Seorang yang sangat saya hormati dan kagumi melayangkan pertanyaan di sebuah milist "bagaimana mencegah cyber pornography bukan dengan undang - undang antipornografi, melainkan dengan teknologi." pertanyaan menarik dan oleh karenanya layak untuk dijadikan bahan diskusi.
gampang - gampang susah menjawab pertanyaan ini. ibarat silat, ada banyak jurus untuk berkelahi. namun masih di seputar silat, ada semboyan, di atas langit ada langit yang lain, di atas awan ada banyak awan-awan lain. jika diringkas, melawan teknologi dengan teknologi, tidak akan ada akhir, tiada kemenangan permanen bagi teknologi yang saling bertarung, yang terus menerus eksis justru pertarungan teknologi itu sendiri. sama abadi seperti perubahan, yang sifatnya sementara hanya kondisi yang ingin diubah belaka.
syamsul anwar harahap, dulu sewaktu masih gagah menjadi petinju berhasil menjadi juara di asian games. ketika sudah menjadi komentator tanding tinju, ada satu pernyataan yang mudah - mudahan selalu melekat di memory. syamsul berkata, jika lawan memiliki pukulan andalan jab, maka kalahkan dia dengan pukulan jab yang sama kuatnya dengan lawan. jika lawan kuat di pukulan hook kanan, serang dia dengan hook kanan juga. apa yang saya dapat dari pelajaran tinju ini? untuk melawan suatu kekuatan di arena pertempuran gunakan kekuatan yang sama.
ide syamsul mungkin manjur di ring tinju, namun bila diterapkan di meja negosiasi, statistik menunjukkan tingkat keberhasilan yang rendah bila negosiator menggunakan kekerasan untuk mengalahkan kekerasan, teror dibalas teror. pertanyaannya, pada aras meja runding, taktik apa yang sebaiknya dilakukan? film bertajuk "negotiator" memeragakan bagaimana berunding untuk mengalahkan kekerasan. ada dengan cara mengulur waktu (buying time), mencari tahu kelemahan lawan, dialog dan lain sebagainya.
kembali ke pertanyaan bagaimana mematikan cyberpornography dengan teknologi? mohon maaf, pertanyaan semacam ini, mirip sebuah cerita dosen saya di LKY-SPP-NUS tentang pertanyaan dari mahasiswanya, ketika masih mengajar di Kenedy School of Government (KSG), Harvard University. John, sebutlah nama dosen itu, ketika sedang mengajar international politics ditanya seorang mahasiswa pasca sarjana yang berasal dari sebuah negara di asia timur, pertanyaannya "apa yang akan terjadi bila Amerika Serikat menjadi negara Komunis?" John terdiam sejenak, sama sekali tidak pernah menyangka akan ada pertanyaan seperti itu. lalu - begitu ceritanya - dia menjawab, "saya tidak bisa percaya ada pertanyaan semacam itu, seharusnya Anda sudah tahu bahwa Amerika Serikat tidak pernah akan menjadi negara komunis".
mengapa pertanyaan mematikan cyberpornography dengan teknologi mirip dengan pertanyaan rekan mahasiswa dari asia timur di atas? mari kita menukik agak lebih dalam, cyberpornography adalah produk dari teknologi informasi dan komunikasi (ICT), sama seperti ketika ICT digunakan untuk JARDIKNAS, e-learning, e-business, e-commerce, dan e-e lainnya. ketika teknologi cyber (baca: Internet) belum muncul atau belum digunakan secara massive seperti sekarang ini, mari kita tengok ke belakang, apakah pornography belum ada? apakah belajar (learning) belum menjadi kebiasaan manusia? apakah berbisnis belum dilakukan? jawaban dari rentetan pertanyaan tersebut kita tahu, SUDAH ADA.
artinya? kegiatan terkait sexualitas yang kemudian dipublikasikan melalui media komunikasi (cetak dan elektronik) dan lalu disebut pornography, sama tuanya dengan usia manusia, atau kalau mau agak mudaan sedikit, sama mudanya dengan kemampuan manusia menulis, menggambar di atas media cetak. distribusi pornography di masa lalu beredar melalui majalah, stensilan, film, kaset yang semuanya bergerak dari pembuat, penerbit menggunakan sarana transportasi konvensional seperti sepeda motor, bus, truk, kapal, pesawat terbang dan roket. secepat apapun sarana transportasinya, masih tetap ada kendala dimensi ruang dan waktu yang berbeda signifikan antara pembuatan, pengiriman dan penikmatan.
