** Pernah dimuat di Majalah Swa, edisi 25 November 2004
Ketika Anda berkunjung ke suatu kantor, perusahaan publik atau privat, coba cermati ada berapa banyak komputer di kantor tersebut. Lebih jauh lagi, jika Anda masih penasaran, tanyakan kepada salah seorang di perusahaan tersebut, adakah memiliki orang atau bagian yang ditugasi mengelola semua komputer tersebut. Pertanyaan berikutnya dapat dikembangkan hingga berapa investasi yang telah dikeluarkan oleh perusahaan guna memiliki dan mengoperasikan komputer, atau sejauh mana komputer yang ada memberikan manfaat bagi perusahaan.
Disadari atau tidak, penggunaan komputer di lingkungan organisasi atau perusahaan sudah sedemikian luas, dari yang hanya dipakai untuk membuat dokumen surat menyurat, hingga yang dikonfigurasikan ke dalam sistem informasi strategis yang canggih dan powerfull. Kemunculan personal komputer (PC) beberapa tahun lalu, menggantikan peran sentral sistem komputasi terpusat yang dikuasai oleh mini computer dan atau mainframe. Salah satu ciri yang menonjol dari PC generasi pertama adalah keterbatasan aplikasi, stationer, dan konektivitas ke jaringan, sehingga yang kita alami, PC lebih banyak dipakai sebagai pengganti mesin hitung dan mesin ketik. Meski demikian, pada jamannya kemampuan PC semacam ini sudah dianggap revolusioner. Para pengguna awal PC malahan mengatakan PC memberi nilai tambah yang signifikan dalam otomatisasi perkantoran.
Roda jaman terus berputar, keadaan terus berubah, produk teknologi yang pada suatu masa dianggap canggih, seiring perjalanan waktu menjadi biasa, bahkan tertinggal ketika terjadi (lagi) revolusi teknologi. Jika kita simak, PC yang semula stand alone, berikutnya mulai diintegrasikan dalam jaringan komputer lokal, antar kota, antar negara, seterusnya hingga sekarang kita kenal jaringan komputer global (Internet). Di bidang peranti lunak-pun perubahan terus mengalir, sekarang kita tidak lagi mendengar Fortran, COBOL, Foxpro, UNIX, MS-DOS. Yang menjadi menu sehari – hari bagi kalangan pengguna dan pengelola sistem informasi antara lain, CRM, SAP, ERP, ASP, Java, Linux, dan lain sebagainya.
Gambaran di atas selain mengilustrasikan perubahan yang terus terjadi di lingkungan teknologi informasi (TI), juga memberi pelajaran bagi kita bahwa sesuatu yang semula dianggap sebagai nilai tambah atau keunggulan bagi organisasi, lambat laun akan menjadi suatu hal yang biasa. Jika perusahaan masih ingin tetap eksis dengan keunggulannya justru dituntut untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk menggantikan modal keunggulan yang sudah menjadi biasa tadi. Dalam konteks pengelolaan teknologi informasi di suatu organisasi bisnis, aplikasi – aplikasi korporat yang sepuluh tahun lalu dianggap killer applications seperti aplikasi dukungan fungsional (keuangan, personalia, akuntansi, produksi) yang stand alone, terpusat, text base, tidak user friendly, saling terpisah hingga membentuk islands of applications, sekarang sudah dianggap sebagai aplikasi standar atau bahkan sudah out of date.
Hari – hari ini, jika ada perusahaan yang masih menggunakan aplikasi teknologi informasi sebagaimana dicirikan di atas, dapat dipastikan: pimpinan perusahaan tidak mengetahui atau setidaknya tidak mau tahu manfaat komputer sehingga tidak bersedia untuk melakukan investasi baru untuk mengganti sistem lama, atau perusahaannya tidak berkembang karena dengan sistem yang lama-pun masih tetap dapat hidup. Menarik disimak pengakuan seorang pengelola sistem informasi di suatu perusahaan kelas menengah, menurut pengakuannya, pimpinan perusahaan sangat pelit untuk menambah investasi, bahkan untuk satu unit server sekalipun, namun tidak segan – segan menyetujui usulan biaya perawatan termasuk penggantian suku cadang. Kasus ini menandakan sang Boss menganggap bahwa perangkat TI yang ada masih mampu memberikan manfaat bagi perusahaan, dan oleh karenanya tidak perlu diganti, dan tentu saja masih harus dirawat.
Jika disimak lebih lanjut, peran TI yang terbangun ke dalam suatu sistem informasi (SI) sudah berubah cukup signifikan. Jika pada awalnya TI/SI dianggap sebagai komplemen saja, maka saat ini TI/SI sudah menjadi darah kehidupan bagi perusahaan. Sebagaimana layaknya darah pada manusia, perusahaan tidak akan dapat hidup tanpa TI/SI. Majoritas perusahaan yang dinilai dalam e-Corporation Award Majalah SWA tahun 2004 ini sudah membuktikan hal tersebut. Bayangkan perusahaan penerbangan tanpa sistem reservasi berbasis TI/SI dan jaringan Internet. Demikian pula tengok industri perbankan yang sekarang ini sudah mulai mengandalkan pada layanan online banking. Atau perusahaan distribusi yang sekarang ini hanya bisa sukses dan kompetitif bila didukung oleh pengelolaan data base tersebar yang berarti membutuhkan SI/TI dan jaringan komunikasi data.
Ketergantungan terhadap eksistensi TI/SI apapun aplikasi yang digunakannya sedemikian menonjol, sehingga ukuran pemanfaatan TI/SI bukan lagi pada berapa banyak meja atau staff yang menggunakan komputer, tetapi seberapa besar perusahaan meningkatkan value of business dengan memanfaatkan TI/SI.
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi
Pemerhati TI/SI
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.