Wednesday, November 19, 2008

Resensi Buku "Supercapitalism, The Transformation of Business, Democracy, and Everyday Life"

Sahabat milist, saya baru saja selesai membaca buku karya Robert B. Reich bertajuk "Supercapitalism, The Transformation of Business, Democracy, and Everyday Life", terbit tahun 2007. di bawah ini saya bagi (share) pokok - pokok pikiran utama yang ada dalam buku tersebut. Mudah- mudahan bermanfaat bagi kita. Oh ya, memerhatikan wahana milist maka buku setebal 272 halaman ini saya ringkas menjadi sembilan paragraf saja. sudah tentu banyak sekali uraian penting yang tidak dapat dikemukakan di sini. oleh karena itu bila Anda tertarik, silakan miliki buku tersebut.

Buku ini diwali dengan introduction yang menggambarkan bagaimana pada tahun 1975 Milton Friedman memenuhi undangan Augusto Pinochet pemimpin Chile, satu setengah tahun sesudah Pinochet menggulingkan pemimpin pemerintahan yang terpilih secara demokratis, Salvador Alende. Pers Amerika mengritik kepergian Friedman ke Chile, dengan mempertanyakan mengapa mendukung diktator. Friedman punya alasan sendiri untuk tetap memenuhi undangan Pinochet, tiada lain untuk mendorong Pinochet agar mangadopsi kapitalisme pasar bebas (free-market capitalism) guna merampingkan regulasi bisnis dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang mulai tumbuh pada masa pemerintahan sebelumnya, serta untuk membuka Chile bagi perdagangan internasional dan investasi dari luar negeri. dalam beberapa kuliah umum yang diberikan di berbagai univesitas dan instansi pemerintah di Chile, Friedman selalu mengulang - ulang keyakinannya bahwa pasar bebas merupakan kondisi yang diperlukan bagi kebebasan berpolitik serta demokrasi yang berkelanjutan. Yang terjadi kemudian adalah sebuah paradoks. Sang Diktator percaya dan menerapkan ajaran Friedman, dan sebagai hasilnya 15 tahun sesudah kunjungan Friedman Pinochet tumbang oleh gelombang demokrasi. Kasus Pinochet ini serupa dan hampir sebangun dengan apa yang terjadi di Philipine dengan Marcos-nya, dan Indonesia dengan Soeharto-nya.

Di luar negara - negara yang mengalami nasib serupa Chile, Amerika (AS) sudah lama dipercaya sebagai sebuah negara yang berhasil menerapkan ide kapitalisme dan demokrasi secara beriringan (hand in hand). Namun tahun - tahun berikutnya sejak kuliah Friedman yang fenomenal itu, hubungan keduanya (antara demokrasi dan kapitalisme) mulai mengendor bahkan menjadi tidak seimbang, kapitalisme pasar bebas semakin kuat, sebaliknya, demokrasi menjadi semakin lemah. Sejak 1970-an ekonomi AS tumbuh dan semakin memperkuat posisinya sebagai raksasa ekonomi dunia. konsumen dimanja dengan tersedianya produk-produk teknologi mutakhir, seperti iPod, personal computer, antidepressant, mobil hybrid, dan lain sebagainya, sementara harga - harga produk dan layanan standar semakin menurun karena tercapainya produksi pada skala ekonomi yang efisien. salah satu dampaknya adalah adanya peningkatan harapan hidup. di lingkungan bisnis, periode ini juga ditandai oleh semakin naiknya tingkat efisiensi perusahaan dan naiknya harga saham. dan melengkapi keberhasilan ini, tingkat inflasi juga relatif selalu terkendali.

sukses AS ditiru oleh negara - negara lain. Kapitalisme AS berhasil memenangkan pertempuran melawan komunisme dan sekarang paham kapitalisme telah menyebar ke seantero dunia. sebagian besar negara di dunia ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem integrasi tunggal kapitalisme global. Bahkan Eropa Timur yang semula menganut komunisme dan sosialisme, sekarang berbondong - bondong mengusung kapitalisme. Demikian pula China, walau aspirasi politiknya masih menganut komunisme, namun sistem ekonominya sudah jadi kapitalis. inilah contoh sukses kapitalisme.

keberhasilan menganut ekonomi berbasis kapitalisme, tiada tertahankan akhirnya membawa sisi negatif. ketidak-setaraan (inequality) dan kesenjangan pendapatan dan kesejahteraan (income and wealth gaps) muncul di mana - mana bahkan di AS sekalipun. selain itu, keunggulan kapitalisme ternyata juga mengandung permasalahan - permasalahan lain seperti ketidak-pastian pekerjaan (job insecurity) dan kerusakan lingkungan akibat pemanasan global.