nah pornography menemukan sarana super mega kuat, jantan dan lembut sekaligus berpadu, sehingga dampaknya begitu dahsyat bagi umat manusia, ketika ia (pornography) ikut membeli tiket dan menjadi penumpang legal teknologi Internet. namanya-pun berevolusi menjadi cyberpornography. mari kita kunyah pelan - pelan pengetahuan ini, porno + graphics + Internet (cyber) jadilah cyberpornography. okai?
internet itu teknologi, jadi kalau mau pakai teorinya syamsul anwar harahap, mari kita anggap kekuatan utama cyberpornography adalah cyber (bukankah tanpa Internet, pornography akan kembali ke masa dua dekade lalu?) kalau mau mengalahkannya berarti musuhi saja internet-nya!!! bagaimana caranya secara teknologi? bisa aksesnya dibuat lambat, atau diblokir, atau situs porno di-deface, atau masih banyak cara? apakah cara ini akan memberi hasil? jawaban di atas sudah diberikan, di atas langit ada langit lain. hari ini situs porno dikalahkan, besok pemiliknya membuat lagi yang lain dengan teknologi yang lebih canggih, demikian seterusnya. sampai kapan?
barangkali karena tidak suka dengan uu antipornografi, atau kurang paham substansinya, atau entah bercanda entah serius, beliau menyatakan mencegah cyberpornogaphy jelas bukan dengan uu antipornografi. sebagai murid saya menghormati pendapat beliau, namun sebagai akademisi, aktivis sosial di bidang ICT yang mencintai generasi masa depan, bolehlah jika saya melihat sisi lain dari memerangi cyberpornography ini. argument saya seperti di atas, memerangi teknologi dengan teknologi (sejenis) dalam jangka panjang hanyalah merupakan kesia-siaan saja, kecuali jika yang boleh menggunakan teknologi (internet) hanya kita saja.
karena manusia itu rasional, maka jika sudah tahu akan sia - sia belaka memerangi teknologi dengan teknologi, akankah kita tetap berkutat disitu? irasionalitas menjawabnya dengan jawaban singkat YA, yang rasional, segera beranjak pergi dan mencari alternatif lain. para pendiri bangsa ini telah memberi pelajaran berharga ketika memperjuangkan kemerdekaan yang telah diproklamasikan. menyadari jika berperang terus - menerus akan kalah senjata dengan penjajah dan sekutu, maka para diplomat segera menggelar rundingan. sejarah mencatat ada Konferensi Meja Bundar (KMB) di atas kapal Renville (?), kemudian ada perundingan Linggarjati, dan "kasak - kusuk" diplomat Indonesia di kantor pusat PBB di New York. apa yang disorongkan oleh para perunding? tiada lain kesepakatan - kesepakatan yang setelah diformalkan berubah menjadi hukum bagi para pihak. bagaimana agar usulan kesepakatan dari domba (negeri lemah) bisa diterima harimau (negeri kuat)? jawabnya, dibalik lemah - lembut dan kalimat - kalimat santun di dalamnya mengandung ketegasan, kekuatan dan kedaulatan.
jadi senjata ampuh untuk memerangi cyberpornography, menurut saya bukan teknologi apapun, karena melawan teknologi berarti menolak hakekat manfaat teknologi itu sendiri. jadi apa senjata ampuhnya? para pendakwah agama mengingatkan pentingnya IMAN dan TAQWA; guru suci mengulang-ulang penting dan kuatnya BERBUDI LUHUR, SOPAN SANTUN, TATA KRAMA; penganjur harmoni sosial masyarakat mengajarkan RESPECT (menghormati diri sendiri, dan orang lain) , RELATIONSHIP (menjaga dan meningkatkan kualitas hubungan antar manusia) RESILIENT (memperkuat pertahanan diri dari hal- hal negatif yang dapat merusak kualitas kehidupan pribadi dan lingkungannya), dan RESCUE (menyelamatkan mereka yang sudah telanjur bermasalah); ahli ekonomi menginstruksikan HEMAT-CERMAT (belanja untuk hal - hal yang produktif, banyak pihak mengatakan penayangan cyberpornograhy mendorong konsumsi mubasir bahkan haram, tidak produktif); dan last but not least, para pendekar hukum mengacungkan pedang keadilan sembari berteriak TEGAKKAN HUKUM.
