendefinisikan batasan pembuatan keputusan untuk tindakan berikutnya, tapi menghentikan dengan singkat dalam menentukan tindakan untuk dirinya sendiri. Hal ini merupakan perbedaan mendasar antara Strategi IT dan perencanaan IT. Strategi IT merupakan kumpulan prioritas yang menguasai pembuatan keputusan bagi user dan proses data profesional. Hal itu merupakan bentuk aturan framework untuk kegunaan IT dalam perusahaan, dan menjelaskan bagaimana seorang eksekutif senior pada perusahaan akan berhubungan pada infrastruktur IT. Perencanaan IT pada hal lain, memfokuskan pada pelaksanaan dari Strategi IT.
Hal-hal yang termasuk dalam IT adalah:
- Aplikasi proses transaksi
- Proses informasi dan aplikasi pelaporan
- Sistem pendukung keputusan
- Sistem pendukung eksekutif
- Produktivitas profesional dan alat berkelompok
- Sistem berbasis ilmu pengetahuan dan kecerdasan tiruan
- Proses automatisasi dan robotik
- Desain dan automatisasi pabrik; dan
- Teknologi yang berada dalam komputer (seperti “smartcard” atau ATMs)
Pendekatan IT/Penjajaran Strategi tidak hanya dirancang untuk menutup kemungkinan strategi IT; berarti untuk memfasilitasi perundingan tentang kepercayaan manajemen dan pelatihan industri dengan:
- Mengajukan pertanyaan yang relevan dan membantu struktur individu yang mereka fikirkan dan percaya.
- Menjawab pertanyaan yang diajukan, berdasarkan pada pengalaman perusahaan.
- Membangun konsensus disekitar prinsip yang terbaik dalam memetakan kebutuhan dari lingkungan kompetitif; dan
- Membangun sebuah laporan review program untuk memastikan implementasi memantau pengembangan strategi, dan untuk mengubah prinsip sebagai pergantian kondisi.
Hal penting dalam proses IT/Penjajaran Strategi:
- Posisi dan lingkup aktifitas IT;
- Kebutuhan resources dan batasan; dan
- Organisasi dan Manajemen IT.
Proses aktual dari proses IT/Penjajaeran strategi terdiri atas tiga fase, yaitu:
- Fase I – Formulasi strategi IT
- Fase II – Perencanaan IT
- Fase III – Peningkatan kualitas dan program inovasi IT.
Fase I – Memperkirakan penjajaran yang ada antara IT dan strategi kompetitif dan memformulasikan strategi IT yang baru.
Beberapa jalan yang membuat strategi IT dan strategi bisnis akan tidak sejajar, tapi sebagai titik awal:
- Hasil akhir dan Kekayaan dalam satu level, tujuan dari strategi dan perencanaan adalah untuk menentukan bahwa bisnis yang memiliki kekayaan (resources, organisasi, dan proses) untuk meraih hasil akhir (goal, objektifitas, dan misi).
- Waktu tekanan lainnya dari penjajaran adalah perluasan yang akan datang dan melangkah kembali pada perubahan yang konsisten atara operasi bisnis dan IS.
- Objektifitas dan nilai sebuah bentuk umum dari ketidak sejajaran yang terjadi ketika objektifitas dan nilai dari bisnis tidak konsisten dengan objektifitas dan nilai manajemen IS.
Proses IT/penjajaran strategi dimulai dengan kebutuhan penafsiran strategi IT dan diagnosa masalah yang mengizinkan eksekutif untuk menyediakan pengertian pada kebutuhan kritis, objektifitas, dan prioritas yang mereka hadapi. Jika memungkinkan, interview dapat dipimpin oleh anggota dari tiap grup berikut: senior management, senior functional professionals, staf analis, dan IS management.
Daftar pertanyaan untuk interview dan kuisioner dapat dirancang pada konsultasi dengan satu atau dua senior eksekutif untuk memastikan bahwa semua area yang penting dari aktifitas tercakupi. Cakupannya harus memiliki hal-hal berikut:
- Penjelasan singkat dari objektifitas, ruang lingkup, dan rencana dari proyek dan sebuah deskripsi dari metodologi;
- Objektifitas/prioritas/keputusan dari bisnis utama;
- Ruang untuk mengembangkan dukungan IT (aplikasi dan/atau layanan);
- Interface dengan grup dan organisasi lain (internal dan eksternal);
- Proyeksi dari kebutuhan masa depan;
- Masalah kebijakan seperti kekuasaan, daya hitung dan persetujuan langsung; dan
- Feedback pada interview.
Setelah mengidentifikasi strategi bisnis organisasi, selanjutnya dapat diadakan workshop untuk eksekutif guna menjelaskan implikasi strategi kompetitif perusahaan terhadap eksplorasi IT. Workshop ini dapat difasilitasi dengan agen netral atau mungkin konsultan, dan diawali dengan pemaparan strategi bisnis yang berhubungan dengan interview dan kuisioner, dokumen strategi yang ada, dan beberapa interview eksternal.
