sahabat, saya pernah mendapat - entah mendengar di media cetak, atau membaca di radio -, petuah seorang inspirator atau kyai. mungkin mario teguh, mungkin juga jaya stembase atau ingkang sinuhun salsati atau mungkin juga william wongso sang pesohor itu, pembawa pesan aku lupa, tetapi inti pesan masih kuingat selalu.
petuahnya, konon tugas manusia sejak dilahirkan dari rahim ibu tiada lain kecuali untuk menunggu. begitu ceprot lahir, si jabang menunggu dipotong tali pusernya, sesudah itu menunggu lagi dimandikan, terus menunggu dipakaikan baju. seterusnya menungu dan menunggu, sampai sang jabang menginjak kanak-kanak menunggu masuk sekolah, menunggu lulus, menunggu terima ijasah, menunggu diterima sekolah lagi yang lebih tinggi dan seterusnya sampai menunggu mendapat jodoh, menunggu kesempatan memperoleh pekerjaan, sampai menunggu pensiun dan akhirnya menunggu kembali lagi ke haribaan Illahi.
begitu terus, menunggu dari satu tahap ke tahap selanjutnya, menunggu dari suatu masa ke masa selanjutnya, menunggu dari satu jabatan ke jabatan kemudian, menunggu dari moment ke moment berikutnya. yang menjadi pertanyaan, kalau semua orang tugasnya hanya menunggu, lalu apa bedanya manusia satu dengan lainnya? nah disinilah, keunikan manusia.
kata sang pemberi petuah, kualitas dan derajat manusia dibedakan dari apa yang dikerjakannya selama menunggu, dan bagaimana orang tersebut menghadapi berbagai hambatan ketika mengisi waktu (denganmengerjakan sesuatu) selama menunggu. contohnya, dua orang murid, si A dan B,keduanya sama - sama menunggu lulus sekolah menengah kejuruan jurusan teknik komputer jaringan (TKJ), setelah sama - sama masuk ke jurusan tersebut pada tahun yang sama. selama menunggu lulus, A rajin menyimak pelajaran yang diberikan guru, selama menunggu lulus A rajin mengerjakan pekerjaan rumah, otak - atik komputer, bergaul dengan berbagai kalangan baik di lingkungan sekolah maupun aktif di milist yang anggotanya penggemar ICT, dan lain sebagainya. sementara itu, selama menunggu lulus, si B lebih banyak menghabiskan waktunya untuk main-main, mendaki gunung, ikut balapan mobil, sering mbolos, dan tidak suka mengerjakan latihan soal. nah dari cerita ringkas ini saja dapat ditarik kesimpulan sementara, siapa yang punya peluang memiliki pengetahuan yang lebih baik di bidang TKJ, sebagai hasi dari apa yang dikerjakannya selama menunggu lulus.
meski demikian tidak berarti mereka yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu selama waktu menunggu akan selalu lebih berhasil dalam masa - masa menunggu berikutnya. bisa jadi mereka yang di masa menunggu sebelumnya tidak menghabiskan waktu menungunya dengan lebih baik, namun di masa menunggu berikutnya, nasibnya lebih baik dari sahabatnya yang lebih baik mengisi waktunya di masa menunggu sebelumnya. mengapa demikian? kalangan pragmatis dan mereka yang ber-iman kepada Tuhan YME, mengatakan "itulah rahasia kuasa Tuhan", di pihak lain, kalangan spekulatif mengatakannya hal tersebut sebagai sebuah luaran (outcome) dari probabilita. sedangkan kalangan rasionalis menyataknnya sebagai suatu hasil dari pengelolaan sumber daya yang melekat pada individu. kalangan terakhir ini berpendapat, apapun yang dilakukan manusia pada suatu masa akan tersimpan dalam memori yang akan terbawa terus sampai ajal. memori ini dapat digolongkan sebagai resources atau tacit asset atau tacit knowledge (kalau bentuknya pengetahuan dan ketrampilan).
nah bisa saja orang yang di masa menunggu sebelumnya melakukan hal - hal yang oleh umum dipadang negatif atau mubasir (seperti mendaki gunung, mbolos sekolah, melawan guru, balapan mobil, tidak mengerjakan tugas rumah, dlsb) , namun di masa menunggu berikutnya, pengalaman yang rekatf negatif di masa lalu dapat ditransformasikan sebagai resources/aset yang mampu me-leverage (mengungkit ke atas) sesuatu yang lain dan akhirnya yang lain tersebut menjadi sebuah nilai positif. sedemikian mudahkah? tentu tidak, mereka yang di masa menunggu sebelumnya lebih banyak menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak relevan dengan sasaran menunggu yang akan dihadapi segera, relatif haru smengeluarkan energi lebih besar untuk dapat memanfaatkan resources - relatif negatif - yang dikumpulkan sebelumnya untuk dapat menjadi "pengungkit" (leverage) sehingga memperbaiki kondisi pada masa menunggu berikutnya. walhasil dari pada di masa menunggu berikutnya terlalu berat memikul beban, maka sebaiknya kerjakan yang baik - baik selama masa - masa menunggu di masa awal (earlier waiting periods), seperti selagi menununggu berlalunya minggu - minggu pertama, atau bulan-bulan pertama dalam semester.
kembali ke soal kualitas manusia yang ditentukan dari apa saja yang dikerjakannya selama menunggu, tulisan inipun mudah - mudahan meningkatkan kualitas hidup penulis dan pembacanya, selagi kita menunggu azhan sholat Isa, menunggu makan malam, menunggu tidur, dan menunggu esok senin.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.