bicara TEGAKKAN HUKUM, tentu tidak hanya uu antipornografi yang akan digunakan sebagai jurus andalan, ada dan perlu perkuatan dari UU lain seperti UU Pidana, UU Perdata, UU HAKI, UU ITE, UU PENYIARAN, UU PERS dan UU Hukum Acara Pidana. Di luar semua produk hukum tersebut, masih diperlukan kekuatan penegakan hukum oleh para penegak yang fasih ber-ICT, karena mereka (para penegak hukum) memiliki laboratorium dan peralatan investigasi guna menangkap dan menghukum para produsen cyberpornography yang bertindak melawan hukum.
jadi, ketika ada teknologi mengalahkan teknologi itu hal yang lumrah, dan memang begitulah kehidupan teknologi, yang memang disengaja oleh para pembuatnya agar industri dan ekonomi terus bergerak. persoalannya, kita bukan pembuat teknologi (untuk ukuran sukses skala dunia), sebagan besar dari kita hanya sebagai penguna, yang menyaksikan bagaimana teknologi silih berganti. masih ingat ketika transistor mengalahkan tabung hampa? atau ketika tv hitam putih harus rela masuk gudang ketika tempat duduknya diganti oleh tv berwarna? demikan seterusnya, tv warna crt digantikan oleh projection tv atau flat screen, kemudian flat screen dikalahkan lagi oleh LCD. atau masih kuatkah memory kita memutar kembali film riwayat storage devices? dulu, di tahun 1981-82 untuk mengangkat hard disk kapasitas 40 MB, saya harus minta tolong tiga orang lainnnya, karena demikian besar ukuran hard disk yang menempel di komputer merek Kinzle buatan Jerman, sekarang har disk dengan kapasitas 40GB (1000 kalinya) sedemikian ringan dan bisa masuk ke saku baju. cerita teknologi mengalahkan teknologi masih banyak lagi. jika kita perhatikan, dari cerita tv yang selalu eksis televisinya, dari cerita hard disk, yang ada terus hard disknya. nah jadi selama Internet masih ada, maka cyberpornography masih tetap akan ada, yang berubah hanya modelnya, bahasa pemrogramannya, cara melanggannya dan lain sebagainya.
di atas dikatakan selama internet masih ada cyberpornography akan tetap ada. lalu untuk apa IMAN dan TAQWA, serta serangkaian pesan dari guru suci, penganjur harmoni sosial, ekonomi dan pendekar hukum? jawabnya tiada lain, untuk memutus rantai bisnis cyberpornography. idenya sederhana. setiap sore menjelang malam, di depan rumah saya selalu ada penjaja mi dan nasi goreng berjalan sambil memukul wajan, memanggil penghuni komplek untuk membeli. si mang nasgor, tidak pernah menjual kepada kami, meski hampir setiap sore selalu berhenti beberapa menit persis di depan rumah. kenapa demikian? apakah saya tidak suka mie goreng? apakah saya benci nasgor? saya suka keduanya, tetapi yang dibuat di rumah, yang saya tahu bumbunya tidak pakai vetsin, nasinya nasi sehat, wajannya bersih, air yang buat nyuci juga bersih.
kalau diri kita kuat, karena memiliki karakter sebagaimana dianjurkan di atas, maka betapa gencar dan dahsyatnya industri cyberporno menawarkan jasa, TIDAK AKAN kita tengok, jelajahi, selancari, bahkan langgani. pada titik itulah, keseimbangan pasar cyberporno menjadi goyah dan akhirnya tutup dengan sendirinya. Jika di benak kita cyberporno itu ada, maka tangan dan mata kita akan tergoda untuk mencarinya, namun kalau otak dan kesadaran kita dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki keyakinan bahwa cyberporno itu tidak ada, maka tidak perlu bagi kelompok ini, untuk mencari-cari. persis seperti keyakinan akan eksistensi TUHAN, yang percaya bahwa TUHAN itu eksis, PASTI akan berusaha mencari dan mendekatiNYA, sebaliknya bagi yang tidak percaya (bahwa TUHAN itu eksis) sia - sia dan rugi baginya untuk mencari eksistensi TUHAN.
Wallahu Alam.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.