Strategi IT yang didapat dari phase I terdiri dari beberapa elemen:
- Penempatan dan target kesempatan;
o Asumsi kritis
o Aturan kompetitif IT
o Sasaran dan ukuran dari nilai IT
o Aplikasi strategi dan perkiraan resiko
- Kompetensi dasar;
o Kompetensi pengembangan sistem baru
o Kompetensi sistem operasi
o Sumber kompetensi.
- Manajemen dan Organisasi
o Perencanaan dan tanggung jawab kontrol
o Tanggung jawab ekseskusi dan operasi
o Hubungan bisnis/IS
o Resiko kooperatif
Fase II – Membangun pusat laba perencanaan IT
- Sebuah teknologi dan platform data adalah:
o Responsif dan adaptif dengan kebutuhan bisnis;
o Cocok (bila dibutuhkan) melalui unit bisnis; dan
o Dapat menembus dan menyebar dalam bisnis
- Aplikasi inti yang modern, stabil, reliabel, dan mudah dipelihara dan bernilai tinggi. Sebuah lingkungan dengan:
o Pengembangan aplikasi yang besar/kemampuan yang besar;
o Alat pengembangan yang kuat; dan
o Staff yang terlatih dan kompeten.
- Level tinggi dari tingkat kepuasan dengan IT.
Perencanaan IT adalah sebuah definisi dari masa depan yang memperbolehkan teknologi menjadi alat yang kompetitif, memberikan permasalahan dan kesempatan menghadapi bisnis.
Pengembangan sebuah perencanaan IT dimulai dengan perkiraan pada lingkungan IT yang ada untuk mendukung kegiatan bisnis. Hal ini termasuk perkiraan tentang aplikasi yang digunakan untuk bisnis, database dan struktur yang mendukung bisnis, dan teknologi yang digunakan.
Perencanaan IT menjelaskan mekanisne dimana IS dan bisnis dapat meningkatkan hubungan yang terpercaya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Struktur dan penempatan
- Aturan dan tanggung jawab
- Performa dan sistem pelaporan; dan
- Pengguna dan pendidikan IS dan training.
Strategi IT harus dihasilkan dari proses yang menyediakan platfomr dimana dibangunnya kegunaan teknologi informasi yang kompetitif, dan secara alami dapat diperluas program kualitas IT yang akan mengganti keadaan yang ada.
Fase III – Membangun Program Kualitas IT
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
- Membangun strategi IT yang dapat di kustomisasi dan perencanaannya untuk individu yang akan menghdapi tekanan kompetisi yang unik.
- Mengidentifikasi tanggung jawab IS yang cocok yang menyeimbangkan distribusi dari front line untuk menghadapi kemampuan untuk mengatur resource dengan personil front line.
- Meningkatkan struktur orientasi proses yang
Pengembangan Organisasi
Ketika pengembangan organisasi bukan suatu fase dalam metodologi IT/penjajaran Strategi, hal ini merupakan suatu keahlian yang dibutuhkan diantara proses pada area yang beragam, tergantung pada proyek dan situasi yang terjadi pada client.
Fase I – IT Strategi
• Proses struktur interview profesional yang menghasilkan pengetahuan mendasar pada manajemen perspektif, end user, dan customer internal/supplier. Kumpulan struktur data dari semua peserta untuk memperoleh hasil akhir, persepsi, sikap, faktor motivasi dan kebiasaan pengumpulan data.
• Keuntungan ketika merancang proses bisnis, dugaan idealistis tentang “kemungkinan yang ada” akan menjadi sesuatu yang serius. Resiko tergabung dengan implemetasi persoalan yang di perkecil ketika sebuah konsensus diraih dalam objektivitas.
• Dapat disampaikan pengembangan konsensus dan komitmen dapat dikembangkan melalui tim, workshop focus-building. Sebuah perencanaan yang sehat dikontruksikan dengan pengembangan komponen organisasi yang terintegrasi.
Fase II – Perencanaan IT dan fase III – TQM/IS
• Proses Kebutuhan bisnis dijelaskan dengan konteks kenyataan organisasional. Kebutuhan ini di terjemahkan ke dalam spesifikasi kongkret dari teknologi dan perubahan organisasi. Dukungan struktur organisasional dan sistem penghargaan dianalisa dan diadaptasi untuk mempertemukan kebutuhan masa depan suatu organisasi.
• Keuntungan rencana untuk perubahan dalam kebijakan organisasional dan praktisi dikembangkan untuk membuat dukungan maksimum untuk dan merangkul penerimaan dari end user.
• Dapat disampaikan feedback yang sistematis dari review sebuah rencana dan memberikan laporan prosesnya dari strategi formulai, rencana dan program pengambangan IS
Subscribe to:
Posts (Atom)