E-Government: Strategi Meraba Gajah
Menjelang akhir tahun 2001, bersamaan dengan mulai berfungsinya Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi, ada suatu pertemuan yang dihadiri para petinggi yang membidangi sistem informasi dari berbagai instansi pemerintah, membicarakan bagaimana mewujudkan Electronic Government (e-govt) di Indonesia. Yang menarik dari loka karya ini adalah adanya kesediaan berbagai pihak untuk bersama – sama menggagas dan membahas wujud e-govt secara makro dan mikro, mengidentifikasi faktor pendukung yang diperlukan, dan strategi impelementasi agar e-govt bisa menjadi kenyataan.
Fenomena Meraba Gajah
Jauh sebelum munculnya Internet, sudah banyak institusi pemerintah di Indonesia yang menggunakan Sistem Informasi (SI) bagi menunjang operasional masing – masing. Namun demikian, penggunaan SI untuk pelayanan publik masih belum lazim, bukan saja disebabkan oleh belum tersedianya teknologi yang mudah dan murah untuk pelayanan publik, namun adanya permasalahan lain yang menghambat seperti tatanan peraturan dan perundangan yang belum mendukung adanya pelayanan publik melalui media online. Munculnya gelombang reformasi dan makin matangnya teknologi Internet seolah menjadi pemecah kebekuan yang selama ini tak tergoyahkan. Masyarakat membicarakan e-government. Sebagian aparat pemerintah menunjukkan itikad dan antusiasmenya terhadap e-govt yang dipercaya akan menjadi “wajah” pemerintahan di era milenium. Di balik semua itu ada terkandung berbagai masalah yang bila tidak dibenahi, akan mengurangi manfaat dari e-govt, atau bahkan tidak akan menambah kesejahteraan masyarakat meski sumber daya sudah banyak dikerahkan.
Masalah pertama adalah adanya kesimpang siuran mengenai e-govt itu sendiri, yang menimbulkan fenomena orang buta meraba gajah. E-govt “didekati” oleh berbagai pihak dengan bermacam konsep pemikiran dan pendekatan. Di satu sisi, ada pihak yang telah lama berkecimpung dalam bidang Teknologi Informasi (TI) dan telah berhasil membangun sistem informasi di berbagai instansi pemerintah melihat e-govt tidak lebih dari sekedar membangun aplikasi sistem informasi yang dapat diakses publik melalui media Internet. Sementara itu pendapat mengatakan bahwa e-govt adalah menampilkan informasi pemerintahan di Internet dan selanjutnya melakukan pelayanan publik melalui media yang sama. Menambahi pendapat ini, seorang praktisi pemerintahan menyatakan bahwa e-govt adalah memberi nilai tambah bagi pelayanan pemerintah yang selama ini sudah berlangsung. Namun ada juga sementara pihak yang berpendapat, e-govt tidak sekedar tampil di Internet. E-govt bagi kelompok ini adalah perubahan radikal di dalam sistem dan tata laksana pemerintahan yang menuntut teladan kepemimpian, kesediaan merubah paradigma, berani bertindak transparan, dan semua itu bukan sekedar untuk melayani kepentingan publik semata, tetapi mencakup kepentingan yang lebih luas yaitu sebagai bagian dari sistem pemerintahan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat.
Pola pikir sektoral yang hanya melihat kepentingan sendiri dalam membangun e-govt juga akan menjadi potensi masalah bila tidak ada koordinasi antar-berbagai institusi pemerintah. Pembenaran atas pemikiran dan langkah dalam implementasi e-govt sesuai dengan selera masing – masing tanpa mengindahkan pentingnya berpikir dan bertindak secara komprehensif akan menimbulkan potensi fragmentasi implementasi e-govt. Demikain pula kepentingan sekelompok pihak agar produknya dipakai, tanpa memperhatikan standar teknis yang menjamin kompatibilitas dan harmonisasi dengan Sistem Informasi Nasional akan menciptakan kesia- siaan baru.
Strategi
Untuk mewujudkan masyarakat makmur dan sejahtera yang difasilitasi oleh e-govt perlu dibuat suatu strategi implementasi. Strategi di sini dapat diibaratkan sebagai beberapa ekor kuda penarik sebuah kereta. Bila tidak ada kuda yang bergerak, maka kereta akan tetap tinggal diam, sebaliknya bila kuda – kuda tersebut dibiarkan begerak liar, maka laju kereta tidak terkendali dan penumpang dalam keadaaan bahaya. Kemampuan menentukan strategi dan sekaligus mengendalikan sumber daya ketika menjalankan e-govt menjadi faktor pendukung sukses tidaknya implementasi e-govt.
