minggu pagi dua puluh enam desember dua ribu empat
aku duduk berdua istri di pasir pantai tepian laut pelabuhan ratu
tepatnya di halaman belakang hotel samudra beach
memunggungi kolam renang menghadap teluk pelabuhan ratu
nampak dua anak muda riang belajar selancar
jatuh bangun tetap tertawa
sementara anak - anak berlarian saling kejar
melempar tangkap bola, dan ada pula yang asyik menyusun istana pasir,
di sisi lain, sepasang muda asyik menikmati baso dan kelapa muda
ada wanita menjelang tua ribut menyuapi - barangkali - cucunya
yang sedang asyik bermain air di kolam renang
nyiyir sekali nenek satu ini, mulutnya tak henti bergerak mengunyah entah apa,
lepas dari cucunya, nenek menjelang tua ini terlihat menawar sepikul pisang
kami lihat tawar menawar cukup lama hingga akhirnya si nenek memanggil pembantunya
untuk memandu si penjual pisang menaruh di mobil.
matahari terus beranjak menggeser bayangan payung makin pendek hingga kami menderita panas pagi di tengah kemalasan,
lepas perhatikan nenek dan penjual pisang, tba - tiba muncul penjaja pijat refleksi,
menyapa saya dengan panggilan Boss, membuat aku mulas dan langsung kutolak tawaran pijatnya,
aku bergumam kepada istriku, coba tidak menyapaku dengan "boss" kemungkinan besar aku terima tawarannya,
panggilan boss membuatku risih dan bukan untukku.
pergi sang penjaja pijat, entah mengapa pikirku mulai terbayang berita di televisi,
soal gempa bumi di aceh,
pagi itu belum ada berita susulan mengenai gelombang tsunami menelan ribuan jiwa,
hanya ada berita gempa.
perjalanan pemikiran di kepalaku tidak mengarah ke spekulasi berapa banyak korban,
namun justru ke pemanfaatan air laut untuk kehidupan petani sawah,
ya petani sawah yang menanam padi.
imaginasiku begini,
seringkali aku melihat langsung atau membaca, atau melihat di televisi,
banyak tanah tandus yang kering kerontang tak ada air,
rumputpun enggan tumbuh, apalagi padi yang boros air,
tengoklah misalnya gunung kidul, atau nusa tenggara timur,
tak jauh dari tanah yang kerontang terbentang laut dengan maha volume airnya,
tak terhitung banyaknya,
bukankah air di daratan dan air di lautan unsur utamanya sama?
bukankah yang membedakan hanyalah yang satu sedikit mengandung garam (NaCl), sedang yang lainnya kadarnya tinggi?
apakah tidak mungkin padi diairi dengan air laut?
soal teknis bagaimana mengalirkan air litu ke daratan itu masalah gampang,
orang madura pintar membuat garam dari air laut,
ketika bekerja untuk sebuah perusahaan minyak di lepas pantai,
salah satu tugaskku merawat mesin penyuling air laut menjadi air tawar,
apakah tidak mungkin menemukan varietas padi yang dapat tumbuh di sawah berair payau?
bukankah tumbuhan bakau dapat hidup di air laut?
bukankah ikan bandeng hidup di air payau?
aku ingin mencoba memelihara ikan laut di aquarium yang kuisi air tawar,
atau sebaliknya, ikan mas kutaruh di akuarium berair asin
kuingin lihat reaksinya,
untuk ikan aku mungkin mampu melakukannya, ada yang kucoba langsung, ada yang akan kucoba sedikit demi sedikit kunaikkan kadar garam untuk ikan mas, atau kuturunkan kadar garam untuk ikan kakap, misalnya.
yang pasti aku tidak tahu bagaimana caranya untuk padi, aku bukan ahli pertanian
aku bayangkan jika kelak ada tumbuhan, atau varietas padi yang dapat hidup subur di air payau, atau lebih ekstrim lagi dapat tumbuh dengan air laut, niscaya umat manusia tidak perlu lagi takut akan kekeringan, tidak ada musim kemarau, setiap saat air laut dapat dinaikkan ke darat untuk mengairi sawah.
apakah ini hanya impian sadar di siang hari? aku tidak tahu pasti,
yang jelas aku hanya dapat membayangkannya saja.
mas wigrantoro roes setiyadi
rempoa, 29 desember 2004
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.