jadi ibarat membuat dan membagi kue, aplikasi kapitalisme di berbagai negara telah berhasil membesarkan kue ekonomi, namun karena sifat kerakusan pembuat kue (pelaku ekonomi) sehingga ketika membagi, pembagiannya tidak merata dan seimbang. bagaimana membagi kue (ekonomi) dengan rata dan seimbang inilah yang sejatinya menjadi tugas demokrasi. inilah yang menjelaskan mengapa ketika perekonomian semakin menguat sebagai buah sukses kapitalis, namun sejurus sesudah itu pertumbuhan ekonomi mengalami ancaman karena bagaimana menjaga dan mengelola kinerja ekonomi (melalui mekanisme demokrasi) tidak berjalan dengan baik.

demokrasi tidak sekedar dimaknai sebagai proses pemilihan pejabat publik secara bebas dan adil (free and fair). lebih dari itu, demokrasi perlu diyakini sebagai sebuah sistem untuk mencapai apa yang diinginkan oleh setiap warga dengan cara bergabung bersama dengan warga lain, untuk menentukan aturan main yang luarannya mencerminkan kepentingan bersama. Aturan inilah yang dapat memengaruhi cepat-lambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Demokrasi dimaksudkan untuk memungkinkan kita membuat pilihan - pilihan kebijakan (trade-off policy) yang membantu tercapainya pertumbuhan dan pemerataan atau tujuan - tujuan lain yang menjadi kepentingan bersama, bukan kepentingan golongan atau elite saja.

sayangnya, di banyak negara, termasuk di negara - negara yang meng-kalim sudah menganut demokrasi, masih bergulat untuk mewujudkan fungsi demokrasi yang sejati ini. demokrasi menjadi tidak responsif terhadap tuntutan publik, sementara di ujung lain, kapitalisme tumbuh menjadi alat bagi pemenuhan segala kebutuhan manusia. mengapa hal ini terjadi?

jawab ringkasnya, para pelaku kapitalisme dengan kekuatan ekonomi yang dimiliknya memengaruhi pejabat publik/politisi yang terpilih secara demokratis. kedua aktor ini menjalin hubungan "bisnis" yang saling menguntungkan. kapitalis dilindungi (oleh pejabat publik dan politisi) dengan membuat aturan - aturan yang sedemikian rupa sehingga kepentingan kapitalis melenggang mulus dalam berbagai dinamika masyarakat. sebagai imbalan, pejabat publik/politisi menerima "amunisi" (dari pelaku kapitalis) yang selanjutnya digunakan untuk melanggengkan kekuasaannya. maka terjadilah hubungan yang saling menguatkan (kepentingan pribadi), namun melemahkan kepentingan warga negara (yang hak-haknya dijual oleh politisi).

resep yang ditawarkan Reich? perlu adanya pemisahan yang tegas antara politik (sebagai mekanisme demokrasi) dan bisnis (sebagai mekanisme kapitalisme). sudah cukup? belum. Reich tidak menganjurkan AS atau negara - negara lain di dunia berpaling ke sosialisme. ia (Reich) sejalan dengan pemikiran Fukuyama, bahwa pada akhirnya sistem ekonomi yang dapat bertahan dalam berbagai sistem politik adalah kapitalisme. namun kali ini bukan kapitalisme konvensional melainkan super kapitalisme. Apa bedanya? jika sebelumnya demokrasi lebih berperan sebagai pelayan kapitalisme, dalam super kapitalisme, konstelasi ini perlu dibalik, kapitalisme menjadi pelayan demokrasi. artinya kesejahteraan individu perlu dan harus diberi ruang yang seluas-luasnya, namun kepentingan orang banyak (publik, masyarakat) harus diberi prioritas, didahulukan.

pendapat pribadi saya, buku ini menegaskan kembali perlunya; pemisahan kekuatan (segregation of power) antara ekonomi dan demokrasi secara jelas dan tidak ada saling memanfaatkan di antara keduanya yang hanya menguntungkan pelakunya saja; serta definisi ulang hubungan antara keduanya. bahwasanya disarankan agar kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan pribadi, saran ini sejatinya hanya mengingatkan esensi demokrasi. diyakini bahwa politisi sudah tahu paradigma tersebut. persoalannya, politisi dan atau pejabat publik acap lupa bahwa tugas utama mereka adalah menyejahterakan warga bukan diri sendiri.

semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.