Strategi pertama: integrasi proses dan teknologi. Beberapa pemerintah daerah telah melaksanakan pelayanan publik secara online dalam satu atap melalui satu portal. Pendekatan yang sering disebut process transparency ini dilakukan dengan alasan bahwa masyarakat tidak perlu tahu proses pelayaan yang terjadi di dalam, atau masyarakat tidak dituntut untuk mengetahui instansi apa yang melayani kebutuhan mereka. Yang muncul di portal bukan nama – nama instansi tetapi daftar pelayanan. Kesulitan muncul ketika suatu pelayanan melibatkan lebih dari satu instansi sementara antar-instansi terkait tidak ada keterhubungan dan kesesuaian aplikasi. Integrasi proses dan teknologi menjadi strategi pertama yang perlu dilakukan dalam implementasi e-government.
Strategi kedua berkait dengan upaya pembangunan ekonomi. Dalam era ekonomi digital perhatian sebaiknya difokuskan pada pelaku ekonomi berskala kecil yang mampu bekerja dengan efisien. Pembangunan ekonomi dalam era digital yang difasilitasi oleh adanya e-govt memiliki lima dimensi kepentingan: (1) meningkatkan kapasitas usaha kecil menengah (UKM); (2) meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan; (3) menarik industri teknologi tinggi;(4) menyediakan akses kepada infrastruktur ekonomi, dan (5) mewujudkan pemerintahan yang dekat dengan masyarakat dan bisnis.
Strategi ketiga berkait dengan upaya demokratisasi. Visi e-govt dianggap tidak lengkap bila di dalamnya tidak memberi perhatian dan dukungan terhadap upaya demokratisasi. Melalui e-govt, harus terbentuk e-democracy, yakni pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara yang disampaikan dan diekspresikan melalui media Internet. Pada tataran operasional, e-democracy dapat berupa pencatatan pemilih, kampanye partai politik, voting, pengumpulan opini publik, komunikasi dengan wakil rakyat yang duduk di parlemen, pengajuan draft undang – undang dan lain sebagainya. Salah satu tolok ukur keberhasilan implementasi e-govt adalah ia mampu mengundang partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara yang demokratis.
Strategi keempat berkait dengan upaya membangun komunitas. Komitmen membangun e-govt harus disertai dengan upaya pengayaan terhadap masyarakat yang dilayani. Masyarakat dalam konteks ini bukan hanya berperan sebagai warga suatu negara, tetapi masyarakat dalam pengertian tradisional seperti orang tua, keluarga, pelajar, konsumen, manula, dan lain sebagainya. Implementasi e-government akan berhasil dengan baik bila melihat profil masyarakat, yang nota bene akan menjadi pengguna, secara spesifik bukan hanya dari parameter statistik dalam tataran makro saja.
Strategi kelima berkait dengan membangun koordinasi intra dan antar-instansi pemerintah. Sesudah berhasil melakukan integrasi proses dan teknologi, berikutnya perlu dibangun strategi yang mendukung koordinasi intra dan antar instansi pemerintah, baik di level pemerintah pusat, pemerintah pusat dan daerah, atau sesama pemerintah daerah. Dalam tata laksana pemerintahan yang konvensional hal ini sudah lama ada, namun pada kenyataannya masih sering ditemui adanya ketidak –tersambungan komunikasi antar satu dengan lainya. Penyebab utama dari hal ini adalah masih rendahnya kualitas koordinasi antar-pihak yang seharusnya saling berinteraksi. Di dalam e-government, keberadaan koordinasi antar para pihak yang berkepentigan menjadi syarat utama keberhasilan implementasi.
Strategi keenam berkait dengan perlunya tersedia kebijakan pendukung. Undang – undang dan peraturan lama akan tidak sesuai lagi bila e-govt sudah diterapkan secara masif dalam skala nasional. Kerangka kebijakan, tatatan hukum dan peraturan yang baru akan diperlukan agar e-govt dapat berhasil. Terkait dengan isu ini adalah perlunya mengkaji ulang struktur, tugas dan fungsi organisasi pemerintah. Koordinasi eksekutif dengan legislatif untuk melakukan kaji ulang semua Undang – Undang dan peraturan terkait sangat diperlukan. Beberapa isu kebijakan seperti perpajakan, tanda tangan digital, otentikasi bukti transaksi, perlindungan privasi, perdagangan internasional, perlindungan konsumen, perlindungan hak cipta dan paten, deregulasi telekomunikasi, dan perampingan prosedur perijinan merupakan kebijakan yang perlu segera disediakan bersamaan dengan rencana implementasi e-govt. Menciptakan kerangka hukum dan kebijakan merupakan salah satu pilar dalam suksesnya imlementasi e-government.
Strategi ketujuh berkaitan dengan penyediaan infrastruktur Internet dan aplikasi e-govt. E-govt hanya mungkin terwujud bila tersedia infrastruktur Internet dan aplikasi yang memadai kuantitas maupun kualitasnya. Penyediaan prasarana telekomunikasi dengan kapasitas mencukupi, beserta ketersediaan point of present untuk mengakses Internet dengan biaya murah, disertai dengan tersedianya aplikasi yang mudah dipahami dan digunakan oleh orang awam menjadi salah satu faktor suksesnya implementasi e-govt